BAB II BIAYA BAHAN BAKU dan BIAYA TENAGA KERJA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
METODE HARGA POKOK PESANAN
Advertisements

BIAYA TENAGA KERJA.
AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
BIAYA TENAGA KERJA.
Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing)
BIAYA TENAGA KERJA
Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing)
BIAYA TENAGA KERJA (BTK)
Metode Harga pokok Proses
Klasifikasi biaya dalam metode variabel costing
SISTEM BIAYA TAKSIRAN ( ESTIMATED COSTING )
METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD)
METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING)
Biaya Bahan Baku Lilik Sri Hariani
SISTEM AKUNTANSI HARGA POKOK PESANAN
METODE HARGA POKOK PESANAN – FULL COSTING
AKUNTANSI BIAYA IEG3A3 Program Studi Teknik Industri
METODE HARGA POKOK PESANAN ( JOB ORDER COSTING )
SISTEM PERHITUNGAN BIAYA BERDASARKAN PESANAN
METODE HARGA POKOK PROSES
Metode harga pokok pesanan Job Order Cost Method
Harga Pokok Pesanan Lilik Sri Hariani
Cost accounting materi-13 akuntansi sistem perhitungan biaya standar
BIAYA PRODUKSI Biaya Produksi yaitu biaya yang terjadi untuk menghasilkan produk hingga siap untuk di jual. Biaya produksi terdiri dari : Biaya Bahan Baku.
SISTEM PENGUMPULAN BIAYA
BAB VI SISTEM HARGA POKOK PROSES
KALKULASI HARGA POKOK PROSES (PROCESS COSTING)
Cost Accounting Materi-6 Variable Costing
METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING)
COST ACCOUNTING MATERI-12 SISTEM BIAYA TAKSIRAN
COST ACCOUNTING MATERI-7 BIAYA OVERHEAD PABRIK
Cost accounting materi-14 akuntansi sistem perhitungan biaya standar
Metoda Pengumpulan Biaya Produksi
PERTEMUAN 7 BIAYA BAHAN BAKU.
METODE HARGA POKOK PESANAN
SIKLUS AKUNTANSI BIAYA DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR
METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING)
METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING)
Metode Harga Pokok Pesanan
BAB 8 BIAYA BAHAN BAKU.
METODE HARGA POKOK PESANAN
Biaya Tenaga Kerja Jayanthi Octavia.
SIKLUS AKUNTANSI BIAYA DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Akuntansi untuk Perusahaan Pemanufakturan
HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2016
METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING)
NAMA: I Gst Ag Ita Permata Sari NIM: ABSEN: 12
Bab 12 sistem akuntansi biaya
Bab 15 sistem akuntansi persediaan
METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD)
COST ACCOUNTING MATERI-10 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
Dewi Setyowati Mega Christie Fitrianingsih Faza Maulida
Akuntansi Biaya Sesi 3 Unsur-unsur Biaya Produksi
AKUNTANSI PERUSAHAAN MANUFAKTUR
PERTEMUAN 7 BIAYA BAHAN BAKU.
VIII. Penentuan Biaya Pesanan
METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD)
BIAYA BAHAN BAKU Akuntansi Biaya Surisman,SE, M.Ak.
PERTEMUAN KE 9 dan KE 10 Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) Akuntansi Biaya I.
COST ACCOUNTING MATERI-7 BIAYA OVERHEAD PABRIK
KALKULASI HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COSTING)
METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD)
METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD)
Metode Harga Pokok Pesanan
BIAYA PRODUKSI Biaya Produksi yaitu biaya yang terjadi untuk menghasilkan produk hingga siap untuk di jual. Biaya produksi terdiri dari : Biaya Bahan.
Harga pokok pesanan.
BIAYA TENAGA KERJA Akuntansi Biaya Surisman,SE, M.Ak.
4.2. PENENTUAN HARGA POKOK Bagaimana memperhitungkan biaya kepada suatu produk pokok atau pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara memasukkan.
COST ACCOUNTING MATERI-10 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
Penentuan Biaya Bahan Baku
Transcript presentasi:

BAB II BIAYA BAHAN BAKU dan BIAYA TENAGA KERJA A. BIAYA BAHAN BAKU - Biaya bahan merupakan salah satu elemen penting dari biaya produksi. Masalah yang dihadapi manajemen yang berhubungan dengan bahan, yaitu keterlambatan tersedianya bahan yang tersedia mengakibatkan proses kegiatan produksi tidak lancar, dan persediaan bahan baku yang terlalu berlebih juga merupakan pemborosan karena memerlukan biaya penyimpanan serta pemborosan modal kerja yang tertanam didalam persediaan bahan.

