Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERSEDIAAN Subur Sitompul, SE., M.Ak.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERSEDIAAN Subur Sitompul, SE., M.Ak."— Transcript presentasi:

1 PERSEDIAAN Subur Sitompul, SE., M.Ak

2 TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan pentingnya pengendalian dalam persediaan. Menjelaskan tiga asumsi arus biaya persediaan dan bagaimana pegnaruhnya pada laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan. Menghitung biaya persediaan pada sistem persediaan perpetual dengan menggunakan metode FIFO (masuk pertama keluar pertama) dan biaya rata rata tertimbang. Menghitung biaya persediaan pada sistem persediaan periodik dengan menggunakan metode FIFO (masuk pertama keluar pertama) dan biaya rata rata tertimbang. Membandingkan dan membedakan pengunaan dua metode penghitungan biaya persediaan Menjelaskan dan memberikan illustrasi mengenai pelaporan persediaan di laporan keuangan Menjelaskan dan memberi contoh perputaran persediaan dan jumlah hari penjualan pada persediaan terhadap pengaturan persediaan

3 PENGERTIAN PERSEDIAAN MENURUT PSAK 14
Persediaan adalah aset: – Tersedia untuk dijual dalam kegiatan biasa – Dalam proses produksi untuk proses penjualan tersebut – Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa

4 Melindungi Persediaan
Dokumen Pesanan Pembelian (Purchase Order) Laporan Penerimaan (Receiving Report) Faktur Pemasuk Tindakan melindungi persediaan Disimpan dalam suatu area dengan akses terbatas Barang berharga disimpan dalam lemarin terkunci Gunakan alat pemantau: cermin, kamera, penjaga keamanan Pengendalian Persediaan Melaporkan Persediaan - Pastikan keakuratan jumlah persediaan Penghitungan fisik persediaan Biaya perolehan dapat diestimasi Menggunakan satu di antara tiga macam asumsi arus biaya untuk menentukan biaya perolehan persediaan Memasukkan biaya perolehan dalam laporan keuangan

5 Asumsi asumsi Arus Biaya Persediaan
Suatu barang dijual, perlu dilakukan dilakukan penentuan penentuan biaya per unit dengan menggunakan menggunakan asumsi arus biaya, sehingga ayat jurnal akuntansi yang tepat dapat dicatat. Sebagai ilustrasi, asumsikan tiga unit identik dari barang X dibeli selama bulan Mei. Unit Biaya Mei 10 Pembelian 1 Rp 18 Pembelian 24 Pembelian Total Rp Harga rata-rata per unit: Rp ( ÷ 3 unit)

6 Asumsi Arus Kas Asumsi Arus Biaya Metode Biaya Persediaan
2. Arus biaya dimulai dengan urutan berkebalikan dengan terjadinya biaya Arus biaya dimulai dengan urutan terjadinya biaya 3. Arus biaya merupakan rata-rata seluruh biaya Metode Biaya Persediaan Masuk Pertama Keluar Pertama FIFO Masuk Terakhir Keluar Pertama LIFO Biaya Rata-rata Tertimbang Barang Dibeli Barang Dibeli Barang Dijual Barang Dibeli FIFO Biaya Rata-rata Tertimbang Barang Dijual LIFO Barang Dijual

7 Diasumsikan pada tanggal 30 Mei satu unit dijula senilai Rp 20. 000
Diasumsikan pada tanggal 30 Mei satu unit dijula senilai Rp Laba brutonya bervariasi mulai dari Rp sampai Rp bergantung pada barang mana yang dijual. 10 Mei Unit terjual 18 Mei Unit terjual 24 Mei Unit terjual Penjualan Rp Rp Rp Beban pokok penjualan Laba bruto Persediaan akhir Jika unit tersebut dapat dikenali dengan pembelian tertentu, maka metode identifikasi spesifik (specific identification method) dapat digunakan untuk menghitung biaya unit yang terjual terjual. Persediaan akhir terdiri atas banyaknya unit yang tersisa dalam persediaan. Jadi, laba kotor, beban pokok penjualan, dan persediaan akhir bervariasi seperti ditunjukkan dalam contoh di atas. Metode identifikasi identifikasi spesifik spesifik tidak praktis, kecuali setiap unit dapat dikenali secara terpisah. Sebuah diler mobil, misalnya, dapat menggunakan metode ini karena setiap mobil memiliki nomor seri yang unik. Saat metode masuk‐pertama, keluar‐pertama ( first‐in, first‐out—FIFO) digunakan, persediaan akhir berasal dari biaya paling baru, yaitu barang‐barang yang dibeli paling akhir. Sebaliknya, saat metode masuk‐terakhir, keluar‐pertama ( last‐in, first‐out— LIFO) digunakan, persediaan akhir berasal dari biaya paling awal, yaitu barang‐barang yang dibeli pertama kali.

