Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Segala puji bagi Alloh subhanahu wa ta’ala, dan tidak ada pujian selain bagi-Nya. Dzat yang kita puji di waktu subuh dan segala waktu… Dan kita memohon.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Segala puji bagi Alloh subhanahu wa ta’ala, dan tidak ada pujian selain bagi-Nya. Dzat yang kita puji di waktu subuh dan segala waktu… Dan kita memohon."— Transcript presentasi:

1

2

3 Segala puji bagi Alloh subhanahu wa ta’ala, dan tidak ada pujian selain bagi-Nya.
Dzat yang kita puji di waktu subuh dan segala waktu… Dan kita memohon untuk kebaikan, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang halal, dan amal yang diterima. Sholawat dan salam atas Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Yang kita ikuti sunnahnya dalam segala perkataan, perbuataan, dan persetujuannya. Semoga Alloh terus melakukan perbaikan atas diri kita, amal perbuatan kita, dan tetap bersabar dan istiqomah di dalamnya. Mencintainya adalah dengan Ittiba’ (mengikuti sunnahnya) bukan dengan Ibtida’ (mengada-ada hal yang baru dalam agama)…. Kebenaran tidak diukur dari yang mengatakannya, akan tetapi orang itulah yang diukur dengan indikator kebenaran… Kenali, pelajari kebenaran, maka kamu akan tahu siapa yang termasuk ke dalam golongan yang benar itu…. Betapa banyak orang yang tidak dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran…. Betapa banyak orang yang dapat melihatnya tetapi tidak diberi kekuatan untuk mengikutinya… Dan betapa banyak orang yang dapat melihat kebenaran, diberi kekuatan untuk mengikutinya, tetapi tidak diberi kekuatan untuk istiqomah…

4 Banyak dari kaum muslimin yang tidak mengerti dan memahami bagaimana bentuk Islam itu sesungguhnya. Karena memang sudah sangat jauhnya kaum muslimin ini dengan pedoman mereka sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan yang ada di hadapan mereka adalah banyaknya pemahaman tentang Islam yang beraneka ragam dari berbagai kelompok yang membawa kepentingan mereka masing-masing. Akan sangat disayangkan jika mereka yang telah memiliki semangat untuk belajar dan mengetahui Islam yang benar, justru terjatuh ke dalam sesaknya pemahaman-pemahaman yang malah menyesatkan mereka. Terutama banyak sekali artikel Islam yang telah dikirim melalui tulisan, , internet, buku, dan lain-lain yang memuat hadits-hadits yang tidak didudukkan derajatnya, bahkan ada yang tidak disertai dengan periwayatnya, Namun –segala puji bagi Alloh- saat ini sudah banyak kaum muslimin yang menyadari akan pentingnya agama Islam yang mereka imani untuk dijadikan sebagai cahaya dalam kehidupan mereka serta menjadikan sunnah Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam sebagai penerang jalan keselamatan, sehingga setiap kali datang suatu anjuran amalan maka mereka akan bertanya : “Ada haditsnya gak ?”, “Haditsnya shahih atau tidak ?”, atau “Siapa yang meriwayatkan ?”. Maka ada diantara sebagian kaum muslimin dan muslimat yang ber-inisiatif untuk memahami Islam berdasarkan Al- Qur’an dan As-Sunnah seesuai dengan pemahaman yang benar yaitu dari para sahabat dan ‘ulama salafus-sholih, harus memahami sedikitnya dasar-dasar umum secara sederhana tentang membaca index dan kodifikasi hadits berdasarkan periwayat dan kitab-kitab para ‘ulama. Oleh karena itu saya membuat tulisan secara singkat tentang bagaimana membaca index dan kodifikasi hadit berdasarkan periwayat dri kitab-kitab para ‘ulama, yang saya beri judul judul “Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Suatu Hadits” agar kita semua dapat mengetahui sedari awal tentang derajat suatu hadits meskipun oleh orang yang awam sekalipun. Dan ini menjadi langkah awal untuk meningkatkan keilmiahan dan keilmuan seseorang untuk menjalani kehidupan ini dengan berpegang teguh terhadap ajaran Islam dan sebagai seorang muslim ber-manhaj yang lurus. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala memberikan balasan pahala yang baik. Allohumma sholli wa salim ‘ala Muhammad. 15 Dzulhijah 1428 H / 24 Desember 2007 Abu Abdirrahman Yamani

