MATA KULIAH : DESENTRALISASI FISKAL KEBIJAKAN ANGGARAN KE DAERAH
KEBIJAKAN ANGGARAN KE DAERAH A. ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH Kebijakan anggaran transfer ke daerah pada tahun 2011 akan diarahkan untuk : 1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); 2. Menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; 3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah; 4. Mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro; 5. Meningkatkan daya saing daerah; 6. Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; 7. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan 8. Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
Tujuan Transfer ke Daerah Untuk menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dengan tetap memperhatikan peraturan perundangan. Nomenklatur transfer ke daerah dalam APBN terdiri dari : 1. Dana Perimbangan, tdd : 1). Dana Bagi Hasil (DBH), 2). Dana Alokasi Umum (DAU), dan 3). Dana Alokasi Khusus (DAK) 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dalam perspektif transfer ke daerah, dana perimbangan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh karena ketiga komponen tersebut saling melengkapi satu sama lain.
I. DANA PERIMBANGAN A. Dana Bagi Hasil Merupakan salah satu komponen Dana Perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil (by origin) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jenis penerimaan negara dalam APBN yang dibagihasilkan meliputi : beberapa Jenis Potensi Pajak dan sumber daya alam (DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) yang dikelola oleh pusat. Transfer DBH bersifat block grant. Tujuan utama alokasi DBH adalah = Untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah
1. Dana Bagi Hasil Pajak (DBH) Latarbelakang adanya kebijakan DBH Pajak : Kebutuhan pendanaan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah, tidak seimbang dengan besarnya pendapatan daerah itu sendiri. Keterbatasan kemampuan Pemerintah Daerah dalam pengumpulan dana secara mandiri Adanya jenis penerimaan pajak dan atau bukan pajak yang berdasarkan pertimbangan tertentu pemungutannya harus dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, namun obyek dan atau subyek pajaknya berada di daerah. Memperkecil kesenjangan ekonomi antar daerah Memberikan insentif kepada daerah dalam melaksanakan program Pemerintah Pusat Memberikan kompensasi kepada daerah atas timbulnya beban dari kegiatan yag dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat
DBH Pajak terdiri atas 4 jenis yaitu : DBH dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam tahun anggaran 2011, BPHTB tidak lagi termasuk dalam DBH, karena jenis pajak ini telah dialihkan menjadi Pajak Daerah. Selain itu, sebagian objek PBB, yaitu sektor perdesaan dan perkotaan mulai tahun 2014 juga akan dialihkan menjadi Pajak Daerah.
Prosentase Pembagian Bagi Hasil Pajak Proporsi No Jenis % Utk Daerah Prov Kab/Kota Pengasil Kab/Kota Lain Dlm Prov Upah Pungut 1. PBB 90 % 16,2 % 64,8 % 9 % 2. BPHTB 80 % 16 % 64 % 3. PPH 20 % 8 % 12 % *) 4. CUKAI 2 % 0,6 % 0,8 % Sumber : Depkeu *) Dirinci menjadi : 8,4% Kab/Kota tempat WP terdaftar 3,6% Kab/Kota dalam Provinsi yang sama
Pajak Penghasilan (PPH) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPH Pasal 21 Alokasi Dana bagi Hasil PPH : 1. Bagian Pemerintah Pusat sebesar 80 % 2. Bagian Pemda sebesar 20 %, yang dibagi kembali dengan kompoisis sebagai berikut : a. Bagian daerah Provinsi sebesar 8 % b. Bagian daerah Kabupaten dan Kota sebesar 12 %, akan di bagi kembali dengan rincian : - 8,4 % untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar - 3,6 % untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian sama besar.
DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) I. Alokasi Dana Bagi Hasil PBB : 1. Bagian Pemerintah Pusat 10 % 2. Bagian Pemerintah Daerah 90 % 3. Bagian Pemerintah Pusat dibagi kembali ke daerah dengan imbangan sebagai berikut : a. 6,5 % secara merata kepada seluruh kabupaten/kota b. 3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten/ kota yang realisasi penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/ melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan c. Bagian Daerah dari PBB sebesar 90 % tersebut diperinci dengan imbangan : - 16,2 % untuk daerah provinsi - 64,8 % untuk daerah Kaupaten/Kota yang bersangkutan - 9 % untuk biaya pemungutan PBB
II. Perhitungan Dana Bagi Hasil PBB : 1. Besaran PBB yang dibebankan ke wajib pajak tergantung hasil penilaian yang diklasifikasikan dan digolongkan berdasarkan nilai NJOP per m2. Nlai jual objek pajak ditentukan melalui perbandinga harga dengan obyek lan yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti 2. Tarif untuk pengenaan PBB ditetapkan sebesar 0,5 % dari Nilai Jual Kena pajak (NJKP), sedangkan untuk NJKP Assessment Ratio yang berlaku saat ini adalah 40 % untuk obyek pajak perumahan dengan NJOP Rp. 1 milyar atau lebih, bidang usaha perkebunan serta kehutanan dan 20 % untuk obyek pajak lainnya. 3. Dengan dasar perhitungan di atas maka perhitungan PBB adalah sebagai berikut : = tarif x NJKP = 0,5 % x (40 % x NJOP) = 20 % x NJOP) 4. NJOP sebagai dasar pengenaan PBB sebelum dihitung beban PBB-nya, terlebh dahulu dikurangi dng NJOP-TKP (Tidak Kena Pajak) per Wajib Pajak sebesar Rp. 8.000.000,- 5. Pengenaan PBB diberitahukan kpd Wajib Pajak dng menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)
DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Alokasi Dana Bagi Hasil BPHTB : Bagian Pemerintah Pusat sebesar 20 %, yang dibagikan kembali ke daerah secara merata kepada seluruh kabupaten/kota. Bagian Pemda sebesar 80 %, yang dibagikan kembali dengan imbangan sebagai berikut : a. Bagian Provinsi sebesar 16 % b. Bagian kabupaten/kota sebesar 64 %
Perhitungan Dana Bagi Hasil BPHTB 1. Dasar pengenaan BPHTB = NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak. - NPOP berupa = Harga Transaksi atau Nilai Pasar Obyek Pajak Harga Transaksi adalah Harga yg terjadi % telah disepakati oleh pihak-2 yg bersangkutan Nilai Pasar Obyek Pajak adalah harga rata-2 dari transaksi jual beli secara wajar yg terjadi disekitar letak tanah atau bangunan. 2. Besarnya pajak yg terutang dihitung dg cara menaikan tarif pajak dg Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). NPOPKP adalah NJOP dikurangi dg NPOPTKP. Sehingga cara penghitungan pajak terutang sbb : BPHTB terutang = NPOPKP x tarif = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif = (NPOP – Rp. 30.000.000) x 5 % 3. Jika dasar pengenaan pajak yg digunakan adalah NKOP PBB, maka cara penghitungan pajaknya : BPHTB terutang = (NJOP PBB – Rp. 30.000.000,-) x 5%
DBH Cukai Hasil Tembakau Dana Bagi Hasil CHT bersumber dari penerimaan cukai hasil tembakau yg diproduksi dalam negeri dibagikan kpd provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2%. Dlm pengelolaan & penggunaannya, Gubernur menetapkan pembagian dana bag hasil CHT kpd Bupati/Walikota berdasarkan besaran kontribusi penerimaan CHT Pembagian DBH CHT dilakukan dng persetujuan Menteri, dng komposisi 30% utk Provinsi penghasil, 40 % utk Kab/Kota daerah penghasil, & 30% utk Kab/Kota lainnya.