8 Sementara saat metode biaya rata‐rata tertimbang (weighted average inventory cost flow method) atau sering disebut metode biaya rata‐rata (average cost flow method) digunakan, biaya unit persediaan merupakan rata‐rata tertimbang biaya pembelian.

9 METODE BIAYA PERSEDIAAN
Pembelian 10 Mei Rp 9.000 Metode FIFO Laporan Laba Rugi Penjualan Rp Beban pokok penjualan Laba bruto Rp 18 Mei Rp Laporan Posisi Keuangan Persediaan Rp 24 Mei Rp Biaya Rata Rata Tertimbang

10 Biaya Rata Rata Tertimbang
[(Rp Rp Rp )/3 = Rp ] Metode Rata Rata Tertimbang Laporan Laba Rugi Penjualan Rp Beban pokok penjualan Laba bruto Rp Laporan Posisi Keuangan Persediaan Rp Rp x 2

11 Metode Biaya Persediaan dalam sistem Persediaan Perpetual
Pada bagian ini, metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata tertimbang diilustrasikan dalam sistem persediaan perpetual. Kita akan memberi ilustrasi untuk setiap metode menggunakan data untuk barang 127B, seperti ditunjukkan berikut ini. Unit Biaya Jan Persediaan Rp Penjualan Rp /unit 10. Pembelian 22. Penjualan Rp /unit Penjualan Rp /unit 30. Pembelian

12 Metode Masuk‐Pertama, Keluar‐
Pertama (FIFO) Saat metode FIFO dari biaya persediaan digunakan, biaya dimasukkan dalam beban pokok penjualan dengan urutan yang sama saat biaya tersebut terjadi. Metode FIFO sering konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang. Oleh karena itu, metode FIFO memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil yang diperoleh dari metode identifikasi biaya spesifik untuk setiap unit terjual dan yang masih berada dalam persediaan.

13 Ayat Jurnal dan Akun Persediaan Perpetual (FIFO)
Barang 127B Pembelian Beban Pokok Penjualan Persediaan Tgl Kuantitas Biaya per unit Jumah biaya Jan 1 1.000 20,00 20.000 4 700 14.000 300 6.000 10 500 22,40 11.200 22 60 1.344 440 9.856 28 240 5.376 200 4.480 30 600 23,30 13.980 31 Saldo 26,720 18.460 Jan 4 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 21.000 14.000 10 Persediaan Utang Usaha 11.200 22 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 10.800 7.344 28 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 7.200 5.376 30 Persediaan Utang Usaha 13.980 Beban pokok penjualan Persediaan 31 Januari

14 Buku besar pembantu persediaan untuk barang 127B ditunjukkan dalam Tampilan 3 sebagai berikut.
Saldo awal pada 1 Januari adalah sebesar Rp (1.000 unit dengan biaya tiap unit Rp ). Pada 4 Januari, terjual 700 unit dengan harga jual Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (700 unit × Rp30.000). Beban pokok penjualan adalah Rp (700 unit dengan biaya per unit Rp20.000). Setelah penjualan, sisa persediaan adalah Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp ). Pada 10 Januari, dilakukan pembelian senilai Rp (500 unit dengan harga per unit Rp22.400). Setelah pembelian, dalam pelaporannya persediaan ditulis ke dalam 2 baris, Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp20.000) yang merupakan persediaan awal dan Rp (500 unit dengan biaya per unit Rp22.400) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Pada 22 Januari, sebanyak 360 unit terjual dengan harga Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (360 unit × ). Dengan menggunakan FIFO, beban pokok penjualan adalah sebesar Rp yang terdiri atas Rp (300 unit dengan biaya per unit ), yang merupakan saldo awal, ditambah Rp (60 unit dengan biaya per unit Rp22.400) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Setelah penjualan, persediaan tersisa sebesar Rp (440 unit dengan biaya per unit Rp22.400) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Penjualan pada 28 Januari dan 30 Januari dicatat dengan cara yang sama. Saldo akhir pada 31 Januari adalah sebesar Rp Saldo ini terdiri atas dua lapis persediaan sebagai berikut.

