Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehRumah Gerry Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Kelahiran (2) Meng-adzan-kan dan iqamat-kan Musyadda – Yahya – Sufyan – A’shim bin Ubaid – Ubaid bin Abi Rafi’ dari ayahnya, yaitu Abu Rafi’ ra: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ Aku melihat Rasul saw meng-adzan-kan di telinga Hasan bin Ali ra ketika dilahirkan oleh Fathimah dengan sholat. (HR.Abu Daud) Muhammad bin Basshar – Yahya bin Said – Abdurrahman bin Mahdi keduanya mendengar dari Sufyan – A’shim bin Ubaid – Ubaid bin Abi Rafi’ dari ayahnya yaitu Abu Rafi’ ra:….( Thurmudzi dengan sanad yang Hasan) Waqi’ – Sufyan – A’shim bin Ubaid – Ubaid bin Abi Rafi’ dari ayahnya yaitu Abu Rafi’ ra: Yahya bin Said – Sufyan – A’shim bin Ubaidillah – Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya yaitu Abu Rafi’ ra: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ Sesungguhnya Nabi Muhammad saw meng-adzan-kan di telinga Hasan bin Ali ra ketika dilahirkan oleh Fathimah (HR.Ahmad dalam kitabnya al-Musnad) Hadits yang semakna juga dikeluarkan oleh Imam Hakim dalam kitabnya al- Mustadrak dan Imam Baihagi.
2
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ Ubaid bin Abi Rafi’ A’shim bin Ubaid Yahya Musyaddad Abu Daud Abu Rafi ra Sufyan Abdurrahman bin Mahdi Yahya bin Said Muhammad bin Basyyar Thurmudzi Yahya bin Said Waqi’ Ahmad
3
عاصم بن عبيد الله بن عاصم بن عمر بن الخطاب القرشى العدوى العمرى ، المدنى ( ابن أخى حفص بن عاصم ) الوفاة : 132 هـ روى له : عخ د ت س ق ( البخاري في خلق أفعال العباد - أبو داود - الترمذي - النسائي - ابن ماجه ) رتبته عند ابن حجر : ضعيف رتبته عند الذهبي : ضعفه ابن معين ، و قال البخارى و غيره : منكر الحديث وقال عبد الله: قال أبي: سمعت سفيان بن عيينة يقول: كان بعض الشيوخ يتقي حديث عاصم بن عبيد الله، الذي يحدث عن عبد الله بن عامر بن ربيعة. «العلل» ( 4923 ). Husain bin Ali ra: مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ وَأُمُّ الصِّبْيَانِ هِيَ التَّابِعَةُ مِنْ الْجِنِّ Siapa yang melahirkan lalu di adzan-kan di telingahnya bagian kanan dan meng-iqamat-kan di telinga bagian kirinya, tidak membahayakannya ‘ummu sibyan’. Dan maksud Ummu Sibyan itu adalah sebangsa Jin yang mengikutinya. (HR.Ibnu Sunni, dan dikeluarkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Talkhis dan beliau tidak mengomentarinya)
4
Setelah menuliskan hadits ini, dikatakan dalam kitab Tuhfadzul Ahwadi: وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى سُنِّيَّةِ الْأَذَانِ في أذن المولود. قال القارىء وَفِي شَرْحِ السُّنَّةِ رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ كَانَ يُؤَذِّنُ فِي الْيُمْنَى وَيُقِيمُ فِي الْيُسْرَى إِذَا وُلِدَ الصَّبِيُّ. Dalam hadits ini ada dalil akan kesunnahan adzan di telinga anak yang baru dilahirkan. Al-Imam Qari rhm dalam kitabnya Syarah as-Sunnah meriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra beliau meng-adzan-kan di telinga kanan dan meng-iqamat-kan di telinga kiri jika ada kelahiran. Pendapat Para ulama; Umar bin Abdul Aziz rhm; Menganjurkan untuk mengadzankan dan meng- iqamatkan Hanafiyyah, Syafiiyyah, Hanabilah dan Hasan al-Basri rhm; Disunnahkan untuk meng=adzan-kan di telinga kanan dan meng-iqamat-kan di telinga kiri. Ibnu Qayyim rhm di dalam kitabnya (Tuhfatul Maulud bi Ahkamil Maulud, 25-26): Setelah menganjurkan untuk meng-adzan-kan dan meng-iqamat- kan, beliau menjelaskan hikmah dari adzan itu sendiri; Yang pertama didengar oleh si bayi saat di dunia adalah kalimat mulia yang mengandung ke-Maha Besaran Allah, dua kalimat Syahadat, kalimat Tauhid
5
