Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Penentuan Harga Transfer (Transfer pricing)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Penentuan Harga Transfer (Transfer pricing)"— Transcript presentasi:

1 Penentuan Harga Transfer (Transfer pricing)
Manajemen Pajak Penentuan Harga Transfer (Transfer pricing)

2 Globalisasi ekonomi telah membawa dampak semakin meningkatnya transaksi internasional atau cross border transaction. Salah satu masalah perpajakan yang timbul dari transaksi ini adalah masalah transfer pricing. Istilah transfer pricing berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa, atau harta tak berwujud antar perusahaan dalam suatu perusahaan multinasional. Transfer pricing secara pejoratif diartikan sebagai harga yang ditetapkan oleh perusahaan multinasional dengan maksud untuk mengalokasikan penghasilan dari suatu perusahaan ke perusahaan lainnya pada negara yang berbeda dalam perusahaan multinasional tersebut dengan tujuan menurunkan laba kena pajak di negara yang mempunyai tarif pajak tinggi dan mengalihkan labanya di negara lain yang tarif pajaknya rendah atau bahkan nol. Terutama apabila antara negara-negara tersebut tidak mempunyai peraturan anti-penghindaran pajak (anti tax avoidance). Perusahaan-perusahaan multinasional dapat dengan mudah menentukan harga barang, jasa, atau harta tak berwujud untuk tujuan penghindaran pajak. Dampak transfer pricing adalah harga yang terlalu tinggi (overpricing), atau sebaliknya harga yang terlalu rendah (underpricing). Hal ini sering terjadi dalam kasus dumping untuk perdagangan internasional. Selain motivasi bisnis, transfer pricing multinasional juga dimaksudkan untuk mengendalikan, mekanisme arus sumber daya antara anggota grup dan maksimalisasi laba setelah pajak.

3 Perusahaan Multinasional
Pengertian perusahaan multinasional (multinasional company, multinasional enterprise) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: Frederick D.S Choi dan Gerhard G. Mueller Multinational corporations transfers technology all over the globe, raises capital where it is cheapest, often produces where costs are lowest, and develops markets wherever people will buy its products and services. Dr. Gunadi, M.Sc., Ak Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di berbagai negara dengan membuka cabang, mengorganisasi anak perusahaan atau melakukan kontrak keagenan dan sebagainya. Christopher Nobes dan Robert Parker Multinational companies may be broadly as those which produce a good or a service in two or more countries. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan multinasional adalah perusahaan-perusahaan yang beroperasi melewati lintas batas antar-negara, yang terikat hubungan istimewa baik karena penyertaan modal saham, pengendalian manajemen atau penggunaan teknologi dapat berupa anak perusahaan, cabang perusahaan, agen dan sebagainya, dengan berbagai tujuan, antara lain untuk memaksimalkan laba setelah pajak (meminimalkan pajak).

4 Hubungan Istimewa Hubungan istimewa terjadi antara perusaan induk dengan anak perusaannya atau cabang-cabangnya atau perwakilannya yang berada di dalam negeri , maupun yang berada di luar negeri. Di Indonesia diatur dalam Pasal 18 Ayat (3), (3a), dan (4) Undang-undang Pajak Penghasilan yang menyatakan sebagai berikut: Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan Kena pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar-pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu tersebut berakhir.

5 Hubungan Istimewa Hubungan istimewa sebagaimana dianggap ada apabila:
Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua wajib pajak atau lebih; atau Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, atau dua atau lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

6 Arm’s-Length Standard
Negara-negara OECD (Organization for Economic Coorporation and Development) termasuk Jerman, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat (yang terkenal dengan Section 482 of the US Internal Revenue Code), mempunyai metode untuk menguji apakah transfer pricing dari perusahaan multinasional sama dengan arm’s-length standard atau harga pasar wajar, yaitu tingkat harga antara pembeli dan penjual independen, bebas melakukan transaksi. Menurut arm’s-length standard harga-harga transfer seharusnya ditetapkan supaya dapat mencerminkan harga yang akan di susun oleh pihak-pihak yang tidak terkait yang bertindak secara bebas. Standar arm’s-length standard diterapkan dalam banyak cara, tetapi tiga metode yang paling banyak digunakan adalah the comparable uncontrolled pricing method, the resale pricing method, the cost plus pricing method, dan other method (Choi, Frederick D.S. & Mueller Gerhard G.: 1985), yang dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah ini: Comparable uncontrolled pricing method Metode ini mengevaluasi kewajaran transfer pricing dengan mengacu kepada tingkat harga yang terjadi antara unit yang independen atau antara perusahaan multinasional dengan unit yang independen. Secara teoritis termasuk yang paling baik, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala, misalnya perbedaan kuantitas, kualitas, kondisi, waktu penjualan, merek dagang, pangsa pasar, dan geografis pasar.

