Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Pajak Penghasilan Pasal 22

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Pajak Penghasilan Pasal 22"— Transcript presentasi:

1 Pajak Penghasilan Pasal 22
Perpajakan lanjutan Pajak Penghasilan Pasal 22

2 Pengertian PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 merupakan salah satu uang muka PPh yang harus dibayar oleh WP Dalam Negeri atau WP BUT karena melakukan suatu transaksi penjualan atau pembelian barang tertentu dengan badan-badan tertentu melalui mekanisme pemungutan.

3 Subjek PPh Pasal 22 Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, para Bendaharawan Pemerintah wajib melakukan pemungutan (pemotongan) PPh Pasal 22 terhadap rekanan pada saat Bendaharawan melakukan pembayaran. Kata “pembayaran” di sini maksudnya adalah pembayaran atas pembelian atau pengadaan barang, bukan pembelian atau pengadaan jasa. Sebab untuk pembayaran jasa sudah menjadi objek PPh withholding lainnya seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) dan lain-lain. Subjek yang dikenakan PPh Pasal 22, atau subjek yang dipungut, adalah vendor atau rekanan yang menjual barang (atau melakukan pengadaan barang) kepada instansi atau lembaga pemerintah.

4 Objek PPh Pasal 22 Berbeda dengan objek PPh pada umumnya yang berupa penghasilan (income), sebagian besar objek pemungutan atau pengenaan PPh Pasal 22 justru berupa biaya atau pengeluaran (expenditure). Jika dilihat dari sisi subjek yang dipungut, hanya ada beberapa objek PPh Pasal 22 yang berupa penghasilan (income). Dan jika dikelompokkan, maka jenis PPh Pasal 22 terdiri dari: PPh Pasal 22 Impor; PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah; PPh Pasal 22 BUMN; PPh Pasal 22 Semen; PPh Pasal 22 Kertas; PPh Pasal 22 Baja; PPh Pasal 22 Otomotif; PPh Pasal 22 Farmasi; PPh Pasal 22 Bahan Bakar Minyak; dan PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul; Dari kesepuluh objek pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 tersebut, secara garis besar sebenarnya hanya ada tiga kelompok kegiatan yang dijadikan objek PPh Pasal 22 yaitu: kegiatan impor, kegiatan penjualan kepada pembeli tertentu, dan kegiatan pembelian produk tertentu dari penjual tertentu. Dan dari ketiga kegiatan itu, hanya satu yang kegiatan masuk kategori income yaitu kegiatan penjualan yang dilakukan kepada pembeli tertentu. Itulah sebabnya banyak praktisi pajak yang mengatakan pengenaan PPh Pasal 22 ini agak bertolak belakang dengan konsep umum PPh karena menjadikan expenditure/expense sebagai objeknya.

5 Tarif PPh Pasal 22 Atas impor :
yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final

6 Tarif PPh Pasal 22 Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. Atas Penjualan Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp ,00; Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp ,00; Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp ,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2; Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp ,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2; Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp ,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

7 Perhitungan PPh Pasal 22 Importir PT.Importindo (tidak memiliki API) tgl 4 April 2009 mengimpor 400 unit computer dari jepang. Sesuai dokumen impor nilai pembelian US $ , biaya angkut US$ 5.000, asuransi US $ 2.000, tarif bea masuk 20%. PPN impor 10% serta PPn BM 20%. Kurs RP / US$. Tentukan PPh Pasal 22 ! Harga Faktur (cost) US$ Asuransi (insurance) Pengapalan (Freight ) Harga Pabean (CIF) Bea masuk 20% x Nilai Impor NILAI IMPOR Rp PPh pasal 22 (7,5% x ) =

8 Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB); Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran; Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan; Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

9 Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Atas Impor Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak; Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : Lembar pertama untuk pembeli; Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

10 Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu : Lembar pertama untuk pembeli; Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

11 Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.


Download ppt "Pajak Penghasilan Pasal 22"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google