15 atas dua lapis persediaan sebagai berikut.
5. Penjualan pada 28 Januari dan 30 Januari dicatat dengan cara yang sama. 6. Saldo akhir pada 31 Januari adalah sebesar Rp Saldo ini terdiri atas dua lapis persediaan sebagai berikut. Tanggal Pembelian Jumlah Harga per Unit Total Biaya Lapis Jan Rp Rp Lapis Jan Total Rp

16 Metode Masuk ‐ Pertama, Keluar ‐ Pertama (FIFO)
1. Untuk memberi ilustrasi mengenai metode FIFO dalam sistem persediaan periodik, kita akan menggunakan data yang sama dengan barang 127B dalam contoh persediaan perpetual. Persediaan awal dan pembelian barang 127B pada bulan Januari adalah sebagai berikut. Jan Persediaan /unit Biaya Rp /unit Rp 10. Pembelian /unit Biaya Rp /unit Pembelian /unit Biaya Rp /unit 2.100 unit Tersedia untuk dijual (selama bulan berjalan) 2. Penghitungan fisik pada tanggal 31 Januari menunjukkan terdapat sisa persediaan sebanyak 800 unit. Dengan menggunakan metode FIFO, biaya sisa persediaan pada akhir periode berasal dari biaya perolehan paling akhir. Biaya 800 unit dalam persediaan akhir pada tanggal 31 Januari dihitung sebagai berikut. Biaya paling akhir, pembelian tanggal 30 Januari /unit Biaya Rp / unit Rp Biaya paling akhir selanjutnya, pembelian tanggal 10 Januari /unit Biaya Rp / unit Rp Persediaan tanggal 31 Januari /unit Rp

17 3. Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp18. 460
3. Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp akan menghasilkan beban pokok penjualan sebesar Rp , seperti ditunjukkan berikut ini. Persediaan awal, 1 Januari Rp Pembelian (Rp Rp Rp Biaya barang tersedia untuk dijual di bulan Januari Rp Persediaan akhir, 31 Januari Rp Beban Pokok Penjualan Rp ============ 4. Persediaan akhir per 31 Januari sebesar Rp berasal dari biaya perolehan paling akhir. Beban pokok penjualan sebesar Rp berasal dari biaya persediaan awal dan biaya paling awal.

18 Arus Biaya FIFO Pembelian Persediaan Beban Barang pokok tersedia
untuk dijual Beban pokok penjualan Pembelian 1 Jan 1.000 Unit @ Rp Rp Rp Rp ============ 1.000 unit @Rp Rp 300 unit @Rp 10 Jan 500 Unit @ Rp Rp Persediaan 200 Rp Rp Rp Rp ============ 30 Jan 600 Unit @ Rp 600 Rp Rp Rp ==============

19 Metode Masuk‐Terakhir, Keluar
Pertama (LIFO) Saat metode LIFO digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya unit yang terjual merupakan biaya dari pembelian yang terakhir. Penggunaan metode LIFO awalnya dibatasi pada situasi yang sangat jarang di mana unit yang terjual diambil dari barang yang diperoleh paling akhir. Tetapi, untuk tujuan perpajakan, saat ini metode LIFO banyak digunakan meskipun metode ini tidak mencerminkan arus fisik unit.

20 Ayat Jurnal dan Akun Persediaan Perpetual (LIFO)
Barang 127B Pembelian Beban Pokok Penjualan Persediaan Tgl Kuantitas Biaya per unit Jumah biaya Jan 1 1.000 20,00 20.000 4 700 14.000 300 6.000 10 500 22,40 11.200 22 360 8.064 140 3.136 28 160 3.200 100 2.000 - 30 600 23,30 13.980 200 4.000 31 Saldo 27,200 17.980 Jan 4 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 21.000 14.000 10 Persediaan Utang Usaha 11.200 22 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 10.800 8.064 28 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 7.200 5.136 30 Persediaan Utang Usaha 13.980 Beban pokok penjualan Persediaan 31 Januari

21 Lapis 1 Saldo awal 1 Jan 200 Rp 20.000 Rp 4.000.000
Saldo awal pada 1 Januari adalah sebesar Rp (1.000 unit dengan biaya tiap unit Rp ) Pada 4 Januari, terjual 700 unit dengan harga jual Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (700 unit × Rp30.000). Beban pokok penjualan adalah Rp (700 unit dengan biaya per unit Rp20.000). Setelah penjualan, sisa persediaan adalah Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp20.000). Pada 10 Januari, dilakukan pembelian senilai Rp (500 unit dengan harga per unit Rp22,400). Setelah pembelian, dalamn pelaporannya persediaan ditulis ke dalam 2 baris, Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp20.000) yang merupakan persediaan awal dan Rp (500 unit dengan biaya per unit Rp22.400) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Pada 22 Januari, sebanyak 360 unit terjual dengan harga Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (360 unit × ). Dengan menggunakan LIFO, beban pokok penjualan adalah sebesar Rp (360 unit dengan biaya per unit ) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Setelah penjualan, persediaan tersisa sebesar Rp yang terdiri atas Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp20.000) yang merupakan saldo awal dan Rp (140 unit dengan biaya per unit Rp22.400) yang merupakan pembelian pada 10 Januari. Penjualan pada 28 Januari dan 30 Januari dicatat dengan cara yang sama. Saldo akhir pada 31 Januari adalah sebesar Rp Saldo ini terdiri atas dua lapis persediaan sebagai berikut.: Tanggal Pembelian Jumlah Harga per Unit Total Biaya Lapis 1 Saldo awal 1 Jan Rp Rp Lapis Jan Total Rp