5 Pernah mendengar hadit-hadits seperti di bawah ini !?
“Artinya : Perselisihan antara ummatku adalah rahmat" [Hadits LAA ASHLALAHU = tidak ada asalnya] “Artinya : Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China” [Hadits LAA ASHLALAHU = tidak ada asalnya, Riwayat Ibnu Adee (2/207) dari Abu Nu’aym ] “Artinya : Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman” [Hadits PALSU] “Artinya : Kita telah kembali dari Jihad kecil, yaitu berperang, menuju kepada Jihad besar, yaitu melawan hawa nafsu” [Hadits PALSU, Riwayat : Baihaqy] "Artinya : Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya nabimu (Nur Muhammad)" [Hadits PALSU, Tidak diketahui riwayatnya]. "Artinya : Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan magfhiroh (ampunan), dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka". [Hadits LEMAH SEKALI] "Artinya : Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah" [Hadits LEMAH / PALSU, Riwayat : Baihaqy] Terkejut !? Bagi sebagian kaum muslim barangkali iya...sekaligus bertanya-tanya, bukankah ini hadits-hadits yang sering kita dengar ? Mungkinkah ini bukan perkataan nabi !? Padahal, masih banyak lagi contoh hadit-hadits seperti ini yang seringkali kita dengar dan ditemukan dalam artikel, bahkan jumlahnya mencapai ribuan dan sebagian ulama telah mengumpulkan dalam kitab yang berjilid-jilid sebagai peringatan untuk ummat Islam. Untuk mengetahui lebih lanjut, baiknya kita simak artikel ini….

6 HADITS TENTANG LARANGAN BERDUSTA ATAS NAMA ROSULULLOH
Dibawah ini adalah sebagian dari hadits-hadits tentang ancaman terhadap orang yang membawakan hadits lemah (dhaif), palsu (maudhu’), dan tidak ada asal usulnya (la asla lahu), yang dianggap sebagai orang yang telah berdusta atas nama nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam : "Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam "Barang siapa yang berdusta atasku (yakni atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka". [Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim (1/8)] "Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang membuat-buat perkataan atas (nama) ku yang (sama sekali) tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". [Hadits shahih dikeluarkan oleh Ibnu Majah (No. 34) dan Imam Ahmad bin Hambal (2/321)]. “Artinya : Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu, ia berkata, Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah sama berdusta kepada orang lain (selainku), maka barangsiapa yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka" [Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan Ahmad (4/252)] “Akan datang diakhir zaman nanti para dajjal dan pendusta, mereka mendatangimu dengan hadits-hadits yang belum pernah kamu dengar juga belum pernah didengar oleh bapak-bapak kamu, maka berhati-hatilah kamu dari mereka, jangan sampai mereka menyesatkan kamu dan menimbulkan fitnah terhadapmu." [HR Muslim]

7 FAIDAH LARANGAN MEMBAWAKAN HADITS DHAIF (LEMAH) & MAUDHU (PALSU)
Menurut Imam Nawawi (rahimahullahu) hadits ini meliputi beberapa faedah dan sejumlah qawaa'id (kaidah), diantaranya : Ketetapan tentang kaidah dusta (menyandarkan sesuatu kepada Muhammad Rosululloh baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqriri (persetujuan beliau atas perbuatan atau perkataan sahabat)). Sangat besar pengharaman dusta atas nama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan merupakan kekejian dan kebinasaan yang sangat besar. Tidak ada perbedaan tentang haramnya berdusta atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam masalah-masalah ahkam (hukum-hukum) atau bukan, seperti ; pahala amalan, nasehat-nasehat, dan lain-lain. Maka semuanya itu adalah haram dan sebesar besar dosa besar dan seburuk-buruk perbuatan menurut ijma' kaum muslimin. Haram meriwayatkan hadits maudlu‘ (palsu) atas orang yang telah mengetahui kepalsuannya atau berat sangkaan bahwa hadits tersebut maudlu'. "HADITS/RIWAYAT MAUDLU'/PALSU" yaitu: "Hadist yang dibuat-buat/diada-adakan/diciptakan orang secara dusta atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dengan sengaja atau tidak sengaja". Tidak sengaja itu bisa dengan sebab kebodohan atau kekeliruan atau kesalahannya. Meskipun ia tidak secara langsung berdusta, tetapi tetap saja kabarnya dinamakan kabar maudlu' (palsu/bohong). Karena itu hadits-hadits tidak boleh diambil dari orang-orang jahil dan bukan ahlinya dan cacat lainnya sebagaimana telah diterangkan oleh Ulama-ulama ahli Hadits. Diringkas dari syarah Muslim 1/69-71 dan baca juga Al-Fath 1/ & 7/310.

