Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kementerian Pendidikan Nasional

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kementerian Pendidikan Nasional"— Transcript presentasi:

1 Kementerian Pendidikan Nasional
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum PENYEMPURNAAN KURIKULUM DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN AKTIF BERDASARKAN NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MEMBENTUK DAYA SAING DAN KARAKTER BANGSA

2 ALUR PIKIR PENYEMPURNAAN KURIKULUM DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN AKTIF BERDASARKAN NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MEMBENTUK DAYA SAING DAN KARAKTER BANGSA BUDAYA SEKOLAH Daya Saing - Karakter Bangsa KTSP RENCANA AKSI NASIONAL: Pencanangan gerakan pendidikan budaya & karakter bangsa oleh Presiden RI; TOT 1000 master trainers; Piloting di 33 Prop Kegiatan Pendukung Program 100 Hari Metode Pembelajaran Aktif Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa Inpres 6/2009 tentang Pengembengan Ekonomi Kreatif RPJMN Inpres 1/2010 Penguatan Pelaksanaan Kurikulum Penataan Ulang Kurikulum

3 LANDASAN KEBIJAKAN TERKAIT PENATAAN ULANG KURIKULUM
RPJMN Prioritas 2: Pendidikan Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Akses pendidikan dasar-menengah: Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar dari 95% di 2009 menjadi 96% di 2014 dan APM pendidikan setingkat SMP dari 73% menjadi 76% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan setingkat SMA dari 69% menjadi 85%; Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS, penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar; 2. Akses pendidikan tinggi: Peningkatan APK pendidikan tinggi dari18% di 2009 menjadi 25% di 2014; 3. Metodologi: Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya-bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Akhir Nasional pada 2011 dan penyempurnaan kurikulum sekolah dasar dan menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014; 4. Pengelolaan: Pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul, revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance, mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten; 5. Kurikulum: Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (diantaranya dengan mengembangkan model link and match); 6. Kualitas: Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah, melalui: 1) program remediasi kemampuan mengajar guru; 2) penerapan sistem evaluasi kinerja profesional tenaga pengajar; 3) sertifikasi ISO 9001:2008 di 100% PTN, 50% PTS, 100% SMK sebelum 2014; 4) membuka luas kerja sama PTN dengan lembaga pendidikan internasional; 5) mendorong 11 PT masuk Top 500 THES pada 2014; 6) memastikan perbandingan guru:murid di setiap SD & MI sebesar 1:32 dan di setiap SMP & MTs 1:40; dan 7) memastikan tercapainya Standar Nasional Pendidikan (SNP) bagi Pendidikan Agama dan Keagamaan paling lambat tahun 2013.

4 RENSTRA KEMENDIKNAS 4.2 Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 4.2.4 Penerapan Metodologi Pendidikan Akhlak Mulia dan Karakter Bangsa Sistem pembelajaran saat ini dipandang belum secara efektif membangun peserta didik memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya degradasi moral seperti penyalahgunaan narkoba, radikalisme pelajar, pornografi dan pornoaksi, plagiarisme, dan menurunnya nilai kebanggaan berbangsa dan bernegara. Kebijakan untuk menanggulangi masalah ini antara lain adalah sebagai berikut. (1) Menanamkan pendidikan moral yang mengintegrasikan muatan agama, budi pekerti, kebanggaan warga negara, peduli kebersihan, peduli lingkungan, dan peduli ketertiban dalam penyelenggaraan pendidikan; (2) Mengembangkan kurikulum pendidikan yang memberikan muatan soft skills yang meningkatkan akhlak mulia dan menumbuhkan karakter berbangsa dan bernegara; (3) Menumbuhkan budaya peduli kebersihan, peduli lingkungan, dan peduli ketertiban melalui pembelajaran aktif di lapangan; (4) Penilaian prestasi keteladanan peserta didik yang mempertimbangkan aspek akhlak mulia dan karakter berbangsa dan bernegara. 4.2.5 Pengembangan Metodologi Pendidikan yang Membangun Manusia yang Berjiwa Kreatif, Inovatif, Sportif dan Wirausaha Dalam mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif (PEK) tahun , yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia perlu dirumuskan kebijakan pengintergrasian aspek yang menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif dan wirausaha dalam metodologi pendidikan. Pengembangan metodologi pendidikan ini dilakukan melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut. (1) Melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan kewirausahaan peserta didik sedini mungkin; (2) Meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang mendukung penciptaan kreativitas dan kewirausahaan pada peserta didik sedini mungkin; (3) Menciptakan akses pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi kreatif antar penyelenggara pendidikan; (4) Peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas dan lembaga pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif; (5) Menciptakan keterhubungan dan keterpaduan antara lulusan pendidikan tinggi dan sekolah menengah kejuruan yang terkait dengan kebutuhan pengembangan ekonomi kreatif; (6) Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di institusi pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif; (7) Fasilitasi pengembangan jejaring dan mendorong kerja sama antar insan kreatif Indonesia di dalam dan luar negeri.

