Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

FIQH MUAMALAH (3) A. HAK 1. Pengertian: a. Menurut bahasa:

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "FIQH MUAMALAH (3) A. HAK 1. Pengertian: a. Menurut bahasa:"— Transcript presentasi:

1 FIQH MUAMALAH (3) A. HAK 1. Pengertian: a. Menurut bahasa: Kata “hak” berasal dari bahasa Arab “al-haqq” yang memiliki beberapa arti: “ketetapan yang tidak bisa dipungkiri” atau “kebenaran (lawan kata dari kebatilan)”. Firman Allah yang berkaitan dengan “hak”: QS. Al-Anfal: 8: قال تعالى: لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ (Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik). QS. Al-Baqarah: 282: قال تعالى: ...فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ... (hendaklah dia menuliskan, dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah…)

2 b. Menurut istilah: Wahbah Az-Zuhaili: suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’. Mustafa Ahmad Az-Zarqa: suatu kekhususan yang karenanya ditetapkan oleh syara’ suatu kekuasaan. Syaikh Ali Al-Khafif: Kemaslahatan yang diperoleh secara syara’. 2. Pembagian Hak: a. Dari segi pemilik hak, dapat dibagi menjadi tiga: Hak Allah yaitu semua bentuk yang boleh mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan-Nya dan menyebarluaskan syiar-syiar-Nya (macam ibadah, jihad, amar ma’ruf dan nahimungkar) Hak Manusia pada hakikatnya untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusia (boleh memaafkan, menggugurkan atau memaafkan serta mewariskan seperti dalam kasus pembunuhan keluarga korban dapat mewariskan hak qishash kepada ahli waris. Hak gabungan antara hak Allah dengan hak manusia. Dalam hal ini, terkadang hak Allah lebih dominan -seperti masalah ‘iddah (pemeliharaan terhadap nasab)- dari hak manusia (pemeliharaan terhadap nasab anaknya). Namun dalam kasusu “qishash” hak manusia lebih dominan, sehingga keluarga korban dapat memberi maaf kepada pelaku peembunuhan.

3 b. Dari segi obyek: Para ulama Fiqh membagi kepada: Hak maal (hak yang terkait dengan harta): yaitu sesuatu hak yang terkait dengan kehartabendaan dan manfaat, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang atau hak jual-beli terhadap barang yang dimiliki. Hak ghair al-maal (hak yang tidak terkait dengan kehartabendaan) seperti hak pengajuan talak bagi isteri kepada suami karena tidak memberinya nafkah; hak perwalian ortu kepada anaknya dsb. Hak asy-syakhshi (hak yang ditetapkan bagi seseorang pribadi berupa kewajiban dan keberhakan terhadap orang lain, seperti kewajiban melepas barang yang telah dijual dan keberhakan menerima barang yang telah dibelinya. Hak al-’aini yaitu hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadaap zat sesuatu, sehingga dia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu, seperti hak kepeemilikan terhadap suatu benda, hak memberi jaminan dari barang yang dimiliki kepada pihak lain.

4 c. Dari segi kewenangan pengadilan terhadap hak itu, hak dibagi kepada dua:
1) Haq diyani : yaitu hak yang tidak boleh dicampuri (diintervensi) oleh kekuasaan pengadilan, seperti dalam kasus utang piutang yang tidak dapat dibuktikan oleh pemberi hutang karena tidak cukup alat-alat bukti didepan pengadilan. Akan tetapi dia bisa bebas dari tuntutan pengadilan, namun belum tentu bebas dari hukuman Allah. 2) Haq qadhai yaitu seluruh hak yang tunduk di bawah kekuasaan pengadilan, sekalipun pemilik hak mampu untuk mengajukan tuntutan dan pembuktian atas haknya di depan hakim. 3. Akibat hukum suatu hak: Dalam haal ini, para fuqaha menetapkan beberapa hukum yang berkaitan dengan adanya hak itu: a. Menyangkut pelaksanaan dan penuntutan hak: pihak pemilik hak harus melaksanakan hak-haknya sesuai dengan ketentuan syara’, dimana kepemilikannya terhadap kehartabendaan diikuti dengan kepelikan Allah, sehingga dia harus membayar zakat harta. Namun dalam kaitan dengan persoalan hak manusia, maka penunaiannya dilakukan dengan mengambil dan membayarkannya kepada kepada orang yang berhak menerimanya.