Bahan baku merupakan bahan yang menjadi bagian dari produk jadi dan dapat diidentifikasi ke produk jadi. Dari segi akuntansi: * pada tahap pengadaan dan penyimpanan bahan baku timbul masalah mengenai penentuan harga pokok bahan yang dibeli * pada saat bahan dipakai timbul masalah penentuan harga pokok bahan yang dipakai Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari : * pembelian lokal * impor * dari pengolahan sendiri Pengetahuan tentang sistem pembelian penting, untuk memperoleh gambaran unsur-unsur biaya yang membentuk Harga Pokok BB yang dibeli.

Sistem Pembelian Bahan Baku (Pembelian Lokal)   Bagian yang terkait : 1. Bagian produksi 2. Bagian gudang 3. Bagian pembelian 4. Bagian penerimaan barang 5. Bagian akuntansi  Dokumen sumber dan dokumen pendukung : 1. Surat permintaan pembelian 2. Surat order pembelian 3. Laporan penerimaan barang 4. Faktur dari penjual

 Jaringan prosedur : 1. Prosedur permintaan pembelian 2. Prosedur order pembelian 3. Prosedur penerimaan barang 4. Prosedur pencataan penerimaan bahan baku digudang 5. Prosedur pencatatan utang.  Biaya yang diperhitungkan dalam Harga pokok bahan baku yang dibeli - Unsur harga pokok BB yang dibeli : semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadan siap untuk diolah (jadi tidak hanya yang tertera dalam faktur pembelian saja)

- Dalam menentukan harga pokok bahan baku yang dibeli terdapat unsur-unsur yang mudah atupun sulit diperhitungkan diperhitungkan - Unsur yang mudah diperhitungkan : harga beli dan biaya angkutan - Unsur yang sulit diperhitungkan : biaya pesan (order cost), biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan baku. - Pada kenyataannya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok, karena pembagian biaya pembelian kepada masing-masing jenis bahan baku memerlukan biaya yang terkadang lebih besar daripada manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh. akibatnya, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh BB dan menjadikan BB dalam keadaan siap diolah umumnya diperhitungkan sebagai BOP.

Jika dalam pembelian bahan baku diperoleh potongan tunai (cash discount) maka diperlakukan sebagai pengurangan terhadap harga pokok bahan baku yang dibeli Biaya angkutan yang ditanggung perusahaan menimbulkan permaslahan pengalokasian biaya tersebut kepada masing-masing jenis bahan baku yang diangkut. Perlakuan terhadap biaya angkut dibedakan menjadi : 1. Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli 2. Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, tetapi diperlakukan sebagai unsur BOP

1. Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli maka alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli dapat didasarkan pada : a. Perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang dibeli  dapat dilakukan jika bahan baku tersebut mempunyai satuan ukuran yang sama atau satuan ukurannya dapat disamakan  contoh : Perusahaan membeli 4 macam BB dengan jumlah harga dalam faktur sebesar Rp. 1.000,- Biaya angkutan keseluruhan Rp. 400,-. Kuantitas masing-masing jenis BB dalam faktur adalah : BB A= 200, BB B= 50, BB C= 300, BB D=400.

Biaya Alokasi Angkutan Tabel : alokasi biaya angkutan atas dasar perbandingan kuantitas tiap jenis BB yang dibeli Jenis Bahan Baku Berat Biaya Alokasi Angkutan Kg % Rp A 200 21,05 84,20 B 50 5,26 21,04 C 300 31,58 126,32 D 400 42,11 168,44 950 100

Pembagian Biaya Angkutan b. Perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli  contoh : (sama dengan diatas) Jika biaya angkutan tersebut dibagikan atas dasar perbandingan harga faktur tiap-tiap jenis BB tersebut, maka harga pokok tiap jenis bahan baku akan dibebani dengan tambahan angkutan sebesar : 400 : 950 = 0,421 Jenis bahan baku Harga Faktur Pembagian Biaya Angkutan Harga Pokok Bahan Baku Rp. A 200 84,2 284,2 B 50 21,05 71,05 C 300 126,3 426,3 D 400 168,4 568,4 950 1.350

c. Biaya angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli berdasarkan tarif - Penghitungan tarif dilakukan dengan menaksir biaya angkutan yang akan dikeluarkan dalam tahun anggaran tertentu Taksiran biaya tersebut kemudian dibagi dengan dasar yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan tersebut. Pada saat terjadi pembelian bahan baku, harga faktur bahan baku harus ditambah dengan biaya angkutan sebesar tarif yang telah ditebtukan. Biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan dicatat dalam rekening Biaya Angkutan.

Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif dan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi : 1) pembebanan biaya angkutan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar tarif yang ditentukan dimuka: Persediaan BB xxx (tarif biaya angkutan x dasar pembebanan) Biaya angkutan xxx 2) pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan : Kas xxx

3) Selisih biaya angkutan yang dibebankan atas dasar tarif dengan biaya angkutan yang sesungguhnya (pada akhir periode), jika : - jumlahnya material, maka selisih tersebut dibagikan ke rekening Persediaan BB, Persediaan BDP, Persediaan Produk jadi dan HPP - jumlahnya tidak material , selisih tersebut ditutup langsung ke rekening HPP Persediaan BB xxx Persediaan BDP xxx Persediaan Produk Jadi xxx HPP xxx ( Biaya angkutan sesungguhnya lebih besar dari biaya angkutan yang dibebankan atas dasar tarif) Biaya Angkutan xxx

Contoh : Dalam tahun 2007 diperkirakan akan dikeluarkan biaya angkutan sebesar Rp. 4.000.000,- dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 20.000kg. Tarif biaya angkutan untuk tahun 2007 sebesar Rp. 200,- per kg BB yang diangkut. Biaya angkutan yang sesungguhnya dibayar dalam tahun 2007 :Rp. 4.200.000,-. Selama tahun 2007 jumlah bahan baku yang dibeli dan alokasi biaya angkutan atas dasar tarif : Jenis bahan Baku Kg Berat Harga Faktur (Rp) Biaya Angkutan yang Dibebankan atas Dasar Tarif Harga Pokok Bahan Baku A 7.000 8.000.000 1.400.000 9.400.000 B 5.000 3.000.000 1.000.000 4.000.000 C 3.000 1.500.000 600.000 2.100.000 D 3.500.000 4.500.000 16.000.000 20.000.000

Jurnal pembelian BB : Persediaan BB 16.000.000 Utang Dagang 16.000.000 Jurnal pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif : Persediaan BB 4.000.000 Biaya Angkutan 4.000.000 Jurnal pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi : Biaya angkutan 4.200.000 Kas 4.200.000 Jurnal penutupan saldo rekening biaya angkutan ke rekening HPP : HPP 200.000 Biaya Angkutan 200.000

2. Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai 2. Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, tetapi diperlakukan sebagai unsur BOP Dalam cara ini, biaya angkut tidak diperhitungkan sebagai tambahan HPokok BB yang dibeli tetapi doperhitungkan sebagai unsur BOP. Caranya : pada awal tahun anggaran, jumlah biaya angkutan yang akan dikeluarkan selama satu tahun ditaksir, selanjutnya diperhitungkan sebagai unsur BOP dalam penentuan tarif BOP. Biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan kemudian dicatat disebelah debet rekening BOP sesungguhnya.

 Biaya Unit Organisasi yang Terkait dalam perolehan Bahan Baku Jika biaya pembelian diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku, maka biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bagian-bagian yang terkait dalam pembelian bahan baku, yaitu bagian pembelian, bagian gudang dan akuntansi persediaan harus diperhitungkan (dimana pada saat bahan baku yang dibeli diterima gudang sebagian besar biaya-biaya yang terkait dalam pembelian belum diperhitungkan). Sehingga sulit dalam memperhitungkanbiaya pembelian yang sesungguhnya yang ahrus dibebankan pada harga pokok BB yang dibeli.

Dalam mengatasi masalah pembebanan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bagian yang terkait dalam pembelian BB untuk menentukan harga pokok BB yang sesunguhnya adalah dengan membuat “tarif biaya pembelian kepada setiap jenis bahan baku yang dibeli” Cara menghitung biaya pembelian dibebankan kepada BB yang dibeli atas dasar tarif : 1. Jumlah biaya tiap bagian yang terkait dalam transaksi pembelian bahan baku diperkirakan selama satu tahun anggaran 2. Ditentukan dasar pembebanan biaya tiap-tiap bagian bagian tersebut dan ditaksir berapa jumlahnya dalam dalam tahun anggaran 3. Ditentukan tarif pembebanan biaya tiap-tiap bagian tersebut dengan cara membagi tiap bagian dengan dasar pembebanan