Menyebabkan larinya setan saat mendengar adzan Mendahulukan panggilan untuk menuju Allah dan ibadah dari pada panggilan setan Malikiyyah dan sebagian ulama: Tidak menganjurkan karena hadits lemah Abu Hurairah ra, Rasul saw: مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا Tidak ada manusia yang melahirkan kecuali disentuh oleh setan saat melahirkan, maka dia berteriak menangis dari sentuhan setan, kecuali Maryam dan putranya..(HR.Bukhari) Abu Hurairah ra, Rasul saw: إِذَا نُودِيَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ، وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ، فَإِذَا قُضِيَ الأَذَانُ أَقْبَلَ Jika diserukan suara adzan setan akan berpaling dan ditelinganya ada penyumbat hingga tidak mendengar suara adzan, bila telah selesai adzan dia kembali …(HR.Bukhari)
6
Hadits Dhaif (lemah) Hadits terbagi menjadi; Shahih, dibagi dua; Shahih Lidzatihi (dia sendiri shahih) dan Shahih Lighairihi (karena lainnya) Hasan, dibagi dua: Hasan lidzatihi dan Hasan lighairihi. Dhaif, dibagi dua: Dhaif dan Dhaif Jiddan (lemah sekali) Hadits Shahih dan Hasan dengan kedua jenisnya sepakat diamalkan oleh para ulama, dan Hadits Dhaif Jiddan ditinggalkan. Tapi dalam masalah Dhaif, para ulama berbeda pendapat dalam mengamalkannya. Pendapat Ulama mensikapi Hadits Dhaif: Tidak diamalkan secara Mutlak, tidak dalam masalah Aqidah, hukum atau fadhail a’mal (hadits yang memotifasi untuk beramal sholeh dan meninggalkan kemaksiatan). Yang berpendapat seperti ini seperti; Imam Bukhari, Muslim, Abu Zakaria an-Naisaburi, Abu Zur’ah ar-Razi, Abu Hatim ar-Razi, Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Ibnu Hibban, Abu Sulaiman al-Khattabi, Ibnu Hazm at-Dzahiri, Ibnu Taimiah, Syaukani, Ahmad Syakir. Ulama terkini Syaik al-Bani dan Muqbil bin Hadi.
7
Berkata Al-Bani rhm: العمل بالضعيف فيه خلاف عند العلماء و الذي ادين الله به و ادعوا الناس اليه ان الحديث الضعيف لا يعمل به مطلقا.... Beramal dengan hadits lemah terdapat perbedaan diantara para ulama, dan aku memilih untuk ber-Agama dan mengajak manusia bahwa hadits lemah tidak diamalkan secara mutlak..(Shahih Targhib wa tarhib, 1/47) Hadits lemah tidak diamalkan dalam masalah hukum dan Aqidah, tapi di amalkan dalam masalah fadhail a’mal, at-Targhib dan Tarhib. Dengan menetapkan beberapa syarat. Yang berpendapat seperti ini seperti; Ibnu Hajar al-Asqolani, Imam Nawawi, Ibnu Jama’ah, at-Thibbiy, abu Fadl al- Iragi, Ibnu Daqiqil Ied, Ibnu Hajar al-Haitsami, as-Shan’ani. Ulama terkininya seperti; Syaikh Bin Baz (Mufti Saudi), Syaik Sholeh al-Luhaidan, Syaik Sholeh Fauzan, Syaikh Ali Hasan al-Halabiy serta sebagian besar ulama dari Hadramaut. Syarat dapat diamalkannya Hadits lemah itu; Bukan Hadits palsu atau Dhaif jiddan (lemah sekali) Yang melakukannya mengetahui bahwa Hadits itu Dhaif Makna dan kandungannya ada dasarnya dalam syariat
8
Ibnu Hajar rhm: و لا فرق في العمل بالحديث الضعيف في الاحكام او الفضائل اذ الكل شرع Tidak ada bedanya ber-amal dengan hadits dhaif dalam masalah hukum atau fadhail karena semuanya disyariatkan. (Tabinu al-A’jab, 4) Syaik Sholeh bin Abdul Aziz Alu Syaikh: اما في فضائل الاعمال فيجوز ان يستشهد بالحديث الضعيف في فضائل الاعمال و ان يذكر لأجل ترغيب الناس في الخير, و هذا هو المنقول عن ائمة الحديث و ائمة السلف.. Adapaun dalam masalah Fadhail a’mal maka diperbolehkan untuk bersaksi dengan hadits lemah dalam masalah keutamaan a’mal dan untuk mengingatkan dan mendorong manusia dalam kebaikan, inilah yang dinukil dari para imam Ahli Hadits dan ulama salaf.. (Disampaikan dalam Muktamar dengan judul Washaya A’mmah) Diamalkan secara mutlak. Ulama yang berpendapat seperti ini, diantaranya; Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud as-Suyuthi rhm, mereka berdua hadits lemah lemah kuat bila dibandingkan pendapat para ulama.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.