Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

OLEH SUDRAJAT FMIPA UNMUL 2009

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "OLEH SUDRAJAT FMIPA UNMUL 2009"— Transcript presentasi:

1 OLEH SUDRAJAT FMIPA UNMUL 2009
IDENTIFIKASI BAKTERI OLEH SUDRAJAT FMIPA UNMUL 2009

2 Pendahuluan: Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di dalam laboratorium populasi bakteri inidapat diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan biokimiawinya.

3 Untuk mencari tahu jenis suatu isolat bakteri, maka hal pertama yang dilakukan adalah mengamati ciri-ciri morfologi koloni, morfologi sel dan sifat gramnya. Sebelum melakukan semua pastikan isolat yang akan diuji adalah kultur murni, benar-benar murni dan telah yakin tentang kemurniannya. Jadi jika diperoleh suatu kultur murni dari suatu lingkungan dan diyakini belum murni maka haruslah diisolasi ulang, maksudnya dimurnikan lagi sampai benar-benar pasti. Lihat gambar berikut :

4 Untuk mempelajari sifat-sifat dari masing-masing mikroba termasuk sifat pertumbuhan, morfologi dan sifat fisiologinya, masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk kultur murni yaitu suatu biakan yang terdiri dari sel-sel dari satu spesies atau satu galur mikroba, dengan cara menggoreskan kultur ke medium padat. Ada beberapa cara untuk menggoreskan kultur pada agar cawan yaitu; (1) Goresan Langsung, (2) Goresan kuadran, (3) Goresan radian. Koloni yang tumbuh pada agar cawan dapat dibedakan dalam besarnya, warna, penampakan apakah keruh atau bening, bentuk penyebarannya, bentuk kemunculannya di atas agar dan bentuk permukaan

5 Agar tumbuh suatu organisme membutuhkan seluruh elemen dalam bahan-bahan organiknya dan komlpemen ion-ion yang dibutuhkan untuk energi dan katalisis. Disamping itu harus ada sumber energi untuk memantapkan proton motive force dan untuk memungkinkan sintesis makromolekul. Mikroorganisme sangat beragam kebutuhan nutrisi dan sember energi metabolismenya (Jawetz, etc. 2001).

6 Teknik Pengambilan Sampel
Sebelum melakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Berikut merupakan prosedur pengambilan sampel. 1. Sampel tanah Jika mikroorganisme yang diinginkan kemungkinan berada di dalam tanah, maka cara pengambilannya disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan. Misal jika yang diinginkan mikroorganisma rhizosfer maka sampel diambil dari sekitar perakaran dekat permukaan hingga ujung perakaran..

7 2. Sampel air Pengambilan sampel air bergantung kepada keadaan air itu sendiri. Jika beerasal dari air sungai yang mengalir maka botol dicelupkan miring dengan bibir botol melawan arus air. Bila pengambilan sampel dilakukan pada air yang tenang, botol dapat dicelupkan dengan tali, jika ingin mengambil sampel dari air keran maka sebelumya keran dialirkan dulu beberapa saat dan mulut kran dibakar.

8 Isolasi Dengan Cara Pengenceran (Dilution)
1. Teknik Preparasi Suspensi Sampel yang telah diambil kemudian disuspensikan dalam akuades steril. Tujuan dari teknik ini pada prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya.

9 Macam-macam preparasi bergantung kepada bentuk sampel :
Swab (ulas), dilakukan menggunakan cotton bud steril pada sampel yang memiliki permukaan luas dan pada umumnya sulit dipindahkan atau sesuatu pada benda tersebut. Contohnya adalah meja, batu, batang kayu dll. Caranya dengan mengusapkan cotton bud memutar sehingga seluruh permukaan kapas dari cotton bud kontak dengan permukaan sampel. Swab akan lebih baik jika cotton bud dicelupkan terlebih dahulu ke dalam larutan atraktan semisal pepton water.