8 SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS MAUDHU’ (PALSU)
A. Kaum Zindiq Yakni mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan munafiq yang sebenarnya. Mereka adalah kaum yang sangat hasad dan benci terhadap Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya dengan berbagai macam cara. Diantaranya membuat hadits-hadits palsu banyak sekali. Lalu mereka tampil ditengah-tengah umat menyerupai Ulama, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits buatan mereka dengan memakai nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tujuan mereka tidak lain untuk merusak syariat dan mempermainkan Agama Allah sekaligus menanamkan keraguan (tashqik) di hati kaum Muslimin khususnya masyarakat awam. Sepanjang penelitian hadits-hadits yang dipalsukan kaum zindiq itu terbagi kepada beberapa bagian : 1. Hadits-hadits palsu yang mengajak dan mengajarkan kepada syirik dengan macam-macam cabangnya. 2. Hadits-hadits palsu tentang bid'ah-bid'ah Agama dengan segala tingkatannya. 3. Hadits-hadits palsu yang menganjurkan kepada maskiat-maksiat. 4. Hadits-hadits palsu yang memperbodoh dan melemahkan umat terutama tentang jihad fi-sabilillah. 5. Hadits-hadits palsu yang merusak akal, adab dan pergaulan, dll. B. Satu Kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa nafsu. Mereka mengajak manusia mengikutinya untuk menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti : Ta'ashub madzhabiyah, golongan/firqahnya, fahamnya, berlebihan terhadap Imam-imamnya, karena jenisnya, qabilah/sukunya, negerinya atau lughohnya/ bahasanya dan lain sebagainya

9 SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS MAUDHU’ (PALSU)
C. Satu kaum yang memalsukan hadits-hadits untuk tujuan yang baik menurut persangkaan mereka. Mereka memalsu hadits dengan tujuan menyemangati manusia untuk berbuat baik, memperingatkan mereka agar tidak berbuat kemungkaran. Mereka kebanyakan adalah kaum yang menyebut dirinya orang-orang zuhud ataupun orang-orang Sufi (tasawuf & tarekat). Karena perbuatan mereka itulah banyak tersebar bid'ah dan khurafat dalam Islam. Mereka menganggap baik perbuatan itu. Padahal, mereka telah menipu dan menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Mereka itu sejelek-jelek pemalsu hadits. Mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkan dengan mengharap ganjaran dari Allah Jalla Jalaa Luhu !? Kemudian mereka berkata. Kami tidak berdusta untuk merusak (nama atau syari'at) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi untuk kebaikan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam !? Hujjah mereka diatas menunjukan sempurnanya kebodohan dan sedikitnnya akal mereka, banyaknya dosa dan kebohongan, karena Nabi tidak butuh orang lain untuk kesempurnaan syariat dan keutamaannya. D. Tukang-tukang cerita (Qash-shaas) Mereka yang memalsukan hadits-hadits dalam cerita-cerita mereka, untuk mencari uang dan supaya orang-orang awam (umum) takjub (terkesima). E. Satu kaum yang membolehkan memalsukan hadits untuk setiap perkataan yang baik. F. Untuk kepuasan hawa nafsu para penguasa dan mendekatkan diri kepada mereka. G. Satu kaum yang memalsukan hadits pada waktu-waktu yang diperlukan.

