Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Asas-asas Hukum Islam Oleh: Moh.Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Asas-asas Hukum Islam Oleh: Moh.Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum."— Transcript presentasi:

1 Asas-asas Hukum Islam Oleh: Moh.Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum.
Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep

2 Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan (Allah) yang disebut sebagai ibadah “mahdloh”, dan hubungan antara sesama manusia dan lingkungannya yang disebut sebagai “ghoiru mahdloh”, atau dikenal dengan istilah muamalah yang berdasarkan syariat Islam. Adapun yang dimaksud hukum Islam dalam bab ini adalah hukum islam yang mengatur hubungan antara sesama manusia (muamalah), yang telah dipositifkan (diberlakukan) di Indonesia, yaitu mencakup hukum perkawinan Islam, hukum kewarisan Islam dan hukum wakaf.

3 Sumber Hukum Islam Sudah menjadi kesepakatan para ahli hukum Islam, bahwa setiap peristiwa ada ketentuan hukumnya, baik berdasarkan nash (dalil teks) yang tegas atau nash yang kurang tegas yang memerlukan penafsiran hukum, maupun yang tidak ada nashnya sekalipun.

4 Sehubungan dengan hal tersebut timbul perbedaan mengenai sumber-sumber hukum (Islam).
Dari perbedaan itu, ada yang menyebut, sumber hukum Islam itu dua (Al-Qur’an dan Al-Hadist), Ada yang menyebut empat (Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’ dan Qiyas). Selain’ itu ada yang menyatakan sumber hukum Islam lebih dari sepuluh yang kemudian diringkas menjadi empat (Al-Qur’an, al-Hafist, Ijma’ dan Qiyas) kemudian diringkas lagi menjadi dua (Al-Qur’an dan Al-Hadist).

5 Menurut pendapat yang menyatakan bahwa sumber hukum Islam ada sepuluh lebih adalah:
(1). Al-Qur’an; (2). Al-Hadist; (3). Ijma’ (pendapat fuqoha Mujtahid); (4). Qoul (pendapat sahabat); (5).Qiyas atau –Argumentum analogi (mempersamakan hukum suatu peristiwa/perkara lain yang sejenis yang sudah ada hukumnya);

6 6. Istihsan (argumentum a contrario); 7. Maslahat Mursalah; 8
6. Istihsan (argumentum a contrario); 7. Maslahat Mursalah; 8. Urf (kebiasaan baik); 9.Istishab (terus menerus menetapkan apa yang telah ada dan meniadakan apa yang tadinya tidak ada); 10Saddudz dzoro’i (menetapkan hukum suatu perkara/peristiwa dengan suatu hukum yang terdapat pada perkara/peristiwa yang dituju); (11). Syariat umat Islam sebelumnya (sebelum kita).

7 Hukum Perkawinan Islam
Dalam hukum Islam perkawinan dikenal dengan istilah pernikahan yang berasal dari kata “nikah”. Pernikahan adalah akad perjanjian antara calon suami-istri untuk mnegesahkan hubungan keduanya sebagai suami istri dan untuk melanjutkan keturunan

8 Perkawinan dalam hukum Islam bertujuan untuk:
Memnuhi sunnah Rasulullah SAW, yang diyakini sebagai salah satu bagian ibadah/pengabdian hambanya kepada Allah untuk melanjutkan regenerasi kemanusiaan; Memperoleh dan melanjutkan keturunan yang sah menurut ajaran agama Islam; Mmenuhi tuntutan naluriah kemanusiaan yang sah menurut agama Islam; Membangun rumah tangga yang sakinah (tenang), mawaddah (saling cinta), dan rahmah (saling berkasih sayang) sebagai bagian terkecil dari sebuah masyarakat; Melaksnakan hubungan antar umat manusia (hablun minannas), baik secara individu maupun secara kelompok yang saling menghormati, menghargai dan bermartabat.

9 Dalam melaksanakan perkawinan, hukum Islam memiliki asas-asas yang harus diperhatikan dan dipenuhi, yaitu: Adanya persetujuan secara suka rela (bukan karena dipaksa) antara calon suami istri untuk melangsungkan perkawinan; Antara calon suami istri tidak ada larangan untuk dilangusngkannya perkawinan (bukan muhrim); Perkawinan dalam Islam harus bertujuan membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah; Hak dan kewajiban antara suami istri dilaksnakan secara seimbang.

10 Selain asas-asas perkawinan diatas, ada sejumlah syarat dan rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Ada mempelai perempuan dan mempelai laki-laki, harus bukan muhrim/tidak haram dinikahi. Yang dimaksud dengan muhrim antara lain karena: nasab (ada pertalian famili dalam garis ke atas atau ke bawah), mushaharoh (misalnya anak kawin dengan ibu atau ayah tiri), saudara satu susuan, wathi’ (misalnya bapak kawin dengan anak), perbedaan agama. 2. Ada wali, yang terdiri dari: Wali nashab, yaitu wali yang berasal dari anggota keluarga laki-laki yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai perempuan; Wali hakim, yaitu wali yang ditunjuk dan diberikan kuasa oleh kepala negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Wali muhakkam, yaitu wali yang ditunjuk atau dipilih atas persetujuan kedua mempelai. Adapun syarat-syarat wali dalam perkawinan adalah: a. Laki-aki; b. Baligh (dewasa); c. Muslim; d. Sehat akal; e. Adil/jujur.

11 3. Ada saksi yang sedikitnya dua orang dengan syarat: (a) muslim, (b) merdeka, (c) baligh (dewasa), (d) sehat akal/pikiran, (e) adil/jujur. 4. Ada ijab dan qobul, yaitu wali dari calon mempelai Perempuan mengucapkan “ijab” (menawarkan diri) anak perempuannya untuk dinikahkan kepada mempelai laki-laki, dan mempelai laki-laki menyatakan “qabul” (penerimaan ataas peryantaan penawaran wali perempuan, disertai pembayaran ams kawin (mahar).

12 Hukum Waris Islam Dalam kewarisan Islam, ada tiga unsur penting, yaitu: Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan; Ahli waris adalah orang-orang yang masih hidup yang berhal mendapatkan harta warisan; Harta warisan adalah harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris.

13 Dalam hukum Islam, waris mewarisi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Hubungan kekeluargaan (darah) antara pewaris dengan ahli waris; Hubungan perkawinan, dimana suami atau istri satu sama lain saling mewarisi; Hubungan Islam, apabila pewaris tidak mempunyai ahli waris, maka harta warisan diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan seluruh umat Islam. Dalam hukum Islam, pewarisan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Warisan ab intestato adalah pemindahan hak kebendaan dalam warisan menurut undang-undang; dan Warisan testamenter adalah pembagian warisan yang dilakukan menurut wasiat dari pewaris sebelum meninggal dunia.

14 Hukum Wakaf Berbicara tentang wakaf, ditemukan berbagai pengertiannya menurut pendapat para ahli hukum Islam, diantaranya adalah: Menurut Sayyid Sabik, sebagaimana dikutip oleh Umar Said (2011), wakaf menurut syara’ adalah menahan dzat (asal) benda dan mempergunakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfaatnya di jalan Allah (sabilillah). Menurut Ali bin Muhammad Al-Jurjani, sebagaimana dikutip oleh Suparman dan Usman (2006), wakaf adalah menahan dzat suatu benda dalam pemilikan si wakif dan memanfaatkan (mempergunakan) manfaatnya. Menurut Hasbi Assiddiqi (1975), wakaf merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan telah menjadi lazim (telah berlaku) dengan sebutan lafadz, walaupun tidak diputuskan oleh hakim, dan lepas meiliknya, walaupun barang itu tetap ada ditangannya.

15 Menurut Anwar Hariyono (1968), wakaf adalah pelepasan hak milik seorang muslim yang hanya manfaat atau hasilnya dipergunakan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak milik ini diyakini sebagai sodaqoh jariyah. Menurut Umar Said (2011), wakaf adalah melepaskan atau menahan hak milik atas harta benda untuk dimanfaatkan guna kepentingan ibadah (umum) yang diridhoi oleh Allah. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat.

16 Adapun dasar berlakunya wakaf sebagaimana tercantum dalam nash Al-Qur’an dalam surat Al-Hajj:77, Al-Baqarah:267, Al-Imron:92, dan hadist Nabi SAW yang menyatakan bahwa, apabila anak adam meninggal dunia, putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya. Muhammad Ismail Al-Kahlani, menafsirkan shodaqoh jariyah dengan wakaf. Begitu juga menurut Asy-Syaukani, sebagaimana dikutip oleh Suparman dan Usman (2006), bahwa para ulama secara umum menafsirkan shodaqoh jariyah sama dengan wakaf. Sedangkan di Indonesia, hukum wakaf diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

17 Sedangkan unsur-unsur (rukun) dalam wakaf tediri dari:
Wakif (orang yang berwakaf) Maukuf (harta yang diwakafkan) Maukuf alaih (tujuan/peruntukan harta yang diwakafkan) Nazir (penerima/pengurus/pengelola wakaf) Aqad wakaf atau sighot (pernyataan serah terima wakaf dari wakil ke nadzir (maukuf alaih). Menurut syariat Islam, wakaf terdiri dari dua macam, yaitu: Wakaf ahli atau wakaf dzurri (keluarga), yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan keluarga/famili/wakif Wakaf khairi (kebaikan), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat umum.

18 Untuk sahnya pelaksanaan wakaf, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Wakif harus mukallaf (baligh), sebagai pemilik sendiri harta yang diwakafkan, dan sukarela atas kehendak sendiri atau tidak dipaksa; Harta yang diwakfkan harus milik wakif dan kekal atau tidak rusak, artinya dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan/penggunaan wakaf; Tujuan wakaf haus jekas untuk kemaslahatan umat, penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah atau syariat dan tidak beretntangan dengan hukum atau kepentingan umum;

19 Nadzir harus mukallaf (baligh/dewasa), berakal sehat, jujur/adil, dan mampu/amanah dalam mengurus/mengelola wakaf. Aqad (sighat) atay ikrar wakaf harus dinyatakan dengan jelas dengan tulisan atau lisan kepada nadzir termasuk peruntukan wakaf harus dinyatakan dengan jelas; Wakaf dilaksanakan dengan tunai pada saat dilakukan ikrar wakaf, tidak boleh diangsur dan tidak bolek khiyat.


Download ppt "Asas-asas Hukum Islam Oleh: Moh.Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google