22 Metode Masuk‐Terakhir, Keluar
Pertama (LIFO) 1. Saat metode LIFO digunakan, sisa biaya persediaan pada akhir periode berasal dari biaya perolehan paling awal. Berdasarkan data yang sama dengan contoh FIFO, biaya 800 unit dalam persediaan akhir per 31 Januari adalah Rp yang terdiri atas 200 unit persediaan awal dengan biaya per unit Rp dan 600 unit persediaan akhir dengan biaya per unit Rp 2. Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp akan menghasilkan beban pokok penjualan sebesar Rp , seperti ditunjukkan berikut ini. Persediaan awal, 1 Januari Rp Pembelian (Rp Rp Rp Biaya barang tersedia untuk dijual di bulan Januari Rp Persediaan akhir, 31 Januari Rp Beban Pokok Penjualan Rp ============ 3. Persediaan akhir per 31 Januari sebesar Rp berasal dari biaya perolehan paling awal. Beban pokok penjualan sebesar Rp berasal dari biaya persediaan paling akhir. Tampilan 7 menunjukkan hubungan beban pokok penjualan untuk bulan Januari dan persediaan akhir per 31 Januari.

23 Persediaan akhir per 31 Januari sebesar Rp17. 180
Persediaan akhir per 31 Januari sebesar Rp berasal dari biaya perolehan paling awal. Beban pokok penjualan sebesar Rp berasal dari biaya persediaan paling akhir. Tampilan berikut menunjukkan hubungan beban pokok penjualan untuk bulan Januari dan persediaan akhir per 31 Januari. Beban Pokok penjualan Barang tersedia untuk dijual Pembelian 1 Jan 1.000 Unit @ Rp Rp Rp Rp ========== 800 unit @Rp Rp 500 unit @Rp 200 Rp 10 Jan 500 Unit @ Rp Rp Persediaan Rp Rp Rp ============ 30 Jan 600 Unit @ Rp 600 Rp Rp

24 Metode Biaya Rata‐Rata Tertimbang
Saat metode ini digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya unit rata‐rata tertimbang dihitung setiap ada pembelian yang dilakukan. Biaya unit ini digunakan untuk menentukan beban pokok penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan nilai rata‐rata baru dihitung. Teknik ini disebut rata‐rata bergerak (moving average). Barang 127B Pembelian Beban Pokok Penjualan Persediaan Tgl Kuantitas Biaya per unit Jumah biaya Jan 1 1.000 20,00 20.000 4 700 14.000 300 6.000 10 500 22,40 11.200 800 21,50 17.200 22 360 7.740 440 9.460 28 240 5.160 200 4.300 30 600 23,30 13.980 22,85 18.280 31 Saldo 26,900 Jan 4 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 21.000 14.000 10 Persediaan Utang Usaha 11.200 22 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 10.800 7.740 28 Piutang usaha Penjualan Beban pokok penjualan Persediaan 7.200 5.160 30 Persediaan Utang Usaha 13.980 Beban pokok penjualan Persediaan 31 Januari

25 Ayat jurnal serta buku besar pembantu persediaan untuk barang 127B, yang ditunjukkan pada Tampilan 5 adalah sebagai berikut. Saldo awal pada 1 Januari adalah sebesar Rp (1.000 unit dengan biaya tiap unit Rp20.000) Pada 4 Januari, terjual 700 unit dengan harga jual Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (700 unit × Rp30.000). Beban pokok penjualan adalah Rp (700 unit dengan biaya per unit Rp20.000). Setelah penjualan, sisa persediaan adalah Rp (300 unit dengan biaya per unit Rp ). Pada 10 Januari, dilakukan pembelian senilai Rp (500 unit dengan harga per unit Rp22.400). Setelah pembelian, biaya rata‐rata tertimbang senilai Rp dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan tersedia senilai Rp (Rp Rp ) dengan jumlah persediaan tersedia sebanyak 800 ( ) unit. Dengan demikian, setelah pembelian, jumlah biaya persediaan adalah Rp yang terdiri atas 800 unit dengan biaya per unit Rp Pada 22 Januari, sebanyak 360 unit terjual dengan harga Rp per unit sehingga total penjualan adalah Rp (360 unit × ). Dengan menggunakan metode biaya rata‐rata tertimbang, beban pokok penjualan adalah sebesar Rp (360 unit dengan biaya per unit ). Setelah penjualan, persediaan tersisa sebesar Rp (440 unit dengan biaya per unit Rp21.500). Penjualan pada 28 Januari dan 30 Januari dicatat dengan cara yang sama. Saldo akhir pada 31 Januari adalah sebesar Rp (800 unit dengan biaya per unit Rp22.850).