10 “Apa yang harus kita lakukan ?”
Oleh karena itu : “Apa yang harus kita lakukan ?” “Bagaimana sikap kita terhadap hadits-hadits yang banyak dicantumkan dalam artikel-artikel bertema agama ?” Jawab : Pelajari terlebih dahulu dasar-dasar ilmu hadits secara umum, Insya Alloh mudah ! 2. Periksa terlebih dahulu kedudukan hadits-hadits sebelum kita amalkan 3. Tingkatkan keimanan dan keilmuan kita dengan melakukan seleksi terhadap artikel-artikel yang banyak mencantumkan hadits-hadits yang tidak ada keterangannya Selanjutnya simak tulisan ini….

11 DEFINISI UMUM HADITS DARI NABI ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir ) dan sifat-sifat beliau. Taqrir adalah perkataan atau perbuatan sahabat yang terjadi di hadapan nabi atau nabi mendapat kabar, kemudian nabi diam, tersenyum, tertawa, atau langsung berbicara untuk memujinya, sebagai tanda setuju SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dan dalam keadaan islam dan beriman. TABI’IN ialah orang yang bertemu para sahabat atau generasi yang mengikuti (setelah) para sahabat TABI’UT TABI’IN ialah orang yang bertemu para tabi’in atau generasi yang mengikuti (setelah) para tabi’in SUNNAH ialah jalan atau tuntunan sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dimaksudkan sebagai syariat Islam. BID’AH adalah lawan dari Sunnah, menurut syari'at ialah apa-apa yang diadakan oleh manusia baik perkataan maupun perbuatan di dalam agama dan syiar-syiarnya tidak ada keterangan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang  mana maksud mengerjakannya adalah untuk ibadah (mengharapkan kebaikan atau pahala). Perhatian : Berbeda dengan istilah sunnah yang digunakan dalam istilah fikih, yaitu Segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu (boleh dikerjakan mendapatkan pahala, jika ditinggalkan tidak mengapa)

12 Perawi Pengumpul Hadits
Sahabat Tabi’in Tabi’ut Tabi’in Perawi Perawi Pengumpul Hadits Wahyu dari Alloh Nabi Muhammad

13 HADITS DITINJAU DARI TINGKATAN PERAWI (PENGUMPUL HADITS)
BUKHORI (Lahir 194 – Wafat 256 H) MUSLIM (204 – 261 H) Setiap hadits yang diriwayatkan oleh salah satu dari mereka, maka bisa dipastikan dan disepakati bahwa hadits tersebut adalah SHAHIH oleh karena itu kitabnya disebut SHAHIH BUKHORI atau SHAHIH MUSLIM, jika keduanya meriwayatkan hadits yang sama matannya seringkali disebut MUTAFAQUN ‘ALAIH Hukum meriwayatkan hadits dari keduanya : Mutlak boleh diamalkan dan tidak ada keraguan untuk menyebarluaskannya. ABU DAWUD (202 – 275 H) AN-NASAI’ (215 – 303 H) TIRMIDZI (209 – 279 H) IBNU MAJAH (209 – 273 H) Keempat perawi ini seringkali disebut SUNAN ABU DAWUD, SUNAN AN-NASA’I, SUNAN TIRMIDZI, dan SUNAN IBNU MAJAH. Jika suatu hadits diriwayatkan oleh ke-empat perawi ini disebut ASHABUS SUNAN. Boleh diamalkan jika hadits yang diriwayatkan oleh mereka berderajat SHAHIH atau HASAN, jika haditsnya memiliki derajat DHAIF atau MAUDHU maka tidak boleh diamalkan. Ke-enam orang perawi ini memiliki TINGKATAN YANG PALING TINGGI, karena sangat sedikitnya hadits dengan derajat DHAIF atau MAUDHU yang tercatat dalam kitab-kitab mereka, sehingga mereka seringkali disebut KUTTUBU SITTAH (kitab hadits induk yang enam)