2. Dana Bagi Hasil SDA Skema Persentase Alokasi DBH SDA, sbb : DBH SDA = dana yg bersumber dr Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam APBN dibagihasilkan kpd daerah dg angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil. DBH SDA berasal dr penerimaan : Pertambangan Minyak Bumi Pertambangan Gas Bumi Pertambangan Panas Bumi Kehutanan Perikanan Skema Persentase Alokasi DBH SDA, sbb : (UU N0. 33 Tahun 2004)
Kab/Kota Penghasil (31%) Pusat (20%) Prov (16%) Bagi Hasil SDA Iuran Hak Penguasaan Hutan (HPH) Daerah (80%) Kab/Kota (64%) Pusat (20%) Provinsi (16%) Prov Sumber Daya Hutan (PSDH) Kehutanan Daerah (80%) Kab/Kota Penghasil (31%) Pusat (60%) Dana Reboisasi Kab/Kota dlm satu Prov (32%) Daerah (40%) Pusat (20%) Provinsi (16%) Iuran Tetap (Land Rent Pertambangan Umum Daerah (80%) Kab/Kota (64%) Iuran Ekslorasi & Eksploitasi (Royalti) Pusat (20%) Prvinsi (16%) Daerah (80%) Kab/Kota Penghasil (32%) Pungutan Pengusaha Perikanan Pusat (20%) Kab/Kota dlm satu Prov (32%) Perikanan Kab/Kota(80%) Pungutan Hasil Perikanan Prov (3,1%) 0,1% Ukt Agg. Pddk. Dasar Pusat (84,5% Pertambangan Minyak Bumi Kab/Kota Pengasil (6,2%) 0,2% Ukt Agg. Pddk. Dasar Daerah (15,5% Kab-Kota dlm satu Prov (6,2%) 0,2% Ukt Agg. Pddk. Dasar Pertambangan Gas Bumi Pusat (69,5% Prov (6,1%) 0,1% Ukt Agg. Pddk. Dasar Daerah (30,5% Kab/Kota Penghasil (12,2%) 0,2% Ukt Agg. Pddk. Dasar Setoran bagian Pemerintah Kab/Kota dlm satu Prov (12,2%) 0,2% Ukt Agg. Pddk. Dasar Pertambangan Panas Bumi Pusat (20%) Iuran Tetap & Produksi Daerah (80%) 16 % Prov; 32% Kab/Kt Penghasil;32 Kab/Kota dlm satu Prov
DBH SDA & SDA Migas 1. Pola Pembagian Dana Bagi hasil Migas DBH SDA Migas adalah DBH yg berasal dr penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas bmi dr wilayah kab/kota maupun wilayah provinsi yg bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
Gambar Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi Daerah Penghasil : Provinsi Daerah Penghasil : Kab/Kota Provinsi Penghasil 5 % 5 % Provinsi ybs 15 % Seluruh Kab/Kota dlm Prov yg bersangkutan 10 % 6 % Kab/Kota Penghasil 6 % Kab/Kota lainnya dlm Prov ybs Provinsi Penghasil 0,17 % 0,1 % Provinsi ybs 0,5 % Seluruh Kab/Kota dlm Prov yg bersangkutan 0,5 % 0,2 % Kab/Kota Penghasil 0,2 % Kab/Kota lainnya dlm Prov ybs
Gambar Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi Daerah Penghasil : Provinsi Daerah Penghasil : Kab/Kota Provinsi Penghasil 10 % 6 % Provinsi ybs 30 % Seluruh Kab/Kota dlm Prov yg bersangkutan 20 % 12 % Kab/Kota Penghasil 12 % Kab/Kota lainnya dlm Prov ybs Provinsi Penghasil 0,17 % 0,1 % Provinsi ybs 0,5 % Seluruh Kab/Kota dlm Prov yg bersangkutan 0,33 % 0,2 % Kab/Kota Penghasil 0,2 % Kab/Kota lainnya dlm Prov ybs
6% Utk Kab/Kota Penghasil a. DBH SDA Migas berasal dr wilayah Kab/Kota apabila sumur penghasil migas terletak diwilayah daratan atau wilayah on-share 0 – 4 mil laut di Kab/Kota yg bersangkutan. Adapun Pembagian DBH SDA Migas untuk wilayah Kab/Kota sbb : Minyak Bumi 85% Utk Pem-Pusat 3% Utk Prov ybs 6% Utk Kab/Kota Penghasil 6% dibagikan secara merata utk Kab/Kota lainnya di Prov ybs Gas Bumi 70% Utk Pem-Pusat 6% Utk Prov ybs 12% Utk Kab/Kota Penghasil 12% dibagikan secara merata utk Kab/Kota lainnya d Prov ybs