26 Sistem Persediaan Perpetual
Terkomputerisasi Catatan untuk sistem persediaan perpetual dapat dikelola secara manual. Akan tetapi, bagi perusahaan dengan jumlah barang persediaan yang begitu besar serta transaksi pembelian dan penjualan yang banyak, sistem semacam ini memakan biaya dan waktu. Dalam kebanyakan kasus, penyimpanan catatan sistem persediaan perpetual dilakukan dengan sistem terkomputerisasi. Sistem ini dapat dilanjutkan untuk membantu manajer dalam mengendalikan dan mengatur kuantitas persediaan. Sebagai contoh, barang yang cepat terjual dapat dipesan ulang sebelum persediaan habis. Pola penjualan yang lalu dapat dianalisis untuk menentukan kapan harus menyediakan barang untuk penjualan normal dan untuk barang yang dijual musiman.

27 Metode Biaya Persediaan dalam sistem Persediaan Periodik
Saat sistem persediaan periodik digunakan, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali terjadi penjualan. Tidak ada ayat jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat beban pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, penghitungan fisik persediaan dilakukan untuk menghitung biaya persediaan dan beban pokok penjualan. Seperti sistem persediaan perpetual, asumsi arus biaya harus dibuat ketika unit yang identik diperoleh dengan biaya per unit yang berbeda dalam periode tertentu. Dalam kasus seperti ini, metode FIFO, LIFO, atau Biaya Rata‐Rata Tertimbang digunakan.

28 (selama bulan berjalan)
Metode Masuk ‐ Pertama, Keluar ‐ Pertama (FIFO) Untuk memberi ilustrasi mengenai metode FIFO dalam sistem persediaan periodik, kita akan menggunakan data yang sama dengan barang 127B dalam contoh persediaan perpetual. Persediaan awal dan pembelian barang 127B pada bulan Januari adalah sebagai berikut. Jan Persediaan /unit Biaya Rp /unit Rp 10. Pembelian /unit Biaya Rp /unit Pembelian /unit Biaya Rp /unit 2.100 unit Tersedia untuk dijual (selama bulan berjalan)

29 Penghitungan fisik pada tanggal 31 Januari menunjukkan terdapat sisa persediaan sebanyak 800 unit. Dengan menggunakan metode FIFO, biaya sisa persediaan pada akhir periode berasal dari biaya perolehan paling akhir. Biaya 800 unit dalam persediaan akhir pada tanggal 31 Januari dihitung sebagai berikut. Biaya paling akhir, pembelian tanggal 30 Januari /unit Biaya Rp per unit Rp Biaya paling akhir selanjutnya, pembelian tanggal 30 Januari 200/unit Biaya Rp per unit Rp Persediaan 31 Januari /unit Rp Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp akan menghasilkan beban pokok penjualan sebesar Rp , seperti ditunjukkan berikut ini. Persediaan awal, 1 Januari Rp Pembelian (Rp Rp Rp Biaya barang tersedia untuk dijual di bulan Januari Rp Persediaan akhir, 31 Januari Rp Beban Pokok Penjualan Rp ============ Persediaan akhir per 31 Januari sebesar Rp berasal dari biaya perolehan paling akhir. Beban pokok penjualan sebesar Rp berasal dari biaya persediaan awal dan biaya paling awal.

30 Metode Biaya Rata‐Rata Tertimbang
Metode biaya rata‐rata tertimbang menggunakan biaya unit rata‐rata tertimbang untuk menentukan beban pokok penjualan dan persediaan akhir. Jika pembelian selama satu periode relatif seragam, metode biaya rata‐rata tertimbang memberikan hasil perhitungan biaya yang mirip dengan arus barang secara fisik. Biaya unit rata‐rata tertimbang dihitung dengan cara berikut. Total biaya Unit yang Tersedia untuk dijual Biaya Rata-rata Tertimbang = Unit yang Tersedia untuk dijual Sebagai contoh, data barang 127B akan digunakan sebagai berikut. Total biaya Unit yang Tersedia untuk dijual Biaya Rata-rata Tertimbang = Unit yang Tersedia untuk dijual = unit = Biaya pada persediaan akhir 31 Januari adalah sebagai berikut. Persediaan, 31 Januari: Rp (800 unit × Rp21.510)

31 Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp 17. 208
Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari sebesar Rp dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp akan menghasilkan beban pokok penjualan sebesar Rp , seperti ditunjukkan berikut ini. Persediaan awal, 1 Januari Rp Pembelian (Rp Rp Rp Biaya barang tersedia untuk dijual di bulan Januari Rp Persediaan akhir, 31 Januari Rp Beban Pokok Penjualan Rp ============