14 HADITS DITINJAU DARI TINGKATAN PERAWI (PENGUMPUL HADITS)
Selain dari ke-enam tingkatan perawi yang paling tinggi, masih banyak lagi perawi-perawi lain dibawah tingkatan mereka, yaitu seperti : 7. AHMAD (164 – 241 H) MALIK (93 – 176 H) ASY-SYAFI’I (150 – 204 H) HAKIM (321 – 405 H) BAIHAQI (384 – 458 H) DARUQUTHNI (306 – 385 H) KHUZAIMAH (223 – 311 H) THABRANI Dan lain-lain Hukum meriwayatkan hadits dari mereka : Boleh diamalkan jika hadits yang diriwayatkan oleh mereka berderajat SHAHIH atau HASAN, jika haditsnya memiliki derajat DHAIF atau MAUDHU maka tidak boleh diamalkan. Riwayat hadits dari tingkatan 3-6 dan apalagi tingkatan ke-7 dan seterusnya harus dilakukan penelitian dan seleksi terhadap derajat hadits tersebut, jika sudah jelas kedudukannya baru dapat diamalkan atau bahkan ditinggalkan (dilarang untuk diamalkan). Perhatian : Banyak kaum muslim yang belum mengetahui tingkatan perawi ini berikut derajat haditsnya, sehingga jika sudah ada kalimat “Rasululloh bersabda” dan ada nama perawinya langsung dianggap sebagai hadits yang boleh diamalkan dan disebarluaskan.

15 PENYELEKSIAN HADITS YANG DILAKUKAN OLEH PARA PENELITI PERIWAYAT HADITS
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa ‘ulama-ulama besar seperti imam Asy-Syafi’I, imam Malik, atau imam Ahmad ‘lebih rendah’ tingkatan derajat hadits dalam kitab-kitab mereka, dibanding dengan imam Bukhari ataupun imam Muslim, yang notabene adalah murid-muridnya ? Dijawab oleh para ‘ulama, karena mereka disibukkan dalam mengumpulkan hadits yang masih tersebar dan perhatian mereka yang tinggi dalam ilmu fiqih, serta kesibukan mereka membantah para ahlu bid’ah yang pada masa mereka mulai bermunculan. Tetapi mereka tetap mengisyaratkan bahwa jika terdapat hadits yang berderajat dhaif maupun maudhu dalam kitab mereka, maka hendaklah ditinggalkan. Orang yang melakukan penyeleksian hadits-hadits yang dikumpulkan oleh mereka adalah para ‘ulama hidup setelah masa mereka hingga hari kiamat nanti. Diantaranya : IBNUL JAUZI abad ke-6 Hijriah (508 – 597 H) AN-NAWAWI abad ke-7 Hijriah (631 – 676 H) IBNU TAIMIYAH abab ke-8 hijriah (661 – 728 H) ADZ-DZAHABI abad ke-8 Hijriah (wafat 748 H) IBNU HAJAR AL-ASQOLANI abad ke-9 Hijriah (773 – 852 H) AS-SUYUTHI abad ke-10 Hijriah (849 – 911 H) ASY-SYAUKANI abad ke-12 Hijriah (1173 – 1251 H) AHMAD SYAKIR abad ke-13 Hijriah (wafat 1377 H) MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI abad ke-14 Hijriah (1333 – 1420 H) Selebihnya masih banyak lagi para penyeleksi hadits yang memilki keahlian dan hafal hadits, yang disebut Muhadits, yang belum kami sebutkan. Metode penyeleksian hadits dari abad ke abad makin lama semakin lebih baik bahkan saling melengkapi dan menguatkan, karena semakin berkembangnya teknik dan kelengkapan kitab yang tersedia.

16 DEFINISI KOMPONEN HADITS
Setiap hadits nabi terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu Sanad, Matan, dan Rawi. Jika tidak terpeni salah satunya maka bisa dipastikan hadits tersebut tidak boleh diamalkan. 1. SANAD adalah Sabda Rosulullah SAW didengar oleh sahabat (seorang atau lebih), kemudian mereka sampaikan kepada Tabi’in (seorang atau lebih), Tabi’in sampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka (Tabi’ut tabi’in). Demikian seterusnya hingga dicatat / dikumpulkan oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhori, Abu Dawud dan lain-lain Contoh : Waktu meriwayatkan hadits Nabi SAW, Bukhori berkata Hadits ini diceritakan kepada saya oleh A (tabi’ut tabi’in), dan A berkata diceritakan kepada saya oleh B (tabi’in), dan B berkata diceritakan kepada saya oleh C (sahabat), dan C berkata diceritakan kepada saya oleh Nabi Muhammad. 2. MATAN adalah Pembicaraan atau isi berita yang diceritakan oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah SAW, sahabat ataupun Tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad SAW (taqrir) 3. RAWI atau PERAWI adalah Orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya) tentang hadits nabi. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi, seperti Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain.