10% dibagikan secara merata utk Kab/Kota lainnya d Prov ybs b. DBH SDA Migas berasal dr wilayah Provinsi apabila sumur penghasil migas terletak diwilayah daratan atau wilayah off-share 4 – 12 mil laut di Prov yg bersangkutan. Adapun Pembagian DBH SDA Migas untuk wilayah Provinsi sbb : Minyak Bumi 85% Utk Pem-Pusat 5% Utk Prov ybs 10% dibagikan secara merata utk Kab/Kota lainnya d Prov ybs Gas Bumi 70% Utk Pem-Pusat 10% Utk Prov ybs 20% dibagikan secara merata utk Kab/Kota lainnya d Prov ybs
Dana Alokasi Umum Penyusunan Formula dan Perhitungan DAU Jumlah DAU total sekurang-kurangnya 26% dari Penerimaan Dalam Negeri Netto Proporsi DAU antara daerah Provinsi dan kabupaten/Kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yg menjdi kewenangan Prov dan Kab/Kota, yaitu 10% utk Provinsi dan 90% untuk Kab/Kota
FORMULA DAU DAU = AD +CF Dimana : DAU = Dana Alokasi Umum AD = Alokasi Dasar CF = Celah Fiskal CF = Kbf – KpF (celah fiskal merupakan selisih dari kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal)
Variabel DAU Variabel kebutuhan fiskal tdd : Jml. Penduduk, luas wilayah, IPM, indeks kemahalan konstruksi, dan PDBR per kapita Variabel kapasitas fiskal yg merupakan sumber pendanaan daerah yg berasal dr PAD dan DBH Pajak dan DBH SDA
Rumusan ttg kebutuhan fiskal (KbF) sbb : Kbf = TBR (a1IP + a2IW + a3IPM + a4IKK + a5IPDRB/kap) Dimana : TBR = Total Belanja Rata-rata APBD IP = Indeks Jml. Penduduk IW = Indeks Luas Wilayah IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi IPDRB = Indeks Produk Dosmetik Regional Bruto per kapita a = Bobot Indeks
Rumusan ttg Kapasitas Fiskal KpF = PAD + DBH Pajak + DBH SDA Dimana : PAD = Pendapatan Asli Daerah DBH Pajak = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pajak DBH SDA = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Sumber Daya Alam
Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK dialokasikan kpd daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yg merupakan bagian dari program yg menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Arah kebijakan umum DAK tahun 2011 ditujukan untuk: Mendukung program yang menjadi prioritas nasional sesuai kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; dan Meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah
Berdasarkan identifikasi kebutuhan DAK untuk mendukung pencapaian prioritas nasional 2011, serta dengan memperhatikan kebijakan DAK dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP 2011, maka bidang yang direncanakan untuk didanai dari DAK Tahun 2011 adalah sebagai berikut : Pendidikan Kesehatan Keluarga Berencana Infrastruktur Jalan Infrastruktur Irigasi Infrastruktur Air Minum; Infrastruktur Sanitasi Prasarana Pemerintahan Daerah Kelautan dan Perikanan Pertanian Lingkungan Hidup; Kehutanan Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal Sarana Perdagangan Transportasi Perdesaan Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan Listrik Perdesaan Perumahan dan Permukiman Keselamatan Transportasi Darat.
