Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

“KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEBAGAI AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA” Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "“KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEBAGAI AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA” Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH."— Transcript presentasi:

1 “KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEBAGAI AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA” Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat Disampaikan dalam acara Konferensi Wilayah PPAT di Hotel Haris Festival City Link Bandung Bandung, 14 November 2015 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

2 MAHKAMAH AGUNG DAN LINGKUP PERADILAN DIBAWAHNYA
(UU NO. 48 TAHUN 2009 Tentang KEKUASAAN KEHAKIMAN) PERADILAN UMUM (UU No. 49/2009 Jo UU No. 8/2004 Jo UU No. 2/1986) PERADILAN TATA USAHA NEGARA (UU No. 51/2009 Jo UU No. 9/2004 Jo UU No. 5/1986) PERADILAN AGAMA (UU No. 50/2009 Jo UU No. 6/2003 Jo UU No. 7/1989) PERADILAN MILITER (UU No. 31/1997) PENGADILAN HAM - PENGADILAN PAJAK - PENGADILAN ANAK - PENGADILAN NIAGA - PENGADILAN KORUPSI - PHI - PENGADILAN PERIKANAN DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

3 Pejabat Pembuat Akta Tanah atau selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun yang terletak di wilayah kerjanya. (Lihat UU No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 / 1997, PP No. 37 / 1998 jo Permenag / KBPN No.1 / 2006) DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

4 Notaris dan PPAT pada umumnya menjabat sebagai PPAT, bahwa kedua jabatan tersebut berbeda sifat dan lingkup kegiatannya, karena seringkali secara keliru ada yang menyamakan kedua jabatan tersebut, karena Notaris dan PPAT sama-sama berwenang membuat Akta, yang tugas dan wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

5 Bahwa berbagai perbuatan hukum mengenai tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Tanpa bukti berupa akta PPAT, para Kepala Kantor Pertanahan dilarang mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan. Selain itu dilarang orang lain selain PPAT, membuat akta-akta yang dimaksudkan. Yang berarti bahwa para PPAT memegang “monopoli” dalam pembuatan akta-akta tersebut. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

6 Masalah yang dihadapi Notaris / PPAT dalam keadaan tertentu berpotensi terjadi perbuatan melawan hukum, baik perkara pidana maupun perkara perdata dan perkara administrasi. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

7 PMH Menurut Hukum Perdata
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) PMH Menurut Hukum Pidana DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

8 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Perbuatan melawan hukum menurut Hukum Perdata lebih luas, karena berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian itu, mengganti kerugian tersebut, sehingga untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum harus dipenuhi 4 (empat unsur) yaitu: Harus ada yang melakukan perbuatan Perbuatan itu harus melawan hukum 2. Perbuatan tersebut harus menimbulkan kerugian pada orang lain Perbuatan itu karena kesalahan Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

9 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Sedangkan berdasarkan Yurisprudensi terdapat 4 (empat) kriteria perbuatan melanggar hukum yaitu perbuatan yang melakukan perbuatan: Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku Melanggar hak subjektif orang lain Melanggar kaidah tata susila Bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan yang dengan sesama warga atau terhadap harta benda orang lain DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

10 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Walaupun arti melawan hukum dibidang hukum pidana tidak bedanya dengan arti melawan hukum menurut Hukum Perdata, akan tetapi Perbuatan Melawan Hukum dalam bidang Hukum Pidana lebih sempit daripada dibidang Hukum Perdata, karena adanya pembatasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 KUHPidana yang memberlakukan azas legalitas. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

11 Alat bukti yang sah dalam perkara pidana : Keterangan saksi
Pasal 184 KUHAP Alat bukti yang sah dalam perkara pidana : Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

12 ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA
BUKTI SURAT BUKTI DENGAN SAKSI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA PASAL 164 HIR PERSANGKAAN PENGAKUAN SUMPAH DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH

13 TEORI SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA
CONVICTION-IN TIME TEORI SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA CONVICTION RAISONEE PEMBUKTIAN MENURUT UNDANG-UNDANG SECARA POSITIF (positief wettelijk bewijstheorie) PEMBUKTIAN MENURUT UNDANG-UNDANG SECARA NEGATIF (negatief wettelijk bewijstheorie) DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

14 ALAT BUKTI TERTULIS DALAM HUKUM PERDATA
1 Alat bukti tertulis merupakan salah satu bukti yang dikenal dan diakui dalam hukum acara perdata kita 2 Pengaturan yang terdapat dalam HIR tentang alat bukti tertulis bersifat sangat sumir. Pasal 165 HIR hanya memberikan definisi tentang akta-akta otentik 3 Pemb uktian denga n tulisa n diatur secar a lebih lengk ap dan lebih rinci dalam buku keem pat B.W ( Pasal s/d ). Terlep as dari kenya taan bahw a pene mpata nnya dalam buku keem pat dari segi doktri n tidak dapat diben arkan DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

15 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Sekalipun suatu akta otentik memiliki suatu kekuatan pembuktian lengkap (volledig bewijs), namun tidak tertutup kemungkinan untuk suatu pembuktian tentang kebalikannya (tegenbewijs) DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

16 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Dalam doktrin dikenal 3 (tiga) jenis kekuatan pembuktian yakni : Kekuatan pembuktian suatu akta dilihat dari segi wujudnya (uitwendige bewijskracht). Kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht) DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

17 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
ALAT BUKTI SURAT DALAM PERKARA PIDANA Pasal 186 KUHAP, yakni: Surat yang dibuat atas sumpah jabatan, atau surat yang dilakukan dengan sumpah. Dapat dianggap sebagai bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti yakni, suatu berita acara, yang membuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya. Surat yang berbentuk ketentuan perundang-undangan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Surat keterangan ahli, dan atau surat lainnya yang bersifat resmi. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

18 POTENSI PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH PPAT/NOTARIS
Pemalsuan dokumen (Pasal 263 dan 264 KUHP) Penggelapan (Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP) Tindak pidana pencucian uang TPPU UU No. 8 Tahun 2010 Memberikan keterangan palsu dipersidangan (Pasal 242 KUHP) DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

19 POTENSI GUGATAN PERDATA YANG DILAKUKAN OLEH PPAT/NOTARIS
PERBUATAN MELAWAN HUKUM WANPRESTASI DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

20 CONTOH PERKARA PERDATA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
Akta jual beli tanah PPAT dengan akta kosong atau blanko kosong Jual beli tanah dihadapan Notaris yang bukan PPAT Akta jual beli dibuat PPAT tidak disebut No. Persil, Kohir, Blok dan kolom-kolom tidak diisi DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

21 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Kedudukan akta PPAT sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana adalah sama dengan alat-alat bukti yang lain yaitu sebagai alat bukti surat. Hal ini dikarenakan dalam acara pidana akta PPAT tidak memiliki kekuatan yang sempurna. Hakim tidak harus mempercayai bahwa isi akta PPAT tersebut benar. Dengan demikian nilai alat bukti tersebut bersifat bebas karena yang dicari dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materil. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH

22 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
TERIMA KASIH DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH


Download ppt "“KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEBAGAI AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN PIDANA” Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google