Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

POTENSI PROSPEKTIF DAN NASIB PROSPEKTIF

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "POTENSI PROSPEKTIF DAN NASIB PROSPEKTIF"— Transcript presentasi:

1 POTENSI PROSPEKTIF DAN NASIB PROSPEKTIF
Win Darmanto, Ph.D.

2 Hasil pengamatan Vogt (1929), dengan mengikuti distribusi zat warna yang diletakkan pada sel-sel blastula amphibia sampai stadium tunas ekor, diketahui adanya peta nasib (presumtif tale) dari blastula amphibia. Daerah pembentuk organ seperti: otak, somit, usus dapat ditentukan batas-batasnya. Nasib prospektif setiap sel blastula dapat ditentukan.

3

4

5 Vogt menyimpulkan: 1. Adanya batas geografis pada blastula saat pembentukan organ. 2. Dapat ditentukan nasib setiap sel blastula yang akan datang. Sel-sel jaringan pada stadium perkembangan awal, sifatnya belum terkhususkan. Disamping mempunyai nasib normal (prospektif fate), sel tersebut mempunyai kemampuan untuk membentuk struktur organ lain (potensi prospektif).

6 Contoh: sel-sel blastula presumtif mata, dicangkokkan ke dalam ekor pada stadium tunas ekor, maka perkembangannya akan berubah menjadi jaringan lain yang bukan mata. Hal ini karena pengaruh lingkungan yang berbeda. Sebaliknya, apabila hal ini di lakukan pada sel-sel gastrula tua, prospektif mata dari gastrula tua di cangkokkan pada daerah ekor atau kaki stadium tunas ekor, maka ia akan tetap berkembang menjadi mata.

7 Jadi potensi prospektif mata pada stadium blastula awal lebih dari satu.
Potensi prospektif adalah kemampuan sel-sel jaringan embrional untuk berkembang lebih dari satu jalur. Nasib prospektif adalah nasib sel-sel blastula di kemudian hari.

8 Dari percobaan di atas, menunjukkan bahwa derajat potensi prospektif mata pada stadium gastrula, makin menurun selama perkembangan dari gastrula awal sampai gastrula tua. Peristiwa dimana potensi prospektif dipersempit hingga sama dengan nasib prospektifnya disebut determinasi.

9

10 Kompetensi Adalah suatu kemampuan jaringan embrional untuk tanggap terhadap suatu stimulus morfogenetik pada periode perkembangan tertentu. Atau sifat fisiologis jaringan reaktif secara morfogenesis yang spesifik menanggapi inductor. Secara biologi molekuler, kompetensi adalah kesanggupan komplemen-komplemen enzym dari sel-sel embrional untuk menyelaraskan ratio metabolisme tertentu.

11 Telah diketahui dengan penelitian cangkokan ectoderm dari berbagai fase perkembangan mulai dari blastula sampai neurula awal, bahwa kompetensi neural akan menurun secara bertahap. Jadi makin tua jaringan ectoderm maka ia akan banyak melepaskan kemampuannya untuk tanggap terhadap rangsangan induksi dari jaringan korda mesoderm untuk menjadi jaringan neural.

12 Susunan Kimiawi Induktor
Sesudah diketahui jaringan mati pun masih mampu menginduksi jaringan reaktif, maka jelas bahwa proses induksi-induksi diperankan oleh faktor kimia. Beberapa jaringan mampu sebagai inductor. Spratt 1971, mendapatkan bahwa RNA berasal dari ginjal dan timus anak sapi dapat menginduksi ectoderm reaktif menjadi syaraf, pigmen dan mesoblast. Jadi RNA adalah zat aktif sebagai inductor.

13 Namun, beberapa penelitian dengan menggunakan RNAse, ternyata tidak mengurangi aktifitas induksi.
Dengan menggunakan protein ribonukleat yang berasal dari jaringan hati, zat tersebut mampu sebagai inductor. Namun dengan pemberian ribonuklease tidak menunjukkan pengurangan kemampuan induksi.

14 Dengan penambahan enzym-enzym proteolitik, menyebabkan penurunan daya induksi, jadi dapat disimpulkan bahwa zat aktif inductor adalah protein bukan RNA. Mekanisme Induksi Mekanisme induksi adalah suatu pelaluan atau transfer suatu substansi kimia dari jaringan induktor ke dalam sitoplasma sel-sel jaringan reaktif, yang kemudian masuk ke dalam inti untuk mengontrol kerja gen, sehingga jaringan reaktif berespons.

15 Spratt (1971) mengemukakan bahwa pada induksi terjadi interaksi antara sel-sel melalui delapan model komunikasi seluler yaitu: Melalui trasfer hormon (non adjacent cells) X-inductor (adjacent cells) Tight junction Pit junction Desmosom Cytoplasmic bridge (plasmodesma) Surface-surface interactions

16 Pola asimetris pada telur Sea Urchin
Gb. 15.6

17 A) Jika telur Sea urchin dibelah secara meridionally, sehingga kedua merogone (belahan) mengandung sitoplasma animal pole dan vegital pole, akan berkembang menjadi plutei normal, walaupun kecil. B) Jika dibelah secara horisontal, separo merogone mengandung animal saja dan yang lain mengandung vegital yang akan terfertilisasi, sehingga bagian animal hanya menjadi dauerblastula bersilia, dan bagian vegital menjadi plutei dengan pembesaran usus.

18 Perkembangan normal Sea urchin

19 Regulasi perkembangan pada Sea urchins
Gb. 15.7

20 A) Nasib masing sel embrio Sea urchin
A) Nasib masing sel embrio Sea urchin pada blastula sampai tahap pluteus 64 sel. B) Nasib lapisan bagian animal pole C) Kombinasi separo bagian animal dan sel Veg-1. D) Kombinasi separo bagian animal dan sel Veg-2. E) Kombinasi separo bagian animal dan mikromer. Dari hasil ini, nasib masing-masing sel telah berubah sesuai nasib sel tetangga.

21 Eksperiman Spemann tentang peran keseimbangan kandungan inti dalam embrio Newt / salamander
Gb. 15.9

22

23 Penetuan nasib ektoderm selama gastrulasi Newt
Presumtif neural ektoderm dari suatu embrio ditransplantasikan ke dalam daerah embrio lain yang nantinya akan berkembang menjadi epidermis. A) Jika tranplantasi dilakukan pada awal gastrula, presumtif jarinan neural berkembang menjadi epidermis dan hanya terbentuk satu neural plate. B) Jika pada akhir gastrula, preseumtif neural akan menjadi neural, oleh karena itu berkembang menjadi dua daeral neural.

24 Gb

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36


Download ppt "POTENSI PROSPEKTIF DAN NASIB PROSPEKTIF"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google