FORMULASI KEBIJAKAN DAK Formulasi yg berkaitan dg DAK secara garis besar dibagi menjadi : Penetapan Program dan Kegiatan Penghitungan Alokasi DAK Arah dan Penggunaan DAK Administrasi Pengelolaan DAK
1. Penetapan Program dan Kegiatan Kegiatan khusus yg didanai dari DAK merupakan bagian dari program yg menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Program yg menjadi prioritas nasional dimaksud dimuat dlm RKP tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan Prioritas Nasional, maka ; Menteri Teknis mengusulkan kegiatan khusus dan ditetapkan setelah berkoordinasi dng Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan kegiatan khusus yg telah ditetapkan kpd Menteri Keuangan.
Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan : Musrenbangnas RKP Program (Prioritas Nasional) Kegiatan Khusus) Departemen Dalam Negeri Departemen Keuangan Bappenas Menteri Teknis
2. Penghitungan DAK Alokasi DAK Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap : Penentuan daerah tertentu yg menerima alokasi DAK Penentuan besaran alokasi Dak masing-masing daerah Penentuan daerah tertentu mendapat DAK harus memenuhi : a). kriteria umum; 2). kriteria khusus, dan; 3). kriteria teknis Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dgn perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
a. Kriteria Umum Kriteria umum dihitung : Untuk melihat kemampuan APBD utk membiayai kebutuhan-2 dlm rangka pembangunan daerah yg dicerminkan dr penerimaan umum APBD dikurangi Belanja Pegawai. Rumus Kriteria Umum ; Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH-DBHDR)
Kemampuan Keuda dihitung melalui indeks fiskal netto (IFN) tertentu Kemampuan Keuda dihitung melalui indeks fiskal netto (IFN) tertentu. DAK dialokasikan utk daerah-2 yg kemampuan Keuda berada dibawah rata-2 nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu). Rata-rata kemampuan Keuda secara nasional dihitung dengan rumus = Total Kemampuan Keuda Rata-rata Nasional Kemampuan Keuda = secara Nasional Jumlah Daerah Selanjutnya, perhitungan IFN dilakukan dengan membagi kemampuan Keuda dng rata-rata nasional kemampuan Keuda. Jika IFN <1, atau daerah tsb memiliki kemampuan Keuda lebih kecil dibandingkan dgn rata-rata nasional, maka daerah tsb mendapat prioritas dalam memperoleh DAK. Rumus IFN = Kemampuan Keuda Z Indeks Fiskal Netto Daerah Z = Rata-rata Nasional Kemampuan Keuda
b. Kriteria Khusus Kriteria khusus ditetapkan = dng memperhatikan Perpu (UU mengatur ttg kekhususan suatu daerah, spt. Otsus Papua) & Karakteristik daerah. Kriteria khusus yg dipergunakan dlm perhitungan alokasi DAK : 1. Seluruh daerah (kab/kota) di Prov otsus dan daerah tertinggal/terpencil 2. Karakteritisk wilayah, meliputi : Daerah Pesisir atau kepulauan Daerah perbatasan dng negara lain Daerah rawan bencana Daerah yg masuk kategori ketahanan pangan Daerah Pariwisata 3. Kriteria Teknis Kriteria teknis dirumuskan oleh Kementerian Negara/Departemen terkait.
ADMINISTRASI PENGELOLAAN DAK 1. Dana Pendamping -Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-2Nya 10% dr Nilai DAK utk mendanai kegiatan fisik, yg dianggarkan dlm APBD - Jika daerah tdk. Anggarkan Dana Pendamping maka pencairan DAK tdk dpt. Dilakukan - Dana Pendamping dicantumkan dlm Rencana Definitif (RD) dan DPA-SKPD -Untuk daerah dng kemampuan keuangan tertentu, yaitu selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawai sama dgn Nol atau negatif maka tdk diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping 2. Penganggaran Utk kelancaran pelaksanaan keg. DAK, Menteri Teknis menetapkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keg. DAK utk masing-2 Bidang. 3. Pemantauan dan Pengawasan Pemantauan dan pengawasan dr keg. DAK melibatkan 3 hal penting ; 1) Pemantauan teknis; 2) Pelaksanaan kegiatan, administrasi keuangan, dan 3). Penilaian terhadap manfaat kegiatan.
