Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERIHAL PEMBUKTIAN.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERIHAL PEMBUKTIAN."— Transcript presentasi:

1 PERIHAL PEMBUKTIAN

2 1. Arti dan Prinsip pembuktian serta alat-alat bukti
Dalam proses perdata, salah satu tugas Hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat berhasil untuk membuktikan dalil-dalinya yang menjadi dasar gugatannya, gugatannya akan dikabulkan. Dalam soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara itu yang akan menentukan siapa di antara pihak-pihak yang berperkara akan diwajibkan untuk memberi bukti, apakah itu pihak penggugat atau sebaliknya, yaitu pihak tergugat.

3 Di dalam soal menjatuhkan beban pembuktian, hakim harus bertindak arif dan bijaksana, serta tidak boleh berat sebelah. Semua peristiwa dan keadaan yang konkrit harus diperhatikan secara seksama olehnya. Selain untuk hal-hal yang telah diakui atau setidak-tidaknya tidak disangkal, masih terdapat suatu hal lagi yang tidak harus dibuktikan, ialah berupa hal-hal atau keadaan-keadaan yang telah diakui oleh khalayak ramai. Hal yang disebut terakhir ini dalam hukum acara perdata disebut fakta notoir. Menurut Prof. Mr. A. Pito dalam bukunya “Bewijs En Verjaring Naar Het Nederlands Burgerlijk Wetboek”. Halaman 16, mengatakan bahwa tidaklah termasuk dalam “notoire feiten” itu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan diketahui oleh hakim yang bersangkutan, atau ia menyaksikannya ketika terjadi atau hakim yang bersangkutan mempunyai keahlian perihal suatu kejadian/keadaan.

4 Ditilik dari apa yang telah diuraikan di atas ternyata bahwa soal membuktikan suatu peristiwa, mengenai adanya suatu hubungan hukum, adalah suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar gugat, atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyangkal tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan. Dalam pasal 162 H.I.R berbunyi, bahwa tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, hendaklah pengadilan negeri memperhatikan peraturan pokok yang berikut ini. Ketentuan dari pasal tersebut diatas merupakan perintah kepada hakim untuk dalam hal hukum pembuktian harus berpokok pangkal kepada peraturan-peraturan yang terdapat dalam H.I.R yaitu pasal 163 dan seterusnya. Pasal yang terpenting dalam peraturan pokok yang mengatur tentang bukti, adalah Pasal 163 H.I.R

5 Dalam pasal 163 H.I.R terdapat azas “siapa yang mendalilkan sesuatu dia harus membuktikannya”. Secara sepintas lalu, azas tersebut “kelihatannya” sangat mudah. Sesungguhnya dalam praktek merupakan hal yang sangat sukar untuk menentukan secara tepat, siap yang harus dibebani kewajiban untuk membuktikan sesuatu. Bukti-bukti apa saja yang dapat dihaturkan di persidangan? Perihal tersebut dijawab oleh pasal 164 H.I.R yang menyebutkan 5 macam alat-alat bukti, ialah: Bukti surat; Bukti saksi; Persangkaan; Pengakuan ; Sumpahan.

6 Dalam praktek masih terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan, ialah “Pengetahuan Hakim”. Yang dimaksud dengan “Pengetahuan hakim” adalah hal atau keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam sidang, misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan pemeriksaaan setempat bahwa benar ada barang-barang penggugat yang dirusak oleh tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya itu.

7 Bukti Surat Pengertian dan kedudukan surat biasa, akta otentik dan akta dibawah tangan. Pasal 137 H.I.R berbunyi: “Kedua belah pihak boleh timbal balik menuntut melihat surat keterangan lawannya yang untuk maksud itu diserahkan kepada hakim. Pasal tersebut di atas memungkinkan kepada kedua belah pihak untuk minta dari pihak lawan agar diserahkan kepada hakim surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa agar ia dapat meyakinkan isi surat-surat tersebut, serta memeriksa apakah ada alasan untuk menyangkal keabsahan surat-surat tersebut.