10 b. Rinse (bilas) ditujukan untuk melarutkan sel-sel mikroba yang menempel pada permukaan substrat yang luas tapi relatif berukuran kecil, misalnya daun bunga dll. Rinse merupakan prosedur kerja dengan mencelupkan sampel ke dalam akuades dengan perbandingan 1 : 9 (w/v). Contohnya sampel daun diambil dan ditimbang 5 g kemudian dibilas dengan akuades 45 ml yang terdapat dalam beaker glass.

11 c. Maseration (pengancuran), sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle sehingga mikroba yang ada dipermukaan atau di dalam dapat terlepas kemudian dilarutkan ke dalam air. Contoh sampelnya antar alain bakso, biji, buah dll. Perbandingan antar berat sampel dengan pengenceran pertama adalah 1 : 9 (w/v). Unutk sampel dari tanh tak perlu dimaserasi

12 1. Teknik Pengenceran Bertingkat

13 Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisma dari pengenceran sebelumnya.

14 Cara Kerja : a. Sampel yang mengandung bakteri dimasukan ke dalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1) secara aseptis (dari preparasi suspensi). Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9 dan ingat akuades yang digunakan jika memakai teknik rinse dan swab sudah termasuk pengencer Setelah sampel masuk lalu dilarutkan dengan mengocoknya (pengocokan yang benar dapat dilihat pada gambar disamping)

15 Cara Kerja : b. Diambil 1 ml dari tabung 10-1 dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke tabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan tabung ke telapak tangan sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru. Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama.

16 3. Teknik Penanaman a. Teknik penanaman dari suspensi Teknik penanaman ini merupakan lajutan dari pengenceran bertingkat. Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya untuk tujuan isolasi (mendapatkan koloni tunggal) diambil beberapa tabung pengenceran terakhir.

17 3. Teknik Penanaman a. Teknik penanaman dari suspensi a.1. Spread Plate (agar tabur ulas) Spread plate adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di permukaan agar diperoleh kultur murni. Adapun prosedur kerja yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : · Ambil suspensi cairan senamyak 0,1 ml dengan pipet ukur kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat. · Batang L atau batang drugal diambil kemudian disemprot alkohol dan dibakar diatas bunsen beberapa saat, kemudian didinginkan dan ditunggu beberapa detik. · Kemudian disebarkan dengan menggosokannya pada permukaan agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran akan lebih efektif bila cawan ikut diputar. · Hal yang perlu diingat bahwa batang L yang terlalu panas dapat menyebabkan sel-sel mikroorganisme dapat mati karena panas.

18 a.2. Pour Plate (agar tuang)
Teknik ini memerlukan agar yang belum padat (>45oC) untuk dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu kemudian dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan sel-sel bakteri tidak hanya pada permukaan agar saja melainkan sel terendam agar (di dalam agar) sehingga terdapat sel yang tumbuh dipermukaan agar yang kaya O2 dan ada yang tumbuh di dalam agar yang tidak banyak begitu banyak mengandung oksigen.

19 a.2. Pour Plate (agar tuang)
Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut : · Siapkan cawan steril, tabung pengenceran yang akan ditanam dan media padat yang masih cair (>45oC) · Teteskan 1 ml secara aseptis.suspensi sel kedalam cawan kosong · Tuangkan media yang masih cair ke cawan kemudian putar cawan untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi.

20 b. Teknik Penanaman dengan Goresan (Streak)
Bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. b.1 Goresan Sinambung Cara kerja : · Sentuhkan inokulum loop pada koloni dan gores secara kontinyu sampai setengah permukaan agar. · Jangan pijarkan loop, lalu putar cawan 180oC lanjutkan goresan sampai habis. Goresan sinambung umumnya digunakan bukan untuk mendapatkan koloni tunggal, melainkan untuk peremajaan ke cawan atau medium baru.