7 Arm’s-Length Standard
Resale pricing method Metode ini diterapkan untuk produk yang ditransfer ke anggota grup lainnya untuk dijual kembali. Kewajaran transfer pricing didekati dengan pengurangan harga penjualan kepada pihak independen dengan suatu mark up yang wajar (sebanyak profit dan biaya penjual). Kesulitan terjadi dalam menentukan mark up. Cost plus pricing method Metode ini mendekati kewajaran transfer pricing dengan menambahkan mark up yang wajar pada harga pokok (cost) pihak yang mentransfer. Pendekatan ini umumnya dipakai dalam hal penyerahan barang setengah jadi (semi finished product) atau salah satu anggota grup sebagai sub kontraktor dari yang lainnya. Other method Dalam keadaan tertentu, kombinasi ketiga metode di atas perlu diterapkan, atau mungkin metode lain, misalnya alokasi profit yang diperoleh grup perusahaan dalam transaksi tertentu, kalkulasi tingkat keuntungan yang pantas pada investasi Wajib Pajak.

8 Arm’s-Length Standard
Disamping keempat metode di atas masih terdapat alternatif metode lain yang dapat digunakan, yaitu: Global method Suatu pendekatan yang merupakan penyimpangan dari arm’s length price adalah metode global atau unitary taxation. Metode ini merupakan alokasi langsung atas laba dari beberapa entitas hukum yang merupakan anggota dari suatu kesatuan ekonomi. Aplikasi metode ini adalah dengan menjumlahkan semua laba dari tiap anggota grup kemudian mengalokasikannya berdasar beberapa faktor, misalnya penjualan, upah tenaga, dan modal kerja Safe havens Pendekatan ini dilakukan dengan menyusup suatu batas toleransi interval harga. Transfer pricing yang berada dalam batas tersebut tanpa evaluasi lebih lanjut langsung dianggap sebagai harga wajar.

9 Perlakuan Transfer Pricing Di Indonesia
Transfer pricing dapat terjadi baik antar Wajib Pajak dalam negeri maupun antara Wajib Pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di tax heaven countries. Terhadap transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa undang-undang perpajakan Indonesia menganut asas material (substance over from rule). Hubungan istimewa tersebut dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Transfer pricing tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penggalian penghasilan (income) atau dasar pengenaan pajak (tax based) dan atau biaya (cost), dari suatu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak yang mempunyai tujuan istimewa baik nasional maupun multinasional. Kekurangwajaran di atas dapat terjadi pada: Harga penjualan; Harga pembelian; Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost); Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan). Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa teknik dan imbalan jasa lainnya.

10 Perlakuan Transfer Pricing Di Indonesia
Dalam kasus Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mekanisme kredit pajak akan secara otomatis menetralisir transfer pricing. Namun pertimbangan waktu pembayaran dipertimbangkan. Hal ini dapat ditempuh melalui transfer pricing dengan menggeser pajak keluaran ke perusahaan hilir (menunda terutangnya PPN). Akibat positif definitif juga akan diperoleh dalam kasus PPnBM (Pajak penjualan barang mewah) dengan memperkecil transfer pricing atas DPP (dasar pengenaan pajak) yang kena PPnBM.

11 Perlakuan Transfer Pricing Di Mancanegara
Perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dalam arti perusahaan-perusahaan multinasional Indonesia yang mempunyai unit (anak perusahaan/cabang/perwakilan) di luar negeri maupun perusahaan-perusahaan multinasional di luar negeri yang mempunyai unit (anak perusahaan/cabang/perwakilan) di Indonesia pada umumnya akan senantiasa berusaha dengan instrumen transfer pricing, mencapai salah satu tujuannya memaksimalkan keuntungan dengan berupaya meminimalkan beban pajaknya, terutama Pajak Penghasilan Badan (Corporation income tax). Upaya yang dilakukan dengan pergeseran harga dari negara yang beban pajaknya tinggi ke negara yang beban pajaknya rendah atau nihil (tax heaven countries). Selain dari itu diadakan pula perjanjian bilateral di bidang perpajakan, dengan maksud antara lain untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda, sehingga beban pajak dapat ditekan.

