STANDAR PELAYANAN MINIMAL Kelompok 5: Yoda Permana (0910220193) Zulkifly Prabowo (0910220201) M. Ihwan Umar Z (0910221003)
Definisi Berdasarkan pada PP 65/2005 Standar pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
SPM LATAR BELAKANG PP 38/2007 tentang PUP merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 (PP 25/2000). PP 65 Tahun 2005 tentang pedoman penyusunan & penerapan SPM merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004. 3
STANDAR PELAYANAN MINIMAL Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib yang berhak diperoleh setiap warga ESENSI SPM SPM merupakan standar minimum pelayanan Publik yang wajib disediakan oleh Pemda kepada masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimum pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat Indonesia dari Pemerintah Bagi Pemda : SPM dapat dijadikan tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan. Bagi masyarakat : SPM akan menjadi acuan mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh Pemda. SPM harus mampu menjamin terwujudnya hak-hak individu serta dapat menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar yang wajib disediakan Pemda sesuai ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Penafsiran secara sederhana mengenai fungsi SPM Mengurangi kesenjangan mutu pelayanan kesehatan antar daerah Aspek sumber dana menjadi penting: Dana desentralisasi dan dana dekonsentrasi-pembantuan.
Tujuan SPM Dengan adanya SPM maka masyarakat akan terjamin menerima suatu pelayanan publik dari Pemda dengan mutu tertentu. SPM sebagai alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan dasar. dan menjadi landasan dalam penentuan perimbangan keuangan dan bantuan lain yang lebih adil dan transparan. SPM dapat dijadikan dasar dalam menentukan Anggaran Kinerja berbasis manajemen kinerja. SPM dapat menjadi dasar dalam alokasi anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemda terhadap masyarakat. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana Pemda dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan pelayanan publik. Adanya SPM dapat menjadi argumen bagi peningkatan pajak dan retribusi daerah karena baik Pemda dan masyarakat dapat melihat keterkaitan pembiayaan dengan pelayanan publik yang disediakan Pemda. SPM dapat merangsang rationalisasi kelembagaan Pemda, karena Pemda akan lebih berkonsentrasi pada pembentukan kelembagaan yang berkorelasi dengan pelayanan masyarakat. Adanya SPM dapat membantu Pemda dalam merasionalisasi jumlah dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan. Kejelasan pelayanan akan membantu Pemda dalam menentukan jumlah dan kualifikasi pegawai untuk mengelola pelayanan publik tersebut. 6
HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DLM SPM Basis penerapan SPM ada di Kabupaten/Kota dan Prov Pemerintah Pusat melalui Kementerian sektor / LPNK bertugas membuat SPM untuk masing-masing pelayanan yang menjadi bidang tugasnya Gubernur sebagai wakil Pemerintah, bekerjasama dengan Kabupaten/Kota membahas bagaimana pencapaian SPM tersebut. Kabupaten/Kota menentukan tata cara pelaksanaan pelayanan berdasarkan SPM yg telah disepakati pencapaiannya dgn Provinsi. SPM yang di-implementasikan di tingkat Kabupaten/Kota menjadi dasar bagi pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pusat di Daerah. Pemerintah Pusat wajib membiayai daerah dlm penyediaan pelayanan dasar bagi daerah-daerah yang kurang mampu Pusat dpt menarik otonomi suatu daerah bila daerah tsb tdk mampu melaksanakan kewenangan wajib yg telah ditentukan SPM-nya, padahal Pemerintah sudah mengalokasikan biayanya. Gubernur sebagai wakil pusat di Daerah membina dan mengawasi pelaksanaan SPM di Kabupaten/Kota. 7
Logika SPM Daerah-daerah
Harapannya: SPM Dana dekonsentrasi, DAK dan Tugas pembantuan Fasilitas Capacity Building untuk mencapai SPM bagi Daerah yang tidak mampu, sesuai dengan tingkat kegagalan Daerah-daerah
