Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIrsan Zuhri Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
Bobolnya dana Bank Century sampai hampir Rp 1 triliun ini tentu harus dibikin jelas: siapa yang
bertanggung-jawab secara hukum dan kemana saja duit itu mengalir? Betulkah sebagian untuk dana kampanye Pemilu sebuah partai politik dan kampanye pemilihan presiden satu pasangan calon? Ada lagi cerita lain yang menarik. Pada 14 November 2008, Boedi Sampoerna, pengusaha dan salah satu bekas pemilik pabrik rokok Sampoerna, memindahkan depositonya sebesar US$ 96 juita (sekitar Rp 850 milyar) dari Bank Century Cabang Surabaya Kertajaya ke Kantor Pusat Operasional Senayan, Jakarta. Sehari kemudian, 15 November 2008, Dewi Tantular, Kepala Divisi Bank Notes (uang kertas asing) Bank Century dan Robert Tantular, salah satu pemilik dan pemegang saham pengendali Bank Century, mencairkan deposito Boedi Sampoerna itu sebesar US$ 18 juta (sekitar Rp 160 milyar). Kenapa bisa? Menurut pengakuan Robert Tantular (kini dalam penjara) kepada pewawancara BPK, dia dan Dewi Tantular meminjam dana itu dari Boedi Sampoerna. Sebagai bukti peminjaman, 14 November 2008, Robert Tantular dan Dewi Tantular telah membuat surat pernyataan utang sebesar US$ 18 juta kepada Boedi Sampoerna. Tapi Boedi Sampoerna membantah meminjamkan uangnya. Dana itu digunakan Dewi Tantular untuk menutupi kekurangan bank notes di Bank Century. Selama ini, rupanya Dewi Tantular sering menjual uang kertas asing ke luar negeri dan hasilnya ia gunakan untuk keperluan pribadi. Sampai di sini masalah yang ada antara Boedi Sampoerna dengan Dewi Tantular dan Robert Tantular. Namun ternyata setelah Bank Century ditalangi (bail-out) oleh pemerintah, deposito US$ 18 juta yang dipakai Dewi Tantular itu diganti dengan suntikan dana dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) alias dengan uang negara. Kasus dana US$ 18 juta ini sempat mencuat ke permukaan ketika terjadi heboh Mabes Polri dan Kejaksaan Agung lawan KPK. Pada 7 April dan 17 April 2009, Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengirim surat kepada manajemen Bank Century menyatakan bahwa deposito milik Boedi Sampoerna itu tak ada masalah. Padahal sebelumnya, Boedi (lewat pengacara) telah melaporkan Dewi Tantular dan Robert Tantular menggelapkan depositonya. Dan ketika Komjen Susno Duadji mengirimkan dua suratnya kepada manajemen Bank Century, deposito Boedi Sampoerna itu masih belum beres.
2
Deposito itu baru diganti oleh duit dari LPS pada 29 Mei 2009, atau sebulan setelah surat Susno
Duadji diterbitkan. Belum jelas apa yang terjadi di balik semua ini. Tapi dua hari setelah deposito Boedi Sampoerna dipindahkan ke Jakarta, 16 November 2008, atas perintah Robert Tantular, sejumlah US$ 42,80 juta dari deposito itu dipecah-pecah menjadi 247 NCD (Negotiable Certificate Deposit), dengan nilai nominal masing-masing Rp 2 milyar. NCD itu menggunakan nominee atas nama KTP para pelamar karyawan Bank Century, dan diserahkan kepada Boedi Sampoerna pada 16 November 2008. Tindakan ini jelas untuk mengelabui pemerintah. Dengan pemecahan deposito itu menjadi NCD bernilai Rp 2 milyar, maka bila Bank Century ambruk, deposito yang sudah dipecah-pecah menjadi Rp 2 milyar itu sepenuhnya dijamin dan diganti oleh pemerintah (LPS ). Dari keterangan Robert Tantular tadi, agaknya bisa dibaca ada semacam kesepakatan antara Boedi Sampoerna dengan Robert dan Dewi Tantular untuk menyelamatkan depositonya di bank yang sedang karam itu. Tampaknya utang US$ 18 juta pada Dewi Tantular, pemecahan deposito jadi Rp 2 milyar, dan pemindahan deposito dari Surabaya ke Jakarta, saling berhubungan, dan itu relevan dengan kesepakatan menyelamatkan deposito itu bila Bank Century ambruk. Tapi mungkin ada cara penyelamatan lain yang lebih menarik bagi Boedi Sampoerna sehingga semuanya menjadi batal. Nyatanya, setelah sebulan berada di tangannya, 17 Desember 2008, Boedi Sampoerna mengembalikan 247 NCD itu kepada Bank Century dan menyatakan tak pernah menyetujui depositonya dipecah-pecah seperti itu. Memang akhirnya deposito Boedi Sampoerna termasuk yang bisa diselamatkan, tapi bukan dengan cara memecahnya menjadi Rp 2 milyar seperti dimaksud oleh Robert Tantular. Melainkan melalui pembayaran oleh dana yang berasal dari talangan negara (LPS). Bila disimak hasil investigasi BPK, penyelamatan Bank Century adalah kisah dari suatu pelanggaran ke pelanggaran yang lain. Orang-orang yang bertanggung-jawab dalam soal itu sangat jelas harus dibawa ke pengadilan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Kalau Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah harus meringkuk di penjara bertahun-tahun cuma karena soal dana yayasan Bank Indonesia Rp 100 milyar (tanpa sepeser pun terbukti
3
dinikmatinya), dengan berbagai pelanggaran Peraturan BI yang ditemukan BPK dan melibatkan
dana sampai Rp 6,7 triliun dalam kasus Bank Century, bagaimana dengan Gubernur BI Budiono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani? Atau bagaimana pula atasan mereka, Presiden SBY? Dalam soal ini bisa dilihat proses bail-out bank ini oleh pemerintah. Ternyata sekali pun sudah mendapat fasilitas FPJP dari Bank Indonesia, penyakit Bank Century bertambah parah. Akhirnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang ditenggarai berdampak sistemik. Keputusan itu disampaikan melalui surat kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), 20 November 2008. Lalu dinihari, 21 November 2008, KSSK dipimpin Sri Mulyani, mengadakan rapat , dihadiri oleh Gubernur BI Budiono (yang juga anggota KSSK), dan Dirut Bank Mandiri Agus Martowardoyo. Persisnya rapat berlangsung mulai pukul sampai WIB, diawali dengan presentasi Bank Century oleh Bank Indonesia. Berdasarkan notulen yang ada diketahui bahwa rapat itu tak bisa menerima argumen Bank Indonesia tentang dampak sistemik yang diakibatkan oleh Bank Century. Kemudian sejak pukul 04.25 sampai pukul pagi dilakukan rapat KSSK khusus yang dihadiri hanya oleh tiga orang: Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Raden Pardede sebagai Sekretaris KSSK, dan Gubernur Bank Indonesia Budiono selaku anggota KSSK. Rapat ini pun kabarnya tetap tak bisa membuat keputusan sampai Sri Mulyani menelepon Presiden ke Brasil. Rapat kemudian memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampat sistemik dan pengelolaan bank itu selanjutnya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dari audit yang dilakukan BPK diketahui bahwa rapat itu tak mendapat informasi yang utuh dari Bank Indonesia. Sebagai bukti, surat Gubernur Bank Indonesia nomor 10, tertanggal 20 November 2008, menyebutkan bahwa untuk menaikkan CAR Bank Century dari negatif 3,53% menjadi 8%,
4
dibutuhkan tambahan modal Rp 632 milyar
dibutuhkan tambahan modal Rp 632 milyar. Surat ini menjadi acuan ketika rapat pagi 21 November 2008 memutuskan status gagal Bank Century. Ternyata dalam rapat LPS, 23 November 2008, untuk menetapkan biaya penanganan Bank Century, Bank Indonesia menyebutkan angka tadi melonjak menjadi Rp 2,6 triliun. Berdasar angka Bank Indonesia itu, rapat LPS memutuskan dana untuk menangani Bank Century mencapai Rp 2,77 triliun. Perubahan angka itu oleh Bank Indonesia menyebabkan dalam rapat KSSK, 24 Novem ber 2008, Ketua KSSK Sri Mulyani sempat mempertanyakan kemampuan Bank Indonesia membuat penilaian. Kalau penilaian Bank Indonesia diragukan, menurut Sri Mulyani, secara fundamental akan berpengaruh terhadap evaluasi kemampuan KSSK melakukan penilaian risiko sistemik. Dari pemeriksaan oleh BPK diketahui bahwa Bank Indonesia memang tak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir tentang kondisi Bank Century kepada KSSK. Informasi yang disembunyikan itu, misalnya, ialah tentang PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) terhadap surat-surat berharga valuta asing yang dimiliki Bank Century. Dengan kata lain, surat-surat berharga yang dimiliki Bank Century ternyata bodong sehingga tak ada nilainya, tapi oleh laporan Bank Indonesia masih diberi nilai. Belakangan setelah Bank Century ditangani LPS, barulah semua informasi itu dikeluarkan sehingga biaya yang harus disediakan LPS terus melonjak, dan akhirnya mencapai Rp 6,7 triliun. Jumlah itu mencapai 10 kali usulan semula Bank Indonesia yang hanya Rp 632 milyar. Sekarang, isu Bank Century menjadi sentral dalam politik Indonesia. Riuh-rendah pertarungan antara Polri, Kejaksaan Agung, dengan KPK, agaknya erat kaitannya dengan kasus Bank Century, yaitu setelah KPK berencana mengusut kasus Bank Century (bersamaan dengan pengusutan kasus IT Komisi Pemilihan Umum). Setelah hasil audit investigasi BPK itu dilaporkan ke DPR, Partai Demokrat sebagai pendukung utama Presiden SBY, tiba-tiba menjadi pendukung hak angket yang sedang bergulir kencang di DPR. Dengan langkah itu Partai Demokrat berupaya menyelamatkan Presiden SBY, dengan melepaskan Wakil Presiden Budiono dan Menkeu Sri Mulyani hanyut diseret arus gelombang Century. Apalagi menurut kabar yang beredar keras mulai Desember ini, Bank Century akan menjadi isu utama para demonstran di jalan-jalan.
5
Dan bisik-bisik terdengar bahwa Menko Perekonomian Hatta Rajasa serta Ketua Umum Golkar
Aburizal Bakrie kini bersiap-siapkan untuk menggantikan Budiono sebagai Wakil Presiden. Tentang hasrat Hatta Rajasa untuk menggantikan Budiono bisa terbaca dari gebrakan politisi senior PAN, Amien Rais yang gencar menuntut agar Budiono dan Sri Mulyani mundur dari jabatannya
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.