Pelaporan Kepala Daerah penerima DAK wajib menyamaikan laporan triwulan yang memuat = laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 hari setelah triwulan yg bersangkutan berakhir kepada : a. Menteri Keuangan Cq. Dirjend. Perimbangan Keuangan dan Dirjend Perbendaharaan b. Menteri Teknis c. Mendagri Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan Kegiatan DAK pada akhir tahun anggaran kepada : a. Menkeu b. Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas c. Menteri Dalam Negeri
B. PENYALURAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH A. Penyaluran DBH Pajak 1. Penyaluran DBH PPH a. Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 tahun berjalan Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan
2. Penyaluran DBH PBB Penyaluran DBH PBB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB th anggaran berjalan Penyaluran DBH PBB bagian daerah dilaksanakan secara mingguan Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah dibagikan secara merata kpd seluruh Kab/kota, dilaksanakan 3 tahap yaitu bulan April, Agustus, dan November th anggaran berjalan Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah sebagai insentif kpd kab/kota Penyaluran biaya pemungutan PBB bagian daerah dilaksanakan secara bulanan
3. Penyaluran DBH BPHTB Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan th anggaran berjalan Utk DBH BPHTP bagian daerah penyaluran BPHTP dilaksanakan secara mingguan (setiap jum’at) Penyaluran DBH BPHTB bagian pemerintah dibagikan secara merata kpd seluruh Kab/kota, dilaksanakan 3 tahap yaitu bulan April, Agustus, dan November th anggaran berjalan
4. Penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) Triwulan I sebesar 20% dari alokasi sementara Triwulan II sebesar 30% dari alokasi sementara Triwulan III sebesar 30% dari alokasi sementara Triwulan IV sebesar selisih antara alokasi definif dng jumlah dana yg tlh disalurkan pd triwulan I, II, III, diaksanakan setelah Ditjen Perimbangan Keuangan menerima laporan realisasi pelaksanaan DBH CHT semester I.
B. Penyaluran DBH SDA Triwulan I sebesar 20% dari pagu PMK Triwulan II sebesar 20% dari pagu PMK Triwulan III berdasarkan : (Perhitungan periraan realisasi penerimaan negara s.d tiwulan II) (Penyaluran triwulan I dan II (40% PMK) + lebih salur tahun sebelumnya) d. Triwulan IV berdasarkan (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dng triwulan III) – (penyaluran s.d triwulan III) e. Penyaluran rampung sebelumnya (Bln Februari berdasarkan (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara s.d triwulan IV – (penyaluran s.d triwulan IV)
C. Penyaluran DAU Pada tahun 2007, Penyaluran DAU dilakukan : Penyaluran DAU dilakukan oleh Ditjen Perbendaharan melalui KPPN setempat KDH bertindak selaku KPA dari Bendaharawan Umum Negara (BUN) membuat DIPA dan menyampaikan kpd Kanwil Ditjen Perbendaharaan utk mendapatkan pengesahan. KDH atau pejabat yg ditunjuk menerbitkan SPM dan menyampaikannya kepada KPPN setempat utk penyaluran DAU setiap bulan. Sesuai dng. PMK No. 21/PMK.07/2009 ttg Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, mulai th 2008 : Dirjen Perimbangan Keuangan bertindak selaku KPA yg menyusun DIPA, dan menyampaikannya kpd Dirjen Perbendaharaan utk mendapatkan pengesahan Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-2 sebesar 1/12 dari besaran alokasi masing-2 daerah Dirjen Perimbangan Keuangan atau pejabat yg ditunjuk menerbitkan SPM setiap bulan dan menyampakannya kpd Kuasa BUN (Direktorat Pengelolaan Kas Negara DJPB)