UU No. 32 dan 33 tahun 2004 Kerangka Konsep RPP: Kewenangan Provinsi Kewenangan Kab./Kota - Akuntabilitas - Monev - Kinerja - Pemda - Berbasis SPM - LAKIP APBD Prov. Dekonsentrasi TP DAK Pinjaman SPM (Tolak ukur Kinerja Pemda) Indikator dan Nilai ditetapkan Departemen Propeda, Renstra, Repetada (Indikator +Nilai) APBD Berbasis Angg. Kinerja Peran swasta & Masy Fasilitas Capacity Building untuk mencapai SPM bagi Daerah yang tidak mampu sesuai tingkat kegagalan LPJ - Survey Kepuasan Masyarakat – Pengawasan Masyarakat – Pengawasan DPRD – Pengawasan Fungsional, dll
KETERKAITAN REGULASI SPM Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pasal 7 Ayat 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Pasal 5 Ayat 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 Tentang Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 100 - 05.76 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal 11
MEKANISME PENYUSUNAN SPM PEMERINTAH Departemen Departemen Departemen / LPND / LPND / LPND terkait terkait terkait Urusan Urusan Urusan Wajib Wajib Wajib Hasil Kerja Tim Konsultasi SPM Menteri Dalam Negeri / Direktur Jenderal Otonomi Daerah Dewan Pertimbangan (DPOD) Pimpinan LPND Penyusunan oleh Menjadi referensi untuk selanjutnya digunakan dalam Membuat rekomendasi dan menyampaikannya kepada Menyampaikan hasil tersebut Peraturan Terkait Ditetapkan menjadi Yang dikoordinasikan Hasil Kerja Tim Konsultasi SPM Menteri Dalam Negeri / Direktur Jenderal Otonomi Daerah Dewan Pertimbangan (DPOD) Pimpinan LPND Penyusunan oleh Menjadi referensi untuk selanjutnya digunakan dalam Membuat rekomendasi dan menyampaikannya kepada Menyampaikan hasil tersebut Peraturan Terkait Ditetapkan menjadi Yang dikoordinasikan Hasil Hasil Kerja Kerja Tim Tim Konsultasi Konsultasi SPM SPM Yang Yang dikoordinasikan dikoordinasikan oleh oleh Menteri Menteri Dalam Dalam Negeri Negeri / / Direktur Direktur Jenderal Jenderal Otonomi Otonomi Daerah Daerah Menyampaikan Menyampaikan hasil hasil tersebut tersebut kepada kepada Dewan Dewan Pertimbangan Pertimbangan Otonomi Otonomi Daerah Daerah (DPOD) (DPOD) Membuat Membuat rekomendasi rekomendasi dan dan menyampaikannya menyampaikannya kepada kepada Menteri Menteri / / Pimpinan Pimpinan LPND LPND Menjadi Menjadi referensi referensi untuk untuk selanjutnya selanjutnya digunakan digunakan dalam dalam Penyusunan Penyusunan SPM SPM oleh oleh Menteri Menteri / / Pimpinan Pimpinan LPND LPND Ditetapkan Ditetapkan menjadi menjadi Peraturan Peraturan Menteri Menteri / / Peraturan Peraturan Menteri Menteri Terkait Terkait Muatan Muatan Inti Inti : : • • Jenis Jenis Pelayanan Pelayanan Dasar Dasar • • Indikator Indikator dan dan Nilai Nilai SPM SPM • • Batas Batas waktu waktu pencapaian pencapaian SPM SPM • • Pengorganisasian Pengorganisasian SPM SPM 12
MEKANISME PENERAPAN SPM PEMDA Mengacu pada Muatan Inti: Jenis Pelayanan Dasar Indikator dan Nilai SPM Pengorganisasian SPM Batas waktu pencapaian SPM Pemda menyusun rencana pencapaian SPM Dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Target tahunan pencapaian SPM Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) Dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Klasifikasi belanja daerah dengan pertimbangan kemampuan keuangan daerah Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) Berdasarkan 13
IMPLIKASI PENERAPAN SPM ALOKASI ANGGARAN SDM KELEMBAGAAN SARANA PRASARANA SISTEM INFORMASI KERJASAMA ANTAR DAERAH DAERAH HRS MEMPUNYAI KAPASITAS DAN KOMPETENSI UTK MENDUKUNG SPM 14
Isu Operasional tentang SPM Pelaksanaan SPM dipengaruhi oleh: Kemauan dan Kemampuan pemerintah daerah keberadaan sistem informasi dan datanya (Pasal 7 PP 65), dan Tersedianya sumber dana pemerintah pusat sebagai penjamin terakhir (Pasal 7 dan 16 PP 65).