5 b. Menyangkut pemeliharaan hak: Fuqaha berpendapat bahwa syariat islam telah menetapkan agar setiap orang berhak untuk memelihara dan menjaga semua haknya dari segala bentuk kesewenangan orang lain baik secara kepidanaan ataupun keperdataan. Seperti jika terjadi pencurian terhadap hak miliknya, maka dia berhak menuntut secara hukum baik secara pidana atau perdata. c. Menyangkut penggunaan hak: penggunaan hak harus sesuai dengan tuntutan syara’, sehingga seseorang menggunakan haknya jika dapat merugikan atau membawa mudharat kepada orang lain, baik secara perorangan ataupun masyarakat banyak. 4. Pemindahan hak: Fuqaha membolehkan seseorang pemilik hak untuk memindahtangankan haknya kepada orang, baik dalam bentuk transaksi jual-beli, pengalihan utang-piutang dsb dengan syarat dilakukan sesuai prosudur yang telah ditetapkan syara’.

6 5. Berakhirnya suatu hak:
Seseorang dapat berakhir haknya jika dilakukan sesuai dengan ketentuan syara’, namun dalam hal ini ketentuannya akan berbeda pada setiap jenis hak yang dimiliki seseorang. Misalnya: Hak dalam suatu perkawinan (suami-isteri) akan berakhir dengan terjadinya talak. Hak milik akan berakhir dengan terjadinya transaksi jual-beli Hak manfaat atau kegunaan akan berakhir apabila terjadi pembatan akad, baik karena sudah jatuh tempo atau karena terdapat alasan hukum seperti terdapat cacat atau uzur dalam akad tersebut.

7 B. AKAD (kontrak) 1. Pengertian Dalam hukum Islam, istilah akad atau kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian, keduanya identik dan disebut dengan akad (العقد). Namun akad secara bahasa dapat diartikan: ikatan (الربط), sambungan (العقدة) dan janji (العهد). Secara istilah, akad didefinisikan sebagai “pertemuan ijab yang dinyatakan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak lain secara sah menurut syara’ yang tampak akibat hukumnya pada obyeknya. (العقد هو الإيجاب الصادر عن أحد العاقدين بقبول الآخر على وجه مشروع يثبت أثره في المعقود عليه)

8 إنما البيع عن رضا (رواه ابن حبان والبيهقى)
2. Asas-asas Akad: a. Asas konsensualisme (مبدأ الرضائية) Jangan kamu makan harta sesama dengan jalan batil, kecuali dengan jalan pertukaran berdasarkan perizinan timbal balik di antara kamu (QS. An-Nisa: 29). يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ 2) Sesungguhnya jual beli berdasarkan perizinan (ridha) (HR.ibn Hibban dan Al-Baihaqi) إنما البيع عن رضا (رواه ابن حبان والبيهقى) b. Asas kebebasan berkontrak (مبدأ حرية التعاقد) Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janjimu (QS. Al-Maidah: 1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

9 المسلمون عند شروطهم (رواه الترمذي والحاكم)
c. Asas kebolehan: (Pada asasnya segala sesuatu itu boleh sampai terdapat dalil yang melarang). الأصل في الأشياء الإباحة حتى يقوم الدليل على تحريمها d. Asas perjanjian itu mengikat: Orang-orang muslim itu terikat kepada syarat-syarat (klausul-klausul) mereka (HR. At-Turmuzi dan Al-hakim) المسلمون عند شروطهم (رواه الترمذي والحاكم) e. Asas keseimbangan prestasi f. Asas keadilan.

10 3. Rukun Akad: Menurut Fuqaha (ahli hukum) klasik, rukun akad sbb: Para pelaku akad (العاقدان); Ada pernyataan kehendak (صيغة العقد); Obyek akad (محل العقد) Menurut Fuqaha (ahli hukum) modern, rukun akad sbb: Para pelaku akad (العاقدان); Ada pernyataan kehendak (صيغة العقد) Obyek akad (محل العقد); Tujuan akad (موضوع العقد)

11 4. Syarat Akad: Syarat akad meliputi empat macam: Syarat terbentuknya akad (شرط الانعقاد) Syarat keabsahan (شروط الصحة) Syarat berlakunya akibat hukum (شروط النفاذ) Syarat mengikat akad (شروط اللزوم) 4.a. Syarat terbentuknya akad: Tamyiz (التمييز) Berbilang pihak (تعدد الطرفين) Pertemuan kehendak / kesepakatan (تطابق الارادتين) Kesatuan majlis (اتحاد المجلس) Obyek ada pada waktu akad /dapat diserahkan (وجود المحل عند العقد أو القدرة على التسليم) Obyek dapat ditransaksikan (صلاحية المحل للتعامل) Obyek tertentu /dapat ditentukan (اتلعيين أو قابلية المحل للتعيين) Tidak bertentangan denganketentuan syara’ (عدم مخالفة الشرع)