C. Penyaluran DAK Pelaksanaan Penyaluran DAK : Dilaksanakan langsung melalui BUN (Direktorat Kas Negara DJPB), dng cara : Memindahbukukan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah b. Dirjen Perimbangan Keuangan ditunjuk sebagai KPA yg menyusun DIPA dan menyampaikannya kpd Ditjen Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan c. Dalam rangka menyalurkan DAK, Dirjen Perimbangan Keuangan atau pejabat yg ditunjuk menerbitkan SPM, yg terbagi dalam 3 Tahap :
1. Tahap I sebesar 30 % dari alokasi Dilaksanakan setelah Perda APBD Laporan penyerapan penggunaan DAK Th anggaran sebelumnya Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan 2. Tahap II sebesar 45% dari alokasi Dilaksanakan selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah Laporan Penyerapan Penggunaan DAK Tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan 3. Tahap III sebesar 25% dari alokasi Dilaksanakan selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah Laporan Penyerapan Penggunaan DAK Tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan Sesuai dng PMK, Pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tdk. Dapat dilakukan sekaligus dan tidak boleh melampaui tahun anggaran berjalan.
PINJAMAN Pinjaman Daerah ; merupakan salah satu sumber pembiayaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi Selain pendapatan berasal dari ; Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Perimbangan, Pemda dapat menggunakan sumber pendanaan lain yaitu : Pinjaman Daerah. Pinjaman Daerah , adlh ; semua transaksi yg mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yg bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban utk membayar kembali
Terjadinya Pinjaman Daerah dikarenakan ; APBD mengalami defisit Resiko Pinjaman, berupa : Kesinambungan fiskal Perubahan tingkat suku bunga Pembiayaan Kembali Operasional Perubahan Nilai Tukar Pengelolaan pinjaman daerah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudent management)
Alternatif sumber-sumber pinjaman oleh Pemda : Dana yg berasal dari APBN/pinjaman Pemerintah dari dalam/luar negeri Pemerintah Daerah lainnya Lembaga Keuangan Bank dan tempat kedudukannya di wialyah negara Indo Lembaga keuangan bukan Bank yg berbadan hukum dan dalam wilayah negara Indo
Jenis Pinjaman Daerah 1. Pinjaman Jangka Pendek - Jangka waktu kurang atau sama dg 1 TA - Kewajiban pembayaran kembali hrs lunas dlm th bersangkutan - Dipergunakan hanya utk menutupi kekurangan arus kas 2. Pinjaman Jangka Menengah - Jangka Waktu lebih 1 Th - Kewajiban pembayaran kembali Harus Lunas & tdk boleh lebih dari masa jabatan KDH - Digunakn utk membiayai penyediaan layanan umum & tdk menghasilkan penerimaan 3. Pinjaman Jangka Panjang - Lebih dari 1 TA - Kewajiban pembayaran kembali hrs lunas pd tahun-2 berikutnya sesuai dgn persyaatan perjanjian - Digunakan utk membiayai proyek investasi yg menghasilkan penerimaan
Prinsip-prinsip Umum Pinjaman Daerah Daerah tdk dpt melakukan pinjaman langsung ke luar negeri, kecuali terjadi karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah di Pasar Modal Domestik Pemda tdk dpt melakukan penjamin terhadap pinjaman pihak lain Proyek yg dibiayai dr obligasi daerah beserta barang milik daerah yg melekat pd proyek tsb dpt dijadikan jaminan obligasi Tidak melebih batas defisit APBD dan batas Kumulatif Pinjaman Daerah yg tlh ditetap dalam Perpu.
SELESAI SAMPAI JUMPA LAGI