32 Membandingkan Metode Biaya
Persediaan 1. Arus biaya yang berbeda diasumsikan untuk masing‐masing dari tiga metode alternatif biaya persediaan. Perhatikan bahwa jika biaya unit tetap stabil, seluruh metode akan mendapatkan hasil yang sama. Akan tetapi, karena harga berubah‐ubah, tiga metode tersebut biasanya akan menghasilkan jumlah yang berbeda untuk: 1. Beban pokok penjualan 2. Laba kotor 3. Laba bersih 4. Persediaan akhir 2. Dengan menggunakan contoh sistem persediaan perpetual dan penjualan sebesar Rp (1.300 unit × Rp30.000), perbedaan‐perbedaan ini diilustrasikan sebagai berikut Laporan Laba Rugi (Parsial) Biaya Rata-rata Tertimbang FIFO LIFO Penjualan Rp Rp Rp Beban pokok penjualan Rp Rp Rp Laba bruto Rp Rp Rp Persediaan akhir, 31 Januari Rp Rp Rp ============ =========== ==========

33 3. Perbedaan‐perbedaan di atas menunjukkan akibat dari adanya kenaikan biaya (harga). Jika biaya (harga) tetap sama, ketiga metode akan menghasilkan hasil yang sama. 4. Namun demikian, biaya (harga) terus berubah. Efek dari perubahan biaya (harga) pada metode FIFO dan LIFO ditunjukkan dalam Tampilan 8. Metode biaya rata‐rata menghasilkan jumlah di antara yang dihasilkan FIFO dan LIFO. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Laba Rugi Periode Berjalan Pengaruh Laporan Laba Rugi Kesalahan pada persediaan Beban pokok Penjualan Laba bruto Laba Neto Persediaan awal Kurang saji Lebih saji Persediaan akhir Kurang saji Lebih saji Lebih saji Kurang saji Lebih saji Kurang saji

34 Melaporkan Persediaan dalam
Laporan Keuangan Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, biaya merupakan dasar utama dalam penilaian persediaan. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, persediaan dinilai berdasarkan pertimbangan lain selain biaya. Dua kasus semacam ini timbul saat: Biaya penggantian barang dalam persediaan berada di bawah biaya yang dicatat; dan Persediaan tidak dapat dijual pada harga penjualan normal yang disebabkan oleh kondisi barang (cacat, rusak karena terlalu lama dipajang di toko), perubahan mode, atau sebab lainnya.

35 Penilaian pada Nilai yang Lebih Rendah antara Biaya atau Pasar
1. Jika biaya penggantian barang dalam persediaan lebih rendah daripada biaya pembelian awal, metode mana yang lebih rendah antara nilai pasar atau biaya perolehan (lowerof‐cost‐or‐market—LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Nilai pasar, yang dimaksud adalah nilai pasar (nilai realisasi neto) adalah nilai pasar (net realizable value) dari persediaan tersebut. Nilai realisasi neto ditentukan sebagai berikut: Nilai realisasi neto = Perkiraan harga jual – Biaya langsung atas pelepasan Biaya langsung atas pelepasan mencakup beban penjualan seperti iklan khusus atau komisi penjualan Sebagai illutrasi, asumsikan data berikut tentang persediaan yang rusak Biaya awal Rp Perkiraan Harga Jual Rp Perkiraan Beban Penjualan Rp Nilai pasar (nilai realisasi neto) = Rp – Rp = Rp

36 2. Dalam menerapkan metode nilai pasar atau biaya yang lebih rendah, biaya‐biaya penggantian dapat ditentukan dengan satu dari tiga cara berikut. 1. Setiap barang dalam persediaan. 2. Kelas atau kategori utama dalam persediaan. 3. Persediaan secara keseluruhan. 3. Jumlah penurunan harga dimasukkan dalam beban pokok penjualan. Hal ini menyebabkan adanya penurunan laba kotor dan laba bersih pada periode di mana penurunan harga muncul. Penyandingan antara penurunan harga dengan periode di mana penurunan harga itu muncul merupakan keuntungan utama dalam penggunaan metode nilai pasar atau biaya yang lebih rendah. 4. Sebagai contoh, diasumsikan data berikut ini merupakan data dari 400 unit identik barang A dalam persediaan 31 Desember 2015: Biaya unit yang dibeli Rp Nilai pasar (nilai realisasi neto) Rp

37 Menghitung Persediaan pada Nilai Pasar atau Biaya yang Lebih Rendah
Barang Jumlah Persediaan Harga Biaya per Unit (Rp) Nilai Realisasi Neto (Rp) Total Penurunan Biaya (Rp) Harga pasar (Rp) dari C atau NRV (Rp) Echo 400 10.500 9.500 Foxtrot 120 22.500 24.100 Sierra 600 8.000 7.750 Tango 280 14.000 14.750