12 Perlakuan Transfer Pricing Di Mancanegara
Contoh Kasus Transfer Pricing Antara Amerika Serikat dengan Jepang Dengan menetapkan suatu harga transfer yang tinggi dari pabrik-pabrik mereka di Jepang kepada cabang-cabang pemasaran mereka di Amerika Serikat, produsen-produsen mobil Jepang mampu mengurangi keuntungan yang ditunjukkan oleh cabang-cabang Amerika Serikat dan oleh karenanya mengurangi pajak-pajak AS. Staf Presiden Clinton memperkirakan bahwa kerugian dari transfer pricing seperti hal ini mungkin sama dengan $15 miliar per tahun. Besarnya persoalan ini ditunjukkan dengan suatu penelitian Internal Revenue Service akhir-akhir ini atas perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh asing yang menemukan bahwa mayoritas orang menyatakan terlalu rendah pendapatan pada pengembalian pajak mereka. Menurut penelitain tersebut, perusahaan-perusahaan Jepang merupakan yang paling cenderung dari 10 rekan dagang Amerika tertinggi yang menggunakan praktik-praktik transfer pricing yang tidak adil.

13 Penangkal Transfer Pricing
Ada beberapa prosedur yang dapat ditempuh untuk menanggulangi manuver pajak melalui transfer pricing antara lain: Menyingkap praktik bisnis intercompany secara lengkap sehingga dapat dievaluasi keinginan transfer pricing. Hal ini biasanya dimintakan kepada Wajib Pajak asosiasi. Informasi tersebut dilampirkan pada SPT tahunan. Harmonisasi pemajakan internasional untuk meniadakan disparitas beban pajak. Prosedur ini sangat ideal, namun sulit diaktualisasikan, karena pada umumnya setiap pemegang yuridiksi pemajakan cenderung menomorsatukan kepentingan nasionalnya. Suatu konsesi pajak selalu dihitung timbal- balik. Kerja sama Internasional. Prosedur ini dapat ditempuh melalui pertukaran informasi audit secara simultan atau audit pemajakan secara terpadu (antar-yuridiksi secara koordinatif). Advance pricing agreements (APA). Prosedur ini memperbolehan Wajib Pajak untuk membuat kesepakatan dengan otoritas pajak tentang aplikasi salah satu metode transfer pricing. Dengan demikian Wajib Pajak terikat untuk memakai metode tersebut, dan administrasi pajak menguji apakah kesepakatan tersebut dipatuhi.

14 Advance Pricing Agreement (APA)
Advance pricing agreement (APA) adalah persetujuan di antara Internal Revenue Service (IRS) dan perusahaan dengan menggunakan harga-harga transfer, yang menetapkan harga transfer yang disepakati. APA biasanya diperoleh sebelum perusahaan terikat dalam transfer. Maksud dari program APA adalah memecahkan masalah perselisihan transfer pricing dengan cara yang tepat, dan menghidari proses pengadilan yang menghabiskan banyak biaya. Negara-negara yang tergabung dalam OECD seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, New Zealand, dan Jepang telah mulai menerapkan prosedur APA untuk menyelesaikan masalah transfer pricing karena APA dinilai lebih efektif dalam pelaksanaannya. Dua pertiga dari MNC dalam suatu survei akhir-akhir ini menunjukkan bahwa mereka mengharapkan untuk menggunakan APA dalam menentukan harga transfer mereka. Dalam laporan OECD tahun 1995, advance pricing agreement didefiniskan sebagai: “an arrangement that determines, in advance of controlled transaction, an appropriate adjustment there to, critical assumptions as to future events for the determinations of the transfer pricing for that transaction over a given period of time”.