Tarif Pembebanan Biaya Pembelian Dasar pembebanan Biaya Pembelian Tiap bagian yang terkait Dalam Pembelian BB : Bagian Dasar Pembebanan Tarif Pembebanan Biaya Pembelian » Pembelian » Penerimaan » Gudang » Akuntansi Persediaan » Jumlah frekuensi pembelian / volume pembelian » Jumlah macam bahan yg diterima » Jumlah bahan, kuantitas / nilai rupiah pembelian » tarif per transaksi pembe- lian / tarif setiap jumlah harga faktur pembelian » Tarif per macam bahan yang diterima per meter kubik / per nilai rupiah BB yang disimpan digudang » Tarif per transaksi

Jurnal pembebanan biaya pembelian kepada harga pokok BB atas dasar tarif : Persediaan Rp. xxx Biaya Bagian Pembelian yang Dibebankan Rp. xxx Biaya Bagian Penerimaan yang Dibebankan xxx Biaya Bagian Gudang yang Dibebankan xxx Biaya Bagian Akuntansi Persediaan yg Dibebankan xxx Biaya-biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh bagian yang terkait pembelian BB didebitkan dalam rekening masing-masing biaya yang dibebankan Selisih dalam rekening-rekening biaya masing-masing bagian yang dibebankan dibagikan ke rekening Persediaan BB, Persediaan BDP, Persediaan Produk Jadi, dan HPP

Unsur Biaya Dalam Harga Pokok BB yang Diimpor Unsur Harga pokok BB lokal berbeda dengan Bb yang diimpor Biaya-biaya yang menjadi tangungan pembeli dipengaruhi oleh harga barang yang disetujui oleh pembeli dan penjual Syarat harga BB yang diimpor : - FAS (Free alongside ship) - FOB (Free on Board) - C & F (Cost and Freight) - C.I & F (Cost, Insurance and Freight)

Pada harga C & F : pembeli menanggung biaya asuransi laut dan penjual menanggung biaya angkutan lautnya Pada harga C.I & F : pembeli hanya menanggung biaya biaya untuk mengeluarkan BB dari pelabuhan pembeli dan biaya- biaya lain sampai barang diterima digudang pembeli, sedangkan biaya angkutan laut beserta asuransi laut diperhitungkan dalam harga barang oleh penjual.

Harga FOB Rp. xxx Angkutan laut (ocean freigt) xxx Harga C&F Rp. xxx Biaya asuransi (marine insurance) xxx Harga C.I & F Rp. xxx Biaya-biaya Bank xxx Bea masuk & biaya pabean lainnya xxx Pajak Penjualan Impor xxx Biaya Gudang xxx Biaya expedisi muatan kapal laut (E.M.K.L) xxx Biaya transport lokal xxx Harga Pokok baku Rp. xxx

 Metode Pencatatan Biaya Bahan Baku  2 metode pencatatan biaya BB yang dipakai dalam produksi: 1. Metode mutasi persediaan (pepertual inventory method) 2. Metode persediaan fisik (Phisycal inventory Metode mutasi persediaan : setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu persediaan Metode ini cocok untuk digunakan oleh perusahaan yang harga pokok produksinya dikumpulkan dengan metode harga pokok pesanan

Metode persediaan fisik : hanya tambahan persediaan BB Metode persediaan fisik : hanya tambahan persediaan BB dari pembelian saja yang dicatat dalam kartu persediaan, mutasi berkurangnya BB karena pemakaian tidak dicatat. Biaya BB yang dipakai dalam proses produksi dihitung dengan cara menghitung sisa persediaan BB yang ada digudang pada akhir periode akuntansi. Metode persediaan fisik cocok digunakan dalam : penentuan BB dalam perusahaan yang harga pokok produksinya dikumpulkan dengn metode harga pokok proses. Biaya BB yang dipakai dalam produksi selama 1 peiode : HP persediaan BB awal periode + HP BB yang dibeli selama 1 periode – HP persediaan BB akhir periode

Penentuan Harga Pokok BB yang Dipakai dalam Produksi Dalam menentukan HP BB yang dipakai dalam produksi terkadang timbul masalah, karena harga beli BB dalam satu periode akuntansi seringkali berbeda (mengalami fluktuasi harga), sehingga persediaan BB yang ada digudang mempunyai harga pokok per satuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Metode penentuan HP BB yang dipakai dalam produksi (material costing methods) a.l: 1. Metode identifikasi khusus 2. Metode MPKP 3. Metode MTKP 4. Metode rata-rata bergerak 5. Metode biