Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Materi Ke-7: BATANG TUBUH (ISI) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Materi Ke-7: BATANG TUBUH (ISI) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"— Transcript presentasi:

1 Materi Ke-7: BATANG TUBUH (ISI) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2 A. Tujuan instruksional Umum

3 B. Tujuan instruksional Khusus

4 C. Isi Kuliah: 1. KETENTUAN UMUM
Dikelompokan di tempat yang terdepan, jika tidak ada pengelompokan di tempatkan di Pasal pertama 2. Berisi tentang definisi, batasan, penegrtian dan singkatan yang dipakai dalam peraturan perundang-udangan yang bersangkutan 3. Istilah yang tidak mungkin menimbulkan salah paham atau salah pengertian tidak perlu didefinisikan

5 Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan : a. ……………… b. ………………
4. Penyingkatan nama lembaga atau badan tidak perlu dilakukan apabila penyingkatan tsb sudah dikenal secara umum, apabila belum dikenal, maka perlu dicantumkan 5. Rumusan : Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan : a. ……………… b. ……………… c……………….. Dapat ditulis dengan angka, maupun pasal

6 6. Kadang-kadang definisi diperluas dengan menggunakan “termasuk” , disebut definisi parsial
7. Contoh : UU No.4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penamabahan Pasal KUHP Pasal 95a Pesawat udara Indonesia, adalah pesawat yang didaftarkan di Indonesia Termasuk juga pesawat Indonesia, adalah pesawat asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia

7 8. Definisi insidentil apabila ada kata “dimaksud” atau “sebagaimana dimaksud”
Contoh pasal 6 ayat (1) UU no. 9 tahun 1976 Tentang Narkoba Pasal 6 Apotik, pabrik farmasi, pedagang besar farmasi dapat membeli Narkotika dari pedagang besar tersebut dalam pasal 9

8 Ada yang bersifat kompleks;
2. MATERI YANG HENDAK DIATUR Sifatnya ada yang sederhana, diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan; Ada yang bersifat kompleks; Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum.

9 3. KETENTUAN PIDANA 1. Terdiri atas norma dan sanksi , berisi keharusan (gebod) atau perintah/larangan (verbod) 2. Blancostraftbepaling, ketentuan pidana yang ditetapkan lebih dahulu sedang norma akan ditentuakan kemudian. Ada pula norma yang tidak ada sanksinya 3. Dapat pula sanksi ditentukan dalam undang-undang, dan norma diatur dalam peraturan daerah, misalnya perda DKI sebagai pelaksanaan pasal 2 ayat (1) huruf b Hinder Ordonantie

10 Dalam merancang suatu peraturan yang memuat ancaman pidana harus memperhatikan ketentuan pasal 103 KUHP yang menetapkan bahwa “ Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”; Contoh pasal 53 ayat (2) menetapkan maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi 1/3; Harus mencantumkan selalu pidana maksimum

11 7. Hal yang tidak umum : memberikan delegasi kepada peraturan pelaksana dalam memuat sanksi pidana
8. Harus memiliki norma selaku peraturan perundang-undangan 9. Pengaturan pejabat PNS yang diberi weweangan menyidik pidana tertentu, dimuat setelah ketentuan pidana atau aturan hukum

12 Ketentuan Pidana terdiri atas norma dan Sanksi ( Huruf C
Ketentuan Pidana terdiri atas norma dan Sanksi ( Huruf C.3 dan BAB V pasal 33 dalam lampiran UU 10 Tahun 2004) Ketentuan pidana hanya pada UU dan Perda (huruf 90 Lampiran UU nomor 10 tahun 2004) Dalam Perda sanksi pidana tidak boleh hukuman kurungan setinggi-tingginya 6 bulan dan denda sebesar-besarnya Rp. 50 juta (pasal 143 ayat (2) dan (3) UU no.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, kecuali jika merupakan pelaksanaan dari UU, sifatnya hanya merefer Sifat Kumulatif, Alternatif, dan Kumulatif Alternatif Dapat saja norma diatur dalam undang-undang, sanksi diatur dalam peraturan daerah, misalnya peraturan daerah DKI sebagi pelaksanaan pasal 2 ayat (1)

13 Untuk norma pidana harus memperhatikan ketentuan pasal 103 KUHP yang menetapkan bahwa “Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain” Bab I sampai Bab VIII berisi ajaran umum, sebagai contoh pasal 53 ayat (2) menetapkan maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi 1/3. Peraturan perundang-undangan lain tidak perlu mencantumkan percobaan kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Contoh UU nomor 9 Tahun 1976 menetapkan “ Percobaan melakukan tindakan pidana sebagaimana dimaksu pasal 36 ayat (1) sampai dengan pasal 37 dipidana penjara sama dengan penjara bagi tindak pidana” .

14 Dalam merumuskan ancaman pidana yang memuat norma dan sanksi pidana hendak merumuskan dengan jelas, tegas dan cermat sehingga orang dapat mengetahui dengan mudah apa yang dilarang atau diwajibkan, karena satu dan lain berhubungan erat dengan kepastian hukum bagi individu Contoh pasal 78 ayat (15) UU Kehutanan “ Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara”

15 Tidak boleh merumuskan ketentuan pidana terhadap pelanggaran ketentuan dari peraturan perundang-undangan tanpa menyebutkan pasal yang memuat norma secara terperinci Ancaman pidana terhadap pelanggaran harus senantiasa menyebutkan pidana maksimum

16 Sanksi Pidana dalam Peraturan Pemerintah
PP untuk melaksanakan UU dapat memuat sanksi pidana yang jenis dan batas hukumannya ditetapkan dalam UU yang bersangkutan : Contoh yang tidak lazim dalam teknik perundang-undangan : UU 5 tahun 1967 tentang ketentuan Pkok-pokok Kehutanan, pasal 19 menyebutkan : (1) Peraturan pelaksanaan dari UU memuat sanksi pidana berupa hukuman penjara atau kurungan dan atau denda (2) Tindak pidana tersebut dalam ayat (1) menurut sifatnya dapat dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran b. Bebeberapa pihak mengusulkan ketentuan pidana untuk semua jenis peraturan perundang-undangan Pengangkatan pejabat pegawai negeri sipil yang diberi kewenangan menyidik tindak pidana tertentu (contoh KPK, Perikanan, dll)Tempatnya diatur setelah ketentuan pidana

17 4. KETENTUAN PERALIHAN Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada pada saat peraturan perundang-undangan baru mulai berlaku, agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum; Ketentuan peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan diantara bab ketentuan pidana dan bab ketentuan penutup. Jika dalam peraturan perundang-undangan tidak diadakan pengelompokkan bab, pasal yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup;

18 Pada saat suatu peraturan perundang-undangan dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun sesudah peraturan perundang-undangan yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru; Di dalam peraturan perundang-undangan yang baru, dapat dimuat pengaturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu;

19 Penyimpangan sementara itu, berlaku juga bagi ketentuan yang diberlakusurutkan;
Jika suatu peraturan perundang-undangan diberlakukan surut, peraturan perundang-undangan tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi, atau hubungan hukum yang ada didalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya; Contoh : Selisih tunjangan perbaikan yang timbul akibat peraturan pemerintah ini dibayarkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak saat tanggal pengundangan peraturan pemerintah ini.

20 Mengingat berlakunya asas-asas umum hukum pidana, penentuan daya laku surut hendaknya tidak diberlakukan bagi ketentuan yang menyangkut pidana atau pemidanaan; Penentuan daya laku surut sebaiknya tidak diadakan bagi peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan yang memberi beban konkret kepada masyarakat;

21 Jika penerapan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan ditunda sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu, ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut harus memuat secara tegas dan rinci tindakan hukum dan hubungan hukum mana yang dimaksud, serta jangka waktu atau syarat-syarat berakhirnya penundaan sementara tersebut; Contoh : Izin ekspor rotan setengah jadi yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah…Tahun…masih tetap berlaku untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengundangan Peraturan Pemerintah ini.

22 Hindari rumusan dalam ketentuan peralihan yang isinya memuat perubahan terselubung atas ketentuan Peraturan Perundang-Undangan lain. Perubahan ini hendaknya dilakukan dengan membuat batasan pengertian baru didalam ketentuan umum Peraturan Perundang-undangan perubahan; Contoh: Pasal 35 (1) Desa atau yang disebut dengan nama lainnya yang setingkat dengan desa yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan sebagai desa menurut Pasal 1 huruf a

23 6. Ketentuan Penutup Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokkan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal-pasal terakhir. Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai: Penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan; Nama singkat; Status Peraturan Perundang-Undangan yang sudah ada; dan Saat mulai berlaku Peraturan Perundang-Undangan.

24 Ketentuan penutup dapat memuat peraturan pelaksanaan yang bersifat : a
Ketentuan penutup dapat memuat peraturan pelaksanaan yang bersifat : a. menjalankan (eksekutif), misalnya penunjukkan pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk memberikan izin, mengangkat pegawai, dll; b. Mengatur (legislatif), misalnya memberikan kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan.

25 Bagi nama peraturan perundang-undangan yang panjang dapat dimuat ketentuan mengenai nama singkat (judul kutipan) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Nomor dan tahun pengeluaran peraturan yang bersangkutan tidak dicantumkan; Nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah pengertian.

26 D. Alamat Situs

27 Latihan Soal Ke-7


Download ppt "Materi Ke-7: BATANG TUBUH (ISI) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google