5 STRATEGI PENATAAN ULANG KURIKULUM
Penataan ulang kurikulum dalam konteks yang luas mencakup unsur- unsur sebagai berikut: Penguatan kurikulum dengan cara penerapan metodologi pembelajaran aktif, integrasi pendidikan kewirausahaan, pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan kreatif untuk menghasilkan SDM yang berdaya saing. Penyempurnaan kurikulum sebagai upaya untuk menyempurnakan muatan Kurikulum yang terpisah dari Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Pengelolaan kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah.

6 FRAMEWORK PENATAAN ULANG KURIKULUM

7 PROGRAM PENATAAN ULANG KURIKULUM
PERIODE JANGKA PENDEK: JANGKA PANJANG: 2010 2011 2012 2013 2014 I. Penguatan Pelaksanaan Kurikulum Penyusunan Pedoman Pengembangan dan Penerapan Metodologi Pembelajaran Aktif Program penguatan ditindaklanjuti dengan upaya mengintegrasikan metodologi pembelajaran, pendidikan kewirausahaan, pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan ekonomi kreatif ke dalam kurikulum sekolah. Mulai pada pertengahan 2010, program penguatan dimulai dengan tahap awal untuk memberikan bantuan dan layanan profesional serta pelatihan ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Pelatihan akan dilakukan untuk mempersiapkan tenaga pelatih tingkat nasional sebanyak 50 orang dan pelatih tingkat daerah sebanyak 950 orang. Rintisan pendidikan budaya dan karakter bangsa akan dilakukan di 125 satuan pendidikan. Program penguatan ni diharapkan berlanjut terus yang dapat melampaui batasan selesainya program periode Setiap tahun yang dimulai 2011 akan dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan integrasi unsur-unsur tersebut agar dapat diketahui kekuatan dan kelemahannya. Penyusunan Pedoman Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Penyusunan Pedoman Pendidikan Kewirausahaan Penyusunan Pedoman Pendidikan Ekonomi Kreatif II. Penyempurnaan Kurikulum Penyusunan Naskah Akademik PAUD Program penyempurnaan kurikulum diawali dengan penyusunan naskah akademik satuan pendidikan dengan target sebanyak 19 naskah. Berikutnya akan ditindaklajuti dengan penyusunan naskah akademik setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan dengan target sebanyak 50 naskah. Dari keseluruhan rangkaian kegiatan diharapkan dapat dihasilkan naskah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta naskah kompetensi mata pelajaran sebagai tahap persiapan dalam rangka perwujudan pengelolaan kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah. Penyempurnaan kurikulum pendidikan dasar dan menengah dilakukan sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada tahun 2012 dan 100% pada tahun 2014. Penyusunan Naskah Akademik SD/SDLB/Paket A Penyusunan Naskah Akademik SMP/SMPLB/Paket B Penyusunan Naskah Akademik SMA/SMALB/Paket C Penyusunan Naskah Akademik Pendidikan Non Formal III. Pengelolaan Kurikulum Penyusunan Naskah Akademik Penataan Ulang Kurikulum Naskah Akademik Penataan Ulang Kurikulum merupakan acuan umum bagi penyusunan naskah akademik satuan pendidikan. Ditindaklanjuti dengan penyusunan framework operasional pengelolaan kurikulum yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah.

8 I. FRAMEWORK PENGUATAN PELAKSANAAN KURIKULUM

9 METODOLOGI PEMBELAJARAN AKTIF
Tuntutan penggunaan metode pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik perlu terus menerus ditingkatkan bukan hanya di dalam pengertian untuk pengembangan kemampuan kognitif, tetapi pengembangan afektif dan psikomotorik yang harus dimiliki oleh seorang manusia secara holistik. Semua itu adalah dalam rangka pembangunan insan cerdas komprehensif atau seutuhnya sebagaimana yang ditegaskan dalam Renstra Kementerian Pendidikan Nasional bahwa yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.