8 Jika ada sangkal yang beralasan, bahwa surat tersebut adaalah palsu atau dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka surat tersebut dikirimkan kepada jaksa untuk dilaksanakan penuntutan sebagaimana mestinya. Apabila terjadi hal itu, pemeriksaan perkara perdata, untuk sementara ditangguhakan, sampai perkara pidananya diputus. Dalam proses perdata bukti tulisan merupakan bukti yang penting dan utama. Dalam praktek dikenal macam-macam surat yang dalam hukum acara perdata dibagi dalam 3 kelompok, dengan perkataan lain hukum acara perdata mengenal 3 macam surat ialah: Surat biasa; Akat otentik; Akta di bawah tangan.

9 Perbedaan dari ketiga macam surat ini, yaitu dalam kelompok mana suatu tulisan termasuk, itu tergantung dari cara pembuatannya. Sehelai surat biasa dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti. Apabila kemudian surat itu dijadikan bukti, hal itu merupakan suatu kebetulan saja. Contohnya surat-surat cinta, surat-surat sehubungan dengan korespondensi dagang dan sebagainya. Berbeda dengan surat biasa, sehelai akta dibuat dengan sengaja, untuk dijadikan bukti. Belumlah tentu bahwa akta itu, pada suatu waktu akan dipergunakan sebagai bukti di persidangan, akan tetapi suatu akta merupakan bukti bahwa suatu peristiwa hukum telah dilakukan, dan akta itu adalah buktinya.

10 Pasal 165 H.I.R memuat suatu definisi apa yang dimaksud dengan akta otentik, yang berbunyi sebagai berikut: “Akta otentik, yaitu surat yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti-bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahliwarisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya. Akta otentik yang dibuat oleh dan ada yang dibuat dihadapan pegawai umum yang berkuasa membuatnya. Akata otentik yang dibuat “oleh” misalnya adalah surat panggilan jurista, surat putusan hakim, sedangkan akta perkawinan dibuat dihadapan pegawai pencatat nikah dan surat perjanjian dibuat dihadpan Notaris. Pegawai umum yang dimaksud disini adalah notaris, hakim, jurista, pegawai catatan sipil dan sebagainya.

11 Akta otentik merupakan bukti yang cukup, itu berarti bahwa dengan dihaturkannya akta kelahiran anak, misalnya sudah terbukti secara sempurna tentang kelahiran anak tersebut, dan perihal itu tidak perlu menambah pembuktian lagi. Akta otentik tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan apa yang dituliskan dalam akta tersebut, tetapi juga bahwa apa yang diterangkan adalah benar. Contohnya dalam hal jual-beli Akta otentik mempunyai kekuatan bukti formil dan materiil. Formilnya yaitu bahwa benar para pihak sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta itu. Materiil, bahwa apa yang diterangkan tadi adalah benar.

12 Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian, yakni:
Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara pihak membawa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. - Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar (orang luar).

13 Dalam akta otentik tandatangan tidak merupakan persoalan, akan tetapi dalam akta dibawah tangan pemeriksaan tentang benar tidaknya akta yang bersangkutan telah ditandatangani oleh yang bersangkutan merupakan acara pertama. Apabila tandatangan yang terdapat dalam akta dibawah tangan disangkal oleh pihak yang menandatangani akta tersebut sebagai pihak, maka mengajukan akta dibawah tangan itu harus berusaha membuktikan kebenaran dari tandatangan tersebut, dengan pperkataan lain, apabila tandatangan disangkal, maka hakim harus memeriksa kebenaran tandatangan tersebut.

14 Akta di bawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris, atau pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan yang diadakan oleh undang-undang. Dengan penandatangan suatu akta dipersamakan suatu cap jempol, yang dibubuhi pertanyaan yang bertanggal oleh notaris, hakim, bupati kepala daerah atau walikota, dari mana ternyata bahwa pejabat tersebut kenal kepada pembubuh cap jempol tersebut atau bahwa orang tersebut telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang tersebut dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan di hadapan pejabat tadi. Akta tersebut kemudian harus dibukukan dalam buku khusus yang disediakan guna keperluan itu. Surat-surat lainnya yang bukan merupakan akta, dalam hukum pembuktian mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas. Dalam praktek surat-surat semacam itu sering dipergunakan untuk menyusun prasangka.

15  Thank’s 


Download ppt "PERIHAL PEMBUKTIAN."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google