12 4.b. Syarat keabsahan: Bebas dari paksaan (الخلو من الاكراه)© Bebas dari gharar / ketidak jelasan (الخلو من الغرر) Bebas dari riba (الخلو من الربا) Bebas dari syarat fasid (الخلو من الشروط الفاسدة) Tidak menimbulkan kerugian ketika penyerahan (عدم الضرر عند التسليم) 4.c. Syarat berlakuknya akibat hukum: Kewenangan sempurna atas tindakan (الولاية الكاملة على التصرف) Kewenangan sempurna atas obyek (الولاية على المحل): Adanya kepemilikan Adanya penguasaan, atau Tidak tersangkut padanya hak orang lain © -Menurut mayoritas ahli hukum Islam, bebas dari paksaan adalah syarat keabsahan akad; -Namun menurut ahli hukum Hanafiah “ Zufar (w. 158/775): bukan syarat keabsahan, melainkan syarat berlakunya akibat hukum (syaurut an-nafaz)

13 4.d. Syarat menggikatnya akad (syurut al-luzum) adalah bebas dari khiyar (hak opsi) yang meliputi:
Khiyar rukyat yaitu: hak opsi yang dimiliki oleh seseorang untuk meneruskan atau membatalkan akad atas obyek yang sebelumnya tidak dapat dilihat, apabila barang tertentu yidak sesuai dengan kualifikasi yang diperjanjikan. Khiyar syarat yaitu: hak opsi yang diberikan kepada salah satu atau kedua pihak untuk dalam tempo tertentu membatalkan akad dan jika dalam tempo tersebut ia tidak membatalkannya, maka akad dianggap mengikat. Khiyar takyin yaitu: hak opsi yang biasanya diajukan oleh pembeli untuk dalam tempo waktu tertentu memilih salah satu dari obyek yang belum ditentukan pada saat akad Khiyar ‘aib (cacat) yaitu: hak opsi untuk membatalkan atau meneruskan akad dalam hal obyeknya mengandung cacat yang tidak diketahui sebelumnya.

14 5. Bentuk pernyataan kehendak (shigat)
Pernyataan kehendak (sighat ijab dan qabul) dapat disampaikan melalui: Ucapan (al-lafz) Tulisan (al-kitabah) Utusan (ar-risalah) Isyarat (al-isyarah) Secara diam-diam (at-ta’ti) dan Dengan diam semata (as-sukuti) ini hanya khusus untuk ijab saja dan dalam keadaan tertentu. 6. Cacat Kehendak (‘usyub ar-ridha) Rukun kedua akad adalah pernyataan kehendak dalam bentuk ijab dan qabul yang mempresentasikan perizinan (persetujuan, ridha, toestemming). Syaratnya: (1) Kesesuain ijab dan kabul, (2) terjadi dalam majlis akad yang sama. Bila syarat-syarat di atas terpenuhi, maka terwujudlah rida (perizinan) . Tetapi perizinan tidak cukup hanya ada (terwujud) tetapi keberadaannya juga harus sempurna dan sah. Untuk sahnya (sempurnanya) perizinan, ia harus bebas dari cacat kehendak (cacat rida)

15 Cacat kehendak (cacat rida) dalam hukum kontrak ada empat:
1) Paksaan (al-ikrah) 2) Penipuan (al-ghurur) Kekhilafan (al-ghalat) Ketidak seimbangan prestasi (al-ghubn) 7. Sah dan batalnya akad: Apabila semua rukun dan syarat akad terpenuhi, maka akad menjadi sah dan menimbulkan akibat hukum. Apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi, akad tidak sah. Dalam hukum islam terdapat tingkat-tingkat kebatalan dan keabsahan, dari yang paling tidak sah kepada yang paling sah: (1) akad batil (al-aqd al-batil), (2) akad fasid (al-aqd al-fasid), (3) akad maukuf (al-aqd al-mauquf), (4) akd nafiz (al-aqd nafiz) dan (5) akad lazim (aqd lazim).

16 1. Akad batil (tidak penuhi rukun dan syarat): hukumnya:
Tidaak ada wujudnya secara syara’ (dianggap tidak pernah ada) Bila telah dilaksanakan wajib dikembalikan kepada keadaan semula Tidak dapat diratifikasi (diiajazah) Tidak dapat difasakh, karena memang tiddak pernah ada Tidak dapat dikaitkan dengan lewat waktu (at-taqaddum) 2. Akad fasid (telah terpenuhi rukun dan syarat terbentuknya akad, tapi belum penuhi syarat keabsahan (menurut Hanafiah). Jumhur tidak membedakan batil dan fasid, keduanya dianggap sama. Hukumnya: Sebelum pelaksanaan: Pada dasarnya tidak sah, tidak menimbulkan akibat hukum dan tidak dapat diratifikasi Wajib dibatalkan Dapat diberi pembelaan atas tidak terlaksananya dengan dasaar kefasidan.

17 b.


Download ppt "FIQH MUAMALAH (3) A. HAK 1. Pengertian: a. Menurut bahasa:"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google