10 DIMENSI PENGEMBANGAN POTENSI MELALUI PEMBELAJARAN AKTIF

11 DESKRIPSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Untuk membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausahawan, Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Instruksi ini mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan. Pemerintah menyadari betul bahwa dunia usaha merupakan tulang punggung perekonomian nasional, sehingga harus diupayakan untuk ditingkatkan secara terus menerus. Melalui gerakan ini diharapkan budaya kewirausahaan akan menjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh, dan mandiri. Hal itu sangat penting mengingat bahwa sebenarnya aktivitas kewirausahaan tidak hanya berada dalam tataran micro-economy, melainkan masuk juga pada tataran macro-economy.

12 PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

13 DIMENSI PENGEMBANGAN POTENSI MELALUI PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

14 DESKRIPSI PENDIDIKAN EKONOMI KREATIF
Melalui ekonomi kreatif, yang mencakup industri kreatif, banyak negara lain telah mampu untuk meningkatkan perekonomian bangsanya. Oleh karena itu, pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia juga didasarkan pada pertimbangan untuk memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Pemerintah Indonesia sudah mulai melihat bahwa berbagai subsektor dalam industri kreatif berpotensi untuk dikembangkan. Modalitas bangsa Indonesia yaitu memiliki sumber daya insani kreatif dan warisan budaya yang kaya. Istilah dan konsep itu selanjutnya menjadi populer seiring dengan peluncuran kebijakan Pemerintah dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif yang diwujudkan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif tanggal 5 Agustus 2009. Pengalaman menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami tempaan banyak krisis terutama pada tahun 1997 dan 2008 yang mengguncangkan sendi-sendi kehidupan negara terutama di sektor ekonomi dan moneter. Apabila kondisi ini dibiarkan tentu ekonomi negara akan semakin buruk dan terpuruk. Solusi perlu segera dicari agar kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat bisa ditingkatkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, dan indeks daya saing (competitiveness index) Indonesia di tingkat global juga semakin terus meningkat. Cakupan pengembangan Ekonomi Kreatif yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia diutamakan pada 14 aspek, yaitu: (1) periklanan; (2) arsitektur; (3) pasar seni dan barang antik; (4) kerajinan; (5) desain; (6) fashion (mode); (7) film, video, dan fotografi; (8) permainan interaktif; (9) musik; (10) seni pertunjukan; (11) penerbitan dan percetakan; (12) layanan komputer dan piranti lunak; (13) radio dan televisi; dan (14) riset dan pengembangan.

15 II. FRAMEWORK PENYEMPURNAAN KURIKULUM

16 ANALISIS MUATAN SI/SKL YANG BERLAKU SAAT INI

17 ANALISIS MUATAN IDEAL SI/SKL DI MASA YANG AKAN DATANG

18 PROSES PENGKAJIAN SI/SKL & KURIKULUM

19 PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK MATA PELAJARAN SEBAGAI TINDAK LANJUT DARI NASKAH AKADEMIK SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN PAUD SD/SDLB/Paket A SMP/SMPLB/Paket B SMA/SMALB/Paket C SMK 1. Pendidikan Agama Pengembangan Potensi TK A, TK B, Kelompok Bermain, dan Kelompok TPA. 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris - 5. Matematika 6. Ilmu Pengetahuan Alam 6.1 Fisika 6.2 Biologi 6.3 Kimia 7. Ilmu Pengetahuan Sosial 7.1 Sejarah 7.2 Geografi 7.3 Ekonomi 7.4 Sosiologi 7.5 Antropologi 8. Pendidikan Jasmani & Kesehatan 9. Pendidikan Seni & Budaya 10. Kejuruan & Keterampilan 11. Muatan Lokal √ Dikelola oleh daerah dan sekolah

20 III. FRAMEWORK PENGELOLAAN KURIKULUM

21 PENGELOLAAN KURIKULUM SAAT INI SEJAK 2006

22 PENGELOLAAN KURIKULUM MASA YANG AKAN DATANG
MODEL 1: CENTRALIZED CURRICULUM MANAGEMENT

23 Centralized Curriculum Management yaitu pengelolaan kurikulum yang terpusat, dalam arti semua unsur atau komponen kurikulum dikembangkan oleh Pemerintah. Model 1 mendeskripsikan sebagai berikut: SI/SKL merupakan standar minimal yang menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum. Pengelolaan di tingkat nasional memberikan ruang bagi Pemerintah untuk mengembangan seluruh substansi kurikulum yang mencakup: (1) kerangka dasar, (2) struktur kurikulum, (3) beban belajar, (4) pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap mata pelajaran, dan (5) kalender akademik. Pengelolaan di tingkat daerah memberikan ruang bagi daerah untuk melakukan koordinasi dan supervisi dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang disusun di tingkat sekolah. Pengelolaan di tingkat sekolah memberikan ruang bagi sekolah untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum secara operasional.