17 Sandaran Penyampai Hadits
Rawi Hadits – Pengumpul Hadits Matan – Isi Teks Hadits Sanad – Sandaran Penyampai Hadits KOMPONEN HADITS Al-Hadits

18 HADITS DITINJAU DARI DERAJAT (KEDUDUKAN)
Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai Hujjah (dasar hukum) adalah : HADITS SHOHIH adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat (penyakit) dan tidak janggal  boleh diamalkan HADITS HASAN adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya  boleh diamalkan HADITS DHAIF (LEMAH) adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan  tidak boleh diamalkan HADITS MAUDHU (PALSU) adalah hadits yang dicipta serta dibuat oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka bangsakan ( katakan Sabda nabi SAW ) secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak  tidak boleh diamalkan HADITS LA ASLALAHU (TIDAK ADA SUMBERNYA) adalah hadits yang tidak diketahui dari mana asalnya, tidak terdapat sanad serta perawinya yang bisa untuk diteliti  sangat tidak boleh diamalkan

19 GAMBARAN HADITS (JIKA DIRIWAYATKAN OLEH BUKHARI & MUSLIM)
"Artinya : Aisyah berkata. 'Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perbuatan dalam agama kita ini, yang sama sekali tidak ada sumbernya, maka perbuatan itu ditolak". [Hadits Riwayat Bukhari 2/166 dan Muslim 5/132] KETERANGAN : 1. AISYAH ini disebut  SANAD (SAHABAT WANITA) 2. “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perbuatan dalam agama kita ini, yang sama sekali tidak ada sumbernya, maka perbuatan itu ditolak“  MATAN 3. Riwayat Bukhari 2/166, Muslim 5/132, Abu Daud no.4606, Ibnu Majah no.14, Baihaqi 10/119  RIWAYAT atau PERAWI Karena hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, maka hadits ini SHAHIH

20 GAMBARAN PENOMORAN INDEX HADITS
[Riwayat Bukhari 2/166, Muslim 5/132, Abu Daud no.4606, Ibnu Majah no.14] Terdapat dalam kitab Shahih Bukhori jilid 2 halaman 166 Terdapat dalam kitab Shahih Muslim jilid 5 halaman 132 Terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud dengan nomor hadits 4606 Terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan nomor hadits 14 Dari jilid kitab, halaman, serta nomor hadits inilah kita dapat mengcek dan memeriksa kembali apakah memang benar hdits tersebut ada, jika kita membaca suatu hadits tetapi tidak ada penomoran seperti di atas, maka sudah selayaknya kita sangsi

21 GAMBARAN PENYELEKSIAN HADITS (JIKA TIDAK DIRIWAYATKAN OLEH BUKHARI ATAU MUSLIM)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Artinya : “Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang". [Hadits Riwayat Sunan At-Tirmidzi 12/274. Dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 1/544. Dan di hasankan oleh Al-Albani No. 2693]. KETERANGAN : 1. ABU HURAIRAH ini disebut  SANAD (SAHABAT) 2. “Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang“  MATAN 3. Riwayat At-Tirmidzi 12/274  RIWAYAT atau PERAWI 4. Dishahihkan oleh adz-Dzahabi dan al-Albani  PENYELEKSI HADITS, DAN DINYATAKAN DERAJAT HADITS INI SHAHIH oleh ADZ-DZAHABI dan HASAN oleh AL-ALBANI  BERARTI BOLEH DIAMALKAN

22 GAMBARAN HADITS YANG TIDAK JELAS ASAL USULNYA (TIDAK DIKETAHUI SIAPA YANG MERIWAYATKAN)
1. “Doa Malaikat jibril Menjelang Ramadhan : "Ya Allah tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut : a. Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada) ; b. Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri ; b. Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya. Maka Rasulullah pun mengatakan Amiin sebanyak 3 kali.” […….??] 2. “Berikut ini salah satu amalan malam Nisfu Sya’ban : Selepas sholat magrib kita sholat sunat Nisfu Sya’ban 2 rokaat: Rakaat pertama : baca surah Al Fatehah dan surah Al Qodar 1 x Rokaat kedua : baca Al Fatehah dan surah Al ikhlas 3 x Selepas sholat Nisfu Sya’ban membaca surah Yasin 3 kali : Setelah baca Yassin yang pertama : kita mohon pada Allah diperpanjang umurnya Setelah baca Yassin yang kedua : kita mohon pada Allah diberi Rizki banyak & halal Setelah baca Yassin yang ketiga : kita mohon pada Allah dikuatkan Iman dan Islamnya dan mati dalam Khusnul Khotimah” [……….??]