15 Advance Pricing Agreement (APA)
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa APA adalah suatu kesepakatan mengenai penentuan harga transaksi dari transaksi yang terjadi antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dengan cara menetapkan satu set kriteria yang sesuai (seperti metode, faktor-faktor pembanding, dan asumsi-asumsi) untuk periode waktu tertentu. Transaksi yang dimaksud di atas adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dalam sebuah perusahaan multinasional. Kesepakatan yang dibuat dalam APA terjadi antara Wajib pajak dengan otoritas pajak, bisa terjadi dengan satu otoritas pajak dan juga dengan dua otoritas pajak dari negara yang berbeda. Apabila APA dilakukan antara Wajib Pajak dengan otoritas pajak dalam satu negara maka disebut unilateral APA. Sedangkan apabila APA dibuat oleh Wajib Pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak dari negara yang berbeda maka disebut multilateral APA.

16 Advance Pricing Agreement (APA)
Inisiatif pelaksanaan APA baik yang unilateral maupun multilateral harus datang dari Wajib Pajak dengan cara mengajukan permohonan APA kepada otoritas Pajak, namun dalam prosedur pelaksanaannya untuk proses multilateral APA akan lebih rumit daripada unilateral APA. Dasar hukum diterapkannya unilateral APA adalah peraturan-peraturan domestik sedangkan multilateral APA dapat ditetapkan dengan salah satu pasal dalam tax treaty, yaitu pasal mengenai persetujuan bersama. Multilateral APA adalah persetujuan mengenai transfer pricing antara dua otoritas pajak dari dua negara dengan Wajib Pajak yang terlibat dalam transaksi. Dalam konteks tax treaty, maka multilateral APA dapat ditempuh dengan Pasal 9 dari tax treaty, yaitu mengenai arm’s length price dalam suatu hubunga istimewa dan proses penanganannya melalui Pasal 25 dari tax treaty, yaitu mengenai mutual agreement. Pasal 25 dari tax treaty menyebutkan bahwa apabila terdapat suatu keragu-raguan yang timbul dari interprestasi atau aplikasi atas ketetentuan-ketentuan yang terdapat dalam tax treaty maka otoritas pajak dari kedua belah pihak harus menyelesaikan masalah atay perbedaan tersebut melalui mutual agreement.

17 Advance Pricing Agreement (APA)
Manfaat Advance Pricing Agreement (APA) Wajib Pajak harus mempertimbangkan manfaat penyelenggaran APA berdasarkan situasi dan kondisi dari permasalahan Wajib Pajak. Beberapa manfaat dari diselenggarakannya APA adalah sebagai berikut: Memberikan kepastian kepada Wajib Pajak atas semua penghitungan mengenai harga transaksi dengan menggunakan metode yang disetujui; Memberikan kepastian terhadap kegiatan Wajib Pajak termasuk kepastian mengenai kewajiban pajak yang berkaitan dengan transfer pricing; Mengurangi biaya dan waktu pada saat diaudit, karena selama periode APA berlaku harga transaksi yang telah disepakati oleh Wajib Pajak dan otoritas pajak; Dapat mencegah praktik transfer pricing yang tidak benar dan semata-mata hanya untuk menghindari pajak.

18 Advance Pricing Agreement (APA)
Masalah dalam Penyelenggaraan APA Hal yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan APA yaitu kemungkinan adanya potensi kerugian seperti: Pengorbanan waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan APA; Wajib Pajak harus mengungkapkan informasi yang mungkin merupakan rahasia perusahaan kepada otoritas pajak. Apabila APA berhasil dilakukan maka Wajib Pajak harus melaksanakan setiap kesepakatan –kesepakatan yang tertulis dalam perjanjian tersebut selama periode berlakunya APA. Berdasarkan pengalaman negara-negara yang telah menerapkan APA, masa berlakunya APA berkisar antara tiga sampai empat tahun. Namun apabila Wajib Pajak berkehendak untuk memperpanjang masa berlakunya APA, maka dia dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu.

19 Advance Pricing Agreement (APA)
Yang perlu diperhatikan, bahwa APA tidak menjamin Wajib Pajak untuk tidak diaudit oleh otoritas pajak. Masalah-masalah yang tidak tercakup dalam APA masih dapat dilakukan audit dalam kriteria audit yang biasa dilakukan. APA tidak berlaku retroaktif sehingga masalah transfer pricing yang ada sebelum APA disepakati tidak dapat diselesaikan dengan APA.


Download ppt "Penentuan Harga Transfer (Transfer pricing)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google