Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

FAKTOR-FAKTOR KEBUDAYAAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "FAKTOR-FAKTOR KEBUDAYAAN"— Transcript presentasi:

1 FAKTOR-FAKTOR KEBUDAYAAN
KELOMPOK X : M. HARIS WIJAYA REISITA MONICA ASTRID CHINTA PRATIWI ROHAYATI DESWANTO

2 DIALEKTIKA CHALLENGE RESPONSE
Dialektika adalah sebuah cara untuk memikirkan dan mengartikan dunia baik yang mewujud dalam alam maupun dalam masyarakat. Ia adalah sebuah cara untuk melihat alam semesta, yang berangkat dari aksioma bahwa segala hal berada dalam kondisi yang selalu berubah dan mengalir. Tapi bukan hanya itu. Dialektika menjelaskan bahwa perubahan dan pergerakan melibatkan kontradiksi dan hanya dapat terjadi melalui kontradiksi itu. Jadi, bukannya sebuah garis progres yang mulus dan tak terputus-putus, melalui dialektika kita mendapati satu garis yang di sana-sini disela dengan masa-masa yang mendadak dan penuh gejolak, di mana akumulasi dari perubahan-perubahan yang kecil-kecil (perubahan kuantitatif) menjalani satu percepatan yang tinggi, di mana kuantitas diubah menjadi kualitas. Dialektika adalah logika dari kontradiksi.

3 Hukum-hukum dialektika telah diungkapkan secara rinci oleh Hegel walaupun, dalam tulisannya, hukum-hukum itu muncul dalam bentuk yang idealis dan mistis. Marx dan Engels-lah yang pertama kali memberi basis yang ilmiah, yang materialis, terhadap dialektika. "Hegel menulis sebelum Darwin dan sebelum Marx," tulis Trotsky. "Berkat impuls maha dahsyat yang disuntikkan kepada pemikiran manusia oleh Revolusi Perancis, Hegel mengantisipasi pergerakan umum ilmu pengetahuan. Tapi karena itu hanya sekedar antisipasi, sekalipun Hegel adalah seorang jenius, dialektika tetap mendapat watak idealistik di tangannya. Hegel bekerja di bawah bayang-bayang ideologi sebagai realitas puncaknya. Marx menunjukkan bahwa pergerakan dari bayang-bayang ideologi ini tidak mencerminkan apapun selain pergerakan dari benda-benda material."[i] Dalam tulisan Hegel terdapat banyak contoh hukum dialektika yang disimpulkan dari sejarah dan alam. Tapi idealisme Hegel pastilah telah memberi watak yang sangat abstrak dan acak. Untuk membuat dialektika mengabdi pada "Ide Absolut", Hegel terpaksa memaksakan sebuah skema bagi alam dan masyarakat, dengan cara yang persis bertentangan dengan dialektika itu sendiri, padahal dialektika itu menuntut kita untuk menurunkan hukum yang mengatur gejala tertentu melalui telaah yang teliti dan objektif atas subjek-materi, seperti yang dilakukan Marx di dalam Capital.

4 LINGKUNGAN SOSIAL Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo sapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya. Ada perbedaan mendasar tentang asal mula manusia, kelompok evolusionis pengikut Darwin menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi selama ratusan ribu tahun, berbeda dengan kelompok yang menyanggah teori evolusi melalui teori penciptaan, yang menyatakan bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan YME.

5 Pemahaman tentang hidup dan kehidupan, itu tidak mudah
Pemahaman tentang hidup dan kehidupan, itu tidak mudah. Makin banyak hal yang Anda lihat tentang gejala adanya hidup dan kehidupan, makin nampak bahwa hidup itu sesuatu yang rumit. Pada individu dengan organisasi yang kompleks, hidup ditandai dengan eksistensi vital, yaitu: dimulai dengan proses metabolisme, kemudian pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan adaptasi internal, sampai berakhirnya segenap proses itu bagi suatu “individu”. Tetapi bagi “individu” lain seperti sel-sel, jaringan, organ-organ, dan sistem organisme yang termasuk dalam alam mikroskopis, batasan hidup adalah tidak jelas atau samar-samar. Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja oleh makhluk hidup (biotik), tetapi juga benda mati (abiotik), dan berlangsung dalam dinamikanya seluruh komponen kehidupan itu. Ada perpaduan erat antara yang hidup dengan yang mati dalam kehidupan. Mati adalah bagian dari daur kehidupan yang memungkinkan terciptanya kehidupan itu secara berlanjut.

6 Belum ada definisi tentang lingkungan sosial budaya yang disepakati oleh para ahli sosial, karena perbedaan wawasan masing-masing dalam memandang konsep lingkungan sosial budaya. Untuk itu digunakan definisi kerja lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu. Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau homo sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya. Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis (fisiologis maupun morfologis) yang dimilikinya seperti organisme lain dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup. Karena Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia.

7 MODEL KOMUNIKASI BANYAK TAHAP
Sejauh ini terdapat anyak sekali model komunikasi yang telah dibuat pakar komunikasi. Maka disini kita “hanya” akan membahas sebagian kecil saja dari sekian banyak model komunikasi tersebut : v Model S – R Model stimulus – respons (S-R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi behavioristik. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi itu sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Jadi model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat nonverbal, gambar dan tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Pertukaran informasi ini bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek dan setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi. Contoh : Anda menyukai seseorang, lalu anda melihat dan memperhatikan wajahnya sambil senyum-senyum. Ternyata orang tersebut malah menutup wajahnya dengan buku atau malah teriak “apa liat-liat, nantang ya?” lalu anda kecewa dan dalam pikiran anda merasa cintanya bertepuk sebelah tangan dan anda ingin bunuh dia.

8 v Model Aristoteles Model ini adalah model komunikasi yang paling klasik, yang sering juga disebut model retoris. Model ini sering disebut sebagai seni berpidato. Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (etos-kererpercayaan anda), argumen anda (logos-logika dalam emosi khalayak). Dengan kata lain, faktor-faktor yang memainkan peran dalam menentukan efek persuatif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampainnya. Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis.

9 v Model Lasswell Model ini berupa ungkapan verbal, yaitu : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi yaitu : 1. Pengawasan Lingkungan – yang mengingatkan anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan. 2. Korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan, 3. Transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi lainnya. Akan tetapi model ini dikritik karena model ini mengisyaratkan kehadiran komunikator dan pesan yang bertujuan. Model ini juga terlalu menyederhanakan masalah.

10 FAKTOR-FAKTOR KRISIS TENGGELAMNYA KEBUDAYAAN
DALAM kehidupan sehari-hari kita sesungguhnya senantiasa berurusan dengan kebudayaan atau dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap detik-menit-jam kita melihat, mempergunakan, bahkan disadari atau tidak seringkali merusak hasil kebudayaan itu sendiri. Sedemikian parahnya kerusakan itu sehingga belakangan ini sering muncul pertanyaan, apakah kita sedang mengalami krisis kebudayaan. Namun di lain pihak, banyak orang yang tidak menyadari ihwal krisis kebudayaan tersebut. Hal itu disebabkan karena pada umumnya orang mengartikan kebudayaan sebatas kesenian seperti tari-tarian, lukisan, pergelaran drama, pakaian adat, tusuk konde, dan entah apa lagi. Itu pun dipersempit lagi dalam bingkai kepentingan industri pariwisata maupun perdagangan. Cara pandang serupa itu cenderung memperlakukan kebudayaan sebagai sesuatu yang statis dan pasif.

11 Padahal, kebudayaan memiliki arti dan makna yang lebih luas dan dinamis sebagai sebuah proses dari cara berpikir yang merepresentasikan seluruh pemikiran dan pengalaman manusia baik orang per orang maupun kolektif, beserta hasil-hasilnya yang berupa kebendaan (material) maupun yang bersifat kerohanian (immaterial). Betapa luas dan dinamisnya makna kebudayaan sehingga terdapat ratusan definisi tentang kebudayaan yang dikembangkan oleh para ahli antropologi. Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yakni bentuk jamak dari budhi, yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Sedangkan istilah culture (Inggris), cultuur (Belanda), tsaqafah (Arab), berasal dari perkataan colere (Latin) yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut kemudian diartikan sebagai segala daya dan kegiatan untuk mengolah dan mengubah alam.

12 Dari berbagai pengertiannya yang luas para ahli antropologi menyimpulkan adanya unsur-unsur kebudayaan yang universal (cultural universals), yaitu meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem kemasyarakatan (sosial politik), sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem ekonomi, serta sistem teknologi dan peralatan hidup. Dengan demikian, dalam kehidupan nyata antara masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisah-pisahkan dan selamanya merupakan dwi-tunggal. Ada manusia (masyarakat) ada kebudayaan. Dengan kata lain, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan, begitu pula sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya atau sebagai tanah tumbuhnya kebudayaan. Istilah cultural determinism, yang berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, merupakan sesuatu yang niscaya. Tak dapat disangkal.

13 FAHAM KEBUDAYAAN Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

14 FAHAM KETUHANAN Apa yang kita kenal sebagai kepercayaan Barat yang mencakup Judaisme, Kristianitas dan yang mendekati ke arah tersebut yaitu Islam, pada dasarnya mempercayai keberadaan Tuhan dalam pengaturan kehidupan manusia dan alam semesta. Tetapi apabila kita meninjau kepercayaan Timur yang mencakup antara lain Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, dan Confusianisme maka akan kita jumpai adanya suatu konsep pengetahuan yang tinggi dimana mengacu pada pengolahan diri sendiri untuk mencapai Pencerahan tanpa menyerah pada segala bentuk pengaturan ataupun nasib. Konsep pemahaman Ketuhanan berikut ini disampaikan dengan tujuan agar dapat diperoleh suatu gambaran sekilas mengenai berbagai perbedaan dan persamaan yang ada sebagai latar belakang kemunculan suatu agama ataupun kepercayaan tertentu.

15 Pantheisme Kepercayaan Timur yang banyak mengakar dari kebudayaan China dan India menganggap bahwa segala sesuatu adalah Tuhan, dan Tuhan itu ada di mana-mana, atau dengan kata lain Tuhan dan alam itu adalah satu. Kepercayaan yang disebut sebagai pantheisme (bahasa Latin, 'pan' yg berarti 'semua' dan 'theos' yg berarti 'Tuhan') menguraikan bahwa Tuhan dapat hadir pada berbagai jenis makhluk hidup baik berupa manusia maupun binatang, ataupun pepohonan dan tumbuhan. Tuhan dan Alam adalah sama. Paham animisme sering juga dikaitkan dengan pantheisme, padahal penekanan pengertian yang ada pada dasarnya berbeda. Animisme yg bersifat lebih primitif mempercayai bahwa benda tertentu seperti pohon, batu, laut dan berbagai benda lainnya baik karena bentuknya yang aneh ataupun karena adanya kejadian tertentu dianggap memiliki 'penghuni' dan dikeramatkan. Gaung animisme ini sering dijumpai dalam berbagai agama, tidak kurang dalam Kitab Perjanjian Lama pada kejadian Bethel dimana Jacob memperlakukan batu sebagai tuhan karena batu tersebut merupakan tempat dimana dia membaringkan kepalanya saat mendapatkan pandangan terhadap tangga yang menghubungkan Bumi dengan Surga (Kitab Kejadian 28:10-22). Kritik juga dilontarkan terhadap Kristiani sebagai penganut animisme dimana menyembah gereja sebagai tempat suci Tuhan.

16 Deisme Penganut paham berikutnya yang disebut deisme (berasal dari kata Latin 'deus' yang berarti 'Tuhan'). Sebelum akhir abad ke-17, pengertian deisme dalam bentuk yang murni (agak lain dari pengertian 'theisme' yang akan dijelaskan kemudian) adalah merupakan penghayatan atas apa yang secara teknis dikenal sebagai agama tanpa wahyu. Deisme mempercayai Tuhan bukan sebagai suatu personil, melainkan suatu makhluk yang omnipotent dan bertanggung jawab terhadap penciptaan alam semesta ini, tetapi tidak terlibat dalam berbagai kejadian yang kemudian muncul. Beliau adalah omnipotent, sehingga tidak perlu melibatkan diriNya lagi. Sebagai makhluk yang sempurna tentunya Beliau telah menciptakan semua benda dengan sempurna sehingga tidak perlu campur tanganNya lagi. Alam semesta dan berbagai ciptaan lainnya dapat hidup terus tanpa ada suatu kekurangan sampai sisa waktu yang ada. Dalam hal ini Tuhan dapat dikatakan sebagai Ahli Matematika, Arsitek Alam Semesta, Asal Muasal Yang Pertama.

17 Kita akan lebih akrab dengan pengertian theisme di Barat, suatu kata yang diidentikkan dengan Judaisme, Kristianitas dan Islam. Beberapa cendekiawan menyatakan bahwa Zoroastrianisme yang ditemukan di Persia sekitar abad ke-6 atau ke-7 sebelum masehi, adalah merupakan agama ketuhanan yang pertama, meskipun kemungkinannya akan lebih tepat dinyatakan sebagai pengungkapan pertama atas monotheisme sebagai kebalikan dari polytheisme. Theisme pada awalnya digunakan sebagai kebalikan dari atheisme yang mempercayai tiada Tuhan. Kemudian paham theisme ini lebih banyak digunakan sebagai kebalikan dari pantheisme , dan selanjutnya terhadap deisme pada saat munculnya paham Pencerahan (Enlightenment). Berlawanan dengan paham deisme yang menekankan transcendental, theisme menekankan sisi personal sifat asli Tuhan (Tuhan sebagai immanental ) dengan tidak menghilangkan penekanan sebagai 'Yang Tersuci' , Maha Pencipta bagi segala benda dan makhluk. Dapat dikatakan bahwa konsep pemahaman ini merupakan intisari pengertian yang ada dalam paham pantheisme dan deisme. Dalam konsep pemahaman theisme, dipercayai bahwa Tuhan terus menerus melakukan intervensi di dunia ini melalui pendeta, alim ulama, atau nabi-nabi, yang mana menurut pengertian yang ada dalam Kristianitas, Tuhan berinkarnasi dalam tubuh Yesus dalam usahanya untuk terus menjaga atau memperbaiki kehidupan ini ke jalan yang benar, tidak seperti yang ada dalam pengertian deisme, yang dipandangnya tidak logis. Manusia telah diberikan kebebasan, dan apabila salah menggunakan kebebasannya (berdosa) berarti telah tersesat (anak domba yang sesat) dari jalanNya.

18


Download ppt "FAKTOR-FAKTOR KEBUDAYAAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google