21 b.2 Goresan T Cara kerja : · Bagi cawan menjadi 3 bagian menggunakan spidol marker · Inokulasi daerah 1 dengan streak zig-zag · Panaskan jarum inokulan dan tunggu dingin, kemudian lanjutkan streak zig-zag pada daerah 2 (streak pada gambar). Cawan diputar untuk memperoleh goresan yang sempurna · Lakukan hal yang sama pada daerah 3

22 B.3 Goresan Kuadran (Streak quadrant)
Cara kerja : Hampir sama dengan goresan T, namun berpola goresan yang berbeda yaitu dibagi empat. Daerah 1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel mikroorganisma.Goresan selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal.

23 Pengecatan Gram Kebanyakan sel bakteri tidak berwarna, sehingga jika dilarutkan dalam air dan diperlihatkan di bawah mikroskop tidak memperlihatkan warna kontras dengan medium disekelilingnya. Beberapa zat yang digunakan untuk mengamati struktur bagian dalam sel.

24 Staining Organisms needed to allow us to see the organisms using light microscopy organisms are killed in the process Simple stains stain is applied and colours the organism e.g. methylene blue

25 Complex Stains stains may be combined which stain different structures different colours. e.g. giemsa stains malarial parasites nucleus red and cytoplasm blue stains may be applied in sequence with a step to remove stain in between. e.g. gram stain - a key stain in microbiology!!

26 The Gram Stain Developed by Christian Gram in the 19th Century
He found that a stain could be washed out of some organisms much more easily than others Technique allows differentiation of many bacteria into 2 groups: gram positive and gram negative – corresponding to cell wall type. Continues to be used extensively and is important!

27 Method for Gram Stain Crystal violet – stains all the bacteria dark purple Iodine – binds to crystal violet and fixes it (acts as a mordant) Alcohol/Acetone washes out the stain from gram negative bacteria (Gram originally stopped here, so that organisms that stained purple were “positive” because they could be seen; subsequently the fourth step was added so that both the positive and the negative organisms could be seen.) Safranin stains the gram negative bacteria pink.

28 Acid Fast Stain Some bacteria cannot be stained by the gram stain because of lipids in the cell walls. (e.g. Mycobacterium tuberculosis, the tuberculosis bacterium) These bacteria may be stained by an “acid fast method”. involves: - staining with a strong red stain (to “force” the stain in ) washing out the stain with a mixture of acid and alcohol restaining (“counterstaining”) with a blue or green stain. Acid Fast organisms are Red. These are sometimes called AFB (acid fast bacilli). Other organisms are the colour of the counter stain (blue or green).

29 Pengecatan Gram Dalam pewarnaan mikroba, dapat digunakan satu jenis warna, cara ini disebut pewarnaan sederhana. Zat-zat warna yang biasa digunakan untuk pewarnaan bekteri dapat dibedakan atas beberapa golongan yaitu: pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial, pewarnaan strukturan dan pewarnaan untuk menguji adanya komponentertentu di dalam sel.

30 Karakteristik taksonomi penting bakteri adalah reaksi mereka terhadap pewarnaan gram. Pewarnaan gram menjadi penting karena reaksi gram berhubungan dengan sifat morfologi lain dalam bentuk hubungan filogenik. Organisme yang berpotensi gram positif mungkin hanya dapat dilihat dengan pewarnaan gram pada kondisi lingkungan yang sesuai dan pada biakan muda.

31 Prosedur pewarnaan gram dimulai dengan pemberian pewarna basa, kristal violet. Larutan iodine kemudian ditambahkan; semua bakteri akan diwarnai biru pada fase ini. Sel kemudian diberi alkohol. Sel gram positif akan tetap mengikat senyawa kristal violet-iodine, tetap berwarna biru; sel gram negatif warnanya hilang oleh alkohol. Sebagai langkah terakhir, counterstain (misalnya Safranin pewarna merah) ditambahkan, sehingga sel gram negatif yang tidak berwarna, akan mengambil warna kontras; sedangkan sel gram positif terlihat dalam warna biru (Jawetz, etc. 2001).