23 GAMBARAN HADITS YANG TIDAK JELAS ASAL USULNYA (TIDAK DIKETAHUI SIAPA YANG MERIWAYATKAN)
3. "Jangan kalian melalaikan jum'at pertama pada bulan Rajab. Karena sesungguhnya didalamnya terdapat malam yang dinamakan malaikat dengan malam raghaib.“ [……….??] KETERANGAN TERHADAP KE-3 HADITS DIATAS : 1. Tidak diketahui siapa Sanad Sahabat  SANAD MAJHUL (Tidak diketahui) 2. Matannya  Tidak sesuai dengan hadits Shahih, bertentangan atau aneh susunannya 3. Tidak diketahui pe-Rawinya  RIWAYAT MAJHUL (tidak diketahui) 4. Tidak dapat dilakukan PENYELEKSIAN HADITS  HARAM / TIDAK BOLEH DIAMALKAN

24 KESIMPULAN Dengan demikian selesailah penjelasan singkat mengenai dasar-dasar penyeleksian hadits secara umum, yang diperuntukkan bagi saudara-saudari yang perhatian terhadap kebenaran yang haq, yang tidak mudah dibodohi dan dibohongi. Dan memang demikianlah seharusnya kita sebagai ummat Islam semakin lama semakin ditingkatkan keilmiahan dan keilmuannya dalam beragama. Bagaimana mungkin kita dengan ilmu dunia sangat peduli dan perhatian, selektif dan bersemangat. Sedangkan dengan ilmu akhirat kita tidak peduli dan masa bodoh, apa saja yang datang dan ‘berbau’ agama langsung ditelan mentah-mentah tanpa ada rasa sungkan. Memang apa yang dipaparkan masih sangat dasar dibanding ilmu hadits itu sendir yang sangat mulia dan besar, sebagai pokok dalam dienul Islam ini sendiri dan sebagai penjelas daripada al-Alqur’an, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Barbahari dalam kitabnya Syarhus Sunnah bahwa “Islam itu adalah Sunnah dan Sunnah itu adalah Islam”. Maka dari hadits nabilah kita ambil sunnah tersebut. Oleh karena itu dengan penjelasan diatas, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, serta diberikan tauqif dan hidayah-Nya dari Alloh azza wa Jalla. Tidaklah saya tuliskan artikel ini kecuali mengharapkan balasan pahala dari-Nya. Serta sholawat dan salam kepada baginda tercinta Muhammad Rosululloh dan kebaikan yang terlimpah bagi para sahabat beliau dan para ‘ulama yang membela mereka hingga akhir zaman. Senin, 24 Desember 2007 / 15 Dzulhijah 1428 H Abu Abdirrahman Yamani

25 DAFTAR PUSTAKA : Silsilah al-Ahaadits ad-Da`ifah wa'l-Maudhu`ah, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Muqoddimah Bulughul Maram, oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani Mushtholahul Hadits, oleh A. Hassan Taisirul Mushthalah, oleh Dr. Mahmud Ath-Thahhan Pengantar Ilmu Musthalah Hadits, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Pustaka Darul Qolam, Cet.I, Jakarta 1427 H/2006 Kedudukan As-Sunnah Dalam Syari'at Islam, oleh Yazid Abdul Qadir Jawas, hal.31-32, terbitan Pustaka Al-Kautsar. Ensiklopedia Islam Indonesia, oleh Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah


Download ppt "Segala puji bagi Alloh subhanahu wa ta’ala, dan tidak ada pujian selain bagi-Nya. Dzat yang kita puji di waktu subuh dan segala waktu… Dan kita memohon."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google