RAMBU-RAMBU SPM Dalam penyelenggaraan urusan wajib daerah berpedoman pada SPM yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap. (pasal ayat (4) UU 32/2004) Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari APBD daerah yang bersangkutan. (pasal 8 ayat (2) PP 38/2007)
MENGAPA PEMERINTAH PUSAT YG MENETAPKAN SPM DAN DAERAH MENERAPKANNYA Pemerintah Pusat menetapkan SPM dengan maksud dan tujuan perlindungan hak konstitusional; kepentingan nasional; ketentraman dan ketertiban umum; keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan komitmen nasional sehubungan perjanjian dan konvensi internasional. Pemerintah Daerah menerapkan SPM dengan pengertian bahwa pusat pelayanan yang paling dekat dengan masyarakat adalah di tingkat Daerah c.q. Kabupaten/Kota. Pemerintah Propinsi berdasarkan SPM dari Pusat dalam kapasitasnya sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah memfasilitasi Kabupaten dan Kota yang ada dalam wilayah kerjanya untuk menerapkan dan mencapai SPM tersebut.
PRASYARAT PENYUSUNAN SPM Adanya pembagian kewenangan yang jelas antar tingkatan pemerintahan (Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota) menjadi prasyarat utama untuk menentukan SPM. Pembagian kewenangan baru menunjukkan siapa melakukan apa, namun belum menunjukkan kewenangan-kewenangan apa saja yang memerlukan SPM. Karena tidak semua kewenangan membutuhkan SPM. Ada tiga kriteria utama yang dapat dijadikan acuan dalam membagi kewenangan antara tingkatan pemerintahan yaitu: a. Externalitas b. Akuntabilitas c. Efisiensi Adanya output Pemda yang jelas dalam bentuk pelayanan dari kewenangan wajib tersebut. Output tersebut harus ada standard minimum yang harus dipenuhi Daerah untuk menjamin adanya keseimbangan antar daerah dalam penyediaan pelayanan publik.
Hambatan Terhadap Pelaksanaan SPM Terbatasnya anggaran Pemda dapat menjadi penghalang utama untuk melaksanakan SPM. Sering terdapat kerancuan antara standard tehnis suatu pelayanan dengan SPM. Peraturan perUUan sektor dan daerah yang belum di Harmonisasi Kewenangan atau urusan pemerintahan sering belum berkorelasi dengan pelayanan. Kewenangan lebih untuk mencari kekuasaan yang berkaitan dengan uang atau penerimaan.
Kesimpulan SPM pertama-tama menuntut adanya distribusi urusan antara tingkatan pemerintahan (Pusat, Propinsi, Kabupten/Kota) secara obyektif atas dasar kriteria externalitas, akuntabilitas dan efisiensi disusunnya SPM oleh Departemen/LPND sebagai acuan bagi Pemda dalam melaksanakan pelayanan publik berbasis SPM. SPM sulit akan berjalan tanpa sosialisasi, fasilitasi, pengawasan, monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan secara intensif oleh Pusat dan Propinsi agar Pemda Kabupaten/Kota dapat menjalankan pelayanan dengan SPM-nya secara optimal. Untuk itu berbagai kegiatan penguatan sistem, kelembagaan dan personil Pemda harus dilakukan secara intensif. SPM akan menciptakan berbagai rationalisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan dilaksanakannya SPM akan membantu Pemda dalam melakukan rationalisasi terhadap kelembagaan, personil, keuangan sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Sekian Dan Terima Kasih