32 Ciri-ciri bakteri gram negatif
Dinding sel tipis (10-15 nm) berlapis tiga (multi). Kandungan lipid tinggi : peptidoglikan (10% berat kering), tidak ada asam tekoat. Kerentanan terhadap penisilin kurang rentan. Pertumbuhan tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar. 32

33 Ciri-ciri bakteri gram negatif
Persyaratan nutrisi → relatif sederhana. Resistensi terhadap gangguan fisik→ kurang resisten Kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu dicuci alkohol → terwarnai pewarna tandingan safranin (sel tampak merah muda). 33

34 Ciri – Ciri bakteri gram positif
Struktur dinding sel tebal (15 – 80 nm) dan berlapis tunggal. Komposisi kimiawi : kandungan lipid rendah (1 - 4 %), peptidoglikan lapis tunggal (>50%), asam tekoat. Kerentanan terhadap penisilin→ lebih rentan (peka). Pertumbuhan dihambat oleh zat-zat warna dasar (misal ungu kristal) 34

35 Ciri - ciri bakteri gram positif
Persyarataan nutrisi → relatif rumit pada banyak spesies. Resistensi terhadap gangguan fisik→ lebih resisten (tahan). Reaksi terhadap pewarna primer atau ungu kristal iodium → dapat menahan sampai akhir prosedur (sel tampak biru gelap/ungu). 35

36 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Size and shape Readily determined by microscopic examination of a wet mount Can determine whether the microbe is a prokaryote, fungus, or protozoan

37 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Size and shape Often sufficient for clinical diagnosis e.g., Trichomonas vs. Candida in vaginal secretions e.g., Roundworm eggs in stool Size, shape, and other features often sufficient for identification

38 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Cell groupings Cells adhering to one another following binary fission often form characteristic arrangements e.g., Neisseria gonorrhoeae typically displays a diplococcus arrangement e.g., Most Streptococcus species form long chains e.g., Most Staphylococcus species form grapelike clusters e.g., Sarcina species for cubical packets

39 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Cell groupings Cells adhering to one another following binary fission often form characteristic arrangements e.g., Neisseria gonorrhoeae typically displays a diplococcus arrangement e.g., Most Streptococcus species form long chains e.g., Most Staphylococcus species form grapelike clusters e.g., Sarcina species for cubical packets

40 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Gram stain Differential stain distinguishing between gram-positive and gram-negative bacteria Narrows possible identities of an organism Excludes many possibilities Generally insufficient alone for diagnosis e.g., E. coli and Salmonella gram stains look alike

41 Microscopic Phenotypic Exam
Gram positive Gram stain distinguishes between Gram + and Gram – bacteria narrows the possibilities quickly Gram negative

42 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Gram stain Sometimes highly suggestive of a particular microorganism e.g., Gram-negative rods in ♀ urine  E. coli UTI e.g., Gram-positive encapsulated diplococci and numerous white blood cells in sputum  Streptococcus pneumoniae Sometimes enough for complete diagnosis e.g., Gram-negative diplococci clustered in white blood cells of male urethral secretions  Neisseria gonorrhoeae

43

44 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Special stains Some microbes have unique characteristics that can be detected with special staining procedures e.g., Filobasidiella (Cryptococcus) neoformans is one of a few types of capsule-forming yeast Capsule stain on cerebrospinal fluid is diagnostic for cryptococcal meningitis

45 Microscopic Phenotypic Exam
special stain allows for the distinction of microorganisms with unique characteristics capsule acid fast staining detects the waxy presence of Mycobacterium tuberculosis Capsule staining Acid fast staining of M. tuberculosis

46 A. KARAKTERISTIK FENOTIF
Microscopic morphology Special stains Some microbes have unique characteristics that can be detected with special staining procedures e.g., Mycobacterium species possess cell walls with a high lipid content Acid-fast stain on sputum is diagnostic for tuberculosis


Download ppt "OLEH SUDRAJAT FMIPA UNMUL 2009"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google