38 Persediaan di Laporan Posisi Laporan Posisi Keuangan
Persediaan biasanya disajikan di bagian Aset Lancar dalam laporan posisi keuangan, setelah akun‐akun piutang. Selain nilai persediaan, hal‐hal berikut ini juga dilaporkan: Metode untuk menghitung biaya persediaan (FIFO, LIFO, atau biaya rata‐rata tertimbang) Metode penilaian persediaan (biaya, atau nilai pasar atau biaya yang lebih rendah) Kedai Kopi Laporan Posisi Keuangan 31 Desember 2016 Aset Lancar Kas dan setara Kas Investasi perdagangan (biaya rill) Ditambah penyisihan penilaian untuk investasi perdagangan Piutang usaha Dikurangi penyisihan piutang usaha Persediaan – nilai yang lebih rendah antara biaya (metode FIFO atau nilai pasar

39 Pengaruh Kesalahan Persediaan pada
PSAK 25 memberikan panduan cara dalam menyajikan laporan keuangan apabila perusahaan membuat kesalahan material Pengaruh Kesalahan Persediaan pada Laporan Keuangan 1. Setiap kesalahan persediaan yang terjadi akan berpengaruh pada Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Beberapa alasan bahwa kesalahan persediaan dapat terjadi termasuk sebagai berikut. Persediaan fisik yang ada di tangan salah hitung. Biaya‐biaya dialokasikan tidak benar ke dalam persediaan. Contoh: Metode FIFO, LIFO, rata‐rata yang diaplikasikan secara tidak benar. Persediaan yang ada di pengiriman dimasukkan atau tidak secara benar dari persediaan. Persediaan konsinyasi termasuk atau tidak secara benar dari persediaan. 2. Kesalahan persediaan selalu meningkat dari persediaan yang ada di pengiriman pada akhir tahun. Seperti yang didiskusikan pada Bab 6, persyaratan pengiriman menentukan kapan kepemilikan terhadap barang berpindah. 3. Ketika barang dibeli atau dijual FOB shipping point, kepemilikan berpindah ketika barang telah diterima oleh pelanggan. Ketika perjanjiannya adalah FOB destination, kepemilikan berpindah ketika barang diterima oleh pembeli.

40 Untuk mengilustrasikannya, asumsikan bahwa Sinar Express memesan barang dagangan berikut dari Indonesian Products: Tanggal pemesanan 27 Desember 2015 Jumlah Rp Persyaratan FOB titik pengiriman 2/10,n/30 Tanggal pengiriman oleh penjual 30 Desember 2015 Tanggal kirim 3 Januari 2016 Kesalahan persediaan sering timbul dari persediaan konsinyasi (consigned inventory). Pengusaha kadang-kadang mengirimkan barang dagangan ke pedagang eceran yang bertindak sebagai agen penjual pengusaha. Pengusaha, yang disebut pengirim barang (consignor), mempertahankan kepemilikan sampai barang terjual. Barang dagangan tersebut biasanya disebut untuk dikirim pada konsinyasi (on consignment) kepada pedagang ecer biasanya disebut penerima barang (consignee). Pengaruh Laporan Laba Rugi Kesalahan pada persediaan akan menyalahsajikan jumlah laporan laba rugi untuk beban pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih.

41 Barang dagangan yang belum terjual pada akhir tahun adalah bagian dari persediaan pengusaha (penerima barang), walaupun barang tersebut masih ada pada pihak penerima barang. Pada akhir tahun, hal itu akan mudah bagi pedagang ecer (penerima barang) untuk tidak benar memasukkan barang terkonsinyasi dalam persediaan fisiknya. Demikian juga, pengusaha (pengirim barang) harus memasukkan persediaan konsinyasi ke dalam persediaan fisik walaupun persediaan fisiknya tidak di tangan. Pengaruh Laporan Posisi Keuangan Kesalahan persediaan menyalahsajikan persediaan dagang, aset lancar, total aset, dan ekuitas pemilik dari laporan posisi keuangan. Pengaruh dari kesalahan persediaan pada laporan posisi keuangan tahun berjalan dirangkum dalam Tampilan 12.

42 Untuk tahun Berakhir pada 31 Desember 2015 dan 2016
Pengaruh Kesalahan Persediaan untuk Laporan Laba Rugi selama 2 tahun Sinar Express Laporan Laba Rugi Untuk tahun Berakhir pada 31 Desember 2015 dan 2016 2015 2016 Benar Tidak benar Penjualan Persediaan, 1 Januari 55.000 50.000 60.000 Pembelian Persediaan yang dapat dijual Persediaan yg semakin berkurang 31 Desember 70.000 Beban Pokok Penjualan Laba Bruto Beban operasi Laba Neto Pelaporan lebih rendah Rp dari laba neto Pelaporan lebih tinggi Rp dari laba neto Pengaruh akhirnya adalah nol untuk dua tahun tersebut Kesalahan pada persediaan berbalik (atau batal) sehingga laporan laba rugi gabungan untuk dua tahun sebesar Rp (Rp Rp ) sudah benar

43 Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Posisi Keuangan Periode Berjalan
Pengaruh pada Laporan Posisi Keuangan Kesalahan Persediaan Akhir Persediaan Dagang Aset Lancar Total Aset Ekuitas Pemilik (Modal) Kurang saji Lebih saji Kurang saji Lebih saji Kurang saji Lebih saji Kurang saji Lebih saji Kurang saji Lebih saji Kesalahan Persediaan menyalahsajikan persediaan dagang, aset lancar, total aset, dan ekuitas pemilik dari laporan posisi keuangan Kesalahan Persediaan berbalik dalam dua tahun. Hasilnya laporan posisi keuangan akan benar pada 31 Desember Menggunakan illustrasi Sinar Express sebagai berikut: Jumlah salah saji 31 Desember Desember 2016 Laporan Posisi Keuangan Persediaan dagang lebih saji (kurang saji) ( ) Benar Aset lancar lebih saji (kurang saji) ( ) Benar Total aset lebih saji (kurang saji) ( ) Benar Ekuitas pemilik dilaporkan lebih saji (kurang saji) ( ) Benar LaporanLaba Rugi Beban pokok penjualan lebih saji (kurang saji) ( ) Laba bruto lebih saji (kurang saji) ( ) Laba neto lebih saji (kurang saji) ( )

44 Analisis dan Interpretasi Keuangan: Perputaran Persediaan dan Jumlah
Hari Penjualan dalam Persediaan 1. Sebuah perusahaan dagang harus menyimpan sisa persediaan dalam jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Kekurangan persediaan akan mengakibatkan kehilangan penjualan. Namun sebaliknya, terlalu banyak persediaan mengurangi likuiditas perusahaan karena dana yang seharusnya digunakan untuk memperluas atau meningkatkan kegiatan operasional, malah tertanam dalam bentuk persediaan. 2. Di samping itu, kelebihan persediaan meningkatkan beban seperti penyimpanan, asuransi, dan pajak properti. Akhirnya, kelebihan persediaan akan meningkatkan risiko kerugian akibat penurunan harga, kerusakan, atau perubahan dalam pola pembelian pelanggan. 3. Dua ukuran yang dapat digunakan adalah: Perputaran persediaan (inventory turnover) Jumlah hari penjualan dalam persediaan (number of days’ sales in inventory).

45 PERPUTARAN PERSEDIAAN
Perputaran persediaan (inventory turnover) mengukur hubungan antara volume barang terjual dan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode tertentu. Rasio ini dihitung sebagai berikut. Beban Pokok Penjualan Perputaran Persediaan = Persediaan Rata-rata Sebagai illustrasi, data berikut diambil dari laporan tahunan dua tahun terakhir milik PT. Matahari Departement Store. Beban pokok penjualan Rp Rp Persediaan: Awal tahun Akhir tahun Persediaan rata-rata ( ) ÷ ,5 ( ) ÷ Perputaran persediaan ( ÷ Rp , ,7 ( ÷ ,4 Semakin besar nilai perputaran persediaan, semakin efisien dan efektif pengelolaan persediaan. Dalam illustrasi : perputaran persediaan meningkat dari 3,4 ke 3,7 selama Menunjukkan bahwa efisien persediaan Matahari meningkat selama tahun 2016

46 Jumlah hari penjualan dalam Persediaan =
Jumlah hari penjualan dalam persediaan (number of days’ sales in inventory) merupakan ukuran kasar atas lamanya waktu yang diperlukan untuk memperoleh, menjual, dan mengganti persediaan, yang dihitung sebagai berikut. Persediaan Rata-rata Jumlah hari penjualan dalam Persediaan = Beban Pokok Penjualan rata-rata harian Beban pokok penjualan harian rata-rata ditentukan dengan membagi beban pokok penjualan dengan 365. Berdasarkan data sebelumnya jumlah hari penjualan dalam persediaan untuk Matahari dihitung sebagai berikut: Beban pokok penjualan Rp Rp Beban pokok penjualan harian rata-rata: Rp ÷ 365 hari ,7 Rp ÷ 365 hari ,7 Persediaan rata-rata ( ) ÷ ,5 ( ) ÷ Jumlah hari penjualan dalam persediaan Rp ,5 ÷ , ,2 hari Rp ÷ , ,4

47 Semakin rendah jumlah hari penjualan dalam persediaan, semakin efisien dan efektif perusahaan dalam mengelola persediaan. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar , jumlah hari penjualan dalam persediaan menurun dari 107,4 ke 99,2 selama tahun Menunjukkan bahwa manajemen persediaan Matahari semakin baik. Hal ini sesuai dengan peningkatan perputaran persediaan selama tahun tersebut

48 TERIMA KASIH


Download ppt "PERSEDIAAN Subur Sitompul, SE., M.Ak."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google