24 SUBSTANSI PENGELOLAAN KURIKULUM MODEL 1

25 KEKUATAN DAN KELEMAHAN MODEL 1
Tingkat nasional memiliki dukungan kemampuan teknis dan sumber daya yang memadai dalam pengembangan seluruh substansi kurikulum. Pengontrolan kualitas substansi dan dokumen kurikulum nasional akan terjaga secara optimal. 2. Kelemahan: Pengembangan kurikulum hanya terpusat pada tingkat nasional, sedangkan daerah hanya sebagai organ yang bertindak dalam hal koordinasi dan supervisi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang dilakukan oleh sekolah. Daerah tidak memiliki ruang untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.

26 PENGELOLAAN KURIKULUM MASA YANG AKAN DATANG
MODEL 2: DECENTRALIZED CURRICULUM MANAGEMENT

27 Decentralized Curriculum Management yaitu transformasi pengelolaan kurikulum yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengembangkan unsur tertentu. Model 2 mendeskripsikan sebagai berikut: SI/SKL merupakan standar minimal yang menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum. Pengelolaan di tingkat nasional memberikan ruang bagi Pemerintah untuk mengembangan seluruh substansi kurikulum yang mencakup: (1) kerangka dasar, (2) struktur kurikulum, (3) beban belajar, (4) pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar beberapa mata pelajaran tertentu, dan (5) kalender akademik. Pengelolaan di tingkat daerah memberikan ruang bagi daerah selain koordinasi dan supervisi, juga untuk melakukan pengembangan dan/atau penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar beberapa mata pelajaran tertentu. Pengelolaan di tingkat sekolah memberikan ruang bagi sekolah untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum secara operasional.

28 SUBSTANSI PENGELOLAAN KURIKULUM MODEL 2

29 KEKUATAN DAN KELEMAHAN MODEL 2
Pusat dan daerah memiliki ruang yang relatif sama dalam hal pengembangan substansi dan dokumen kurikulum. Daerah mempunyai ruang yang cukup untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan. 2. Kelemahan: Sebagian besar daerah tidak memiliki dukungan kemampuan teknis dan sumber daya dalam hal pengembangan kurikulum. Kesulitan mengontrol kualitas substansi dan dokumen kurikulum yang dihasilkan oleh daerah.

30 PENGELOLAAN KURIKULUM MASA YANG AKAN DATANG
MODEL 3: CONGRUENT-DIVERSIFIED CURRICULUM MANAGEMENT

31 Congruent-Diversified Curriculum Management yaitu transformasi pengelolaan kurikulum yang dilakukan dengan pembagian kewenangan secara berimbang atau sama beban. Model 3 mendeskripsikan sebagai berikut: SI/SKL merupakan standar minimal yang menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum. Pengelolaan di tingkat nasional memberikan ruang bagi Pemerintah untuk mengembangan seluruh substansi kurikulum yang mencakup: (1) kerangka dasar, (2) struktur kurikulum, (3) beban belajar, dan (4) kalender akademik. Pengelolaan di tingkat daerah memberikan ruang bagi daerah selain dari koordinasi dan supervisi, juga memberikan ruang untuk melakukan diversifikasi kurikulum nasional sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Pengelolaan di tingkat sekolah memberikan ruang bagi sekolah untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum secara operasional.

32 SUBSTANSI PENGELOLAAN KURIKULUM MODEL 3

33 KEKUATAN DAN KELEMAHAN MODEL 3
Memberdayakan daerah untuk melakukan diversifikasi kurikulum nasional sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Daerah dapat berkompetisi untuk melakukan berbagai inovasi dan menghasilkan berbagai keunggulan dalam bidang pendidikan. 2. Kelemahan: Sebagian besar daerah tidak memiliki dukungan kemampuan teknis dan sumber daya dalam hal pengembangan kurikulum. Kesulitan mengontrol kualitas substansi dan dokumen kurikulum yang dihasilkan oleh daerah.

34 SEKIAN TERIMA KASIH…


Download ppt "Kementerian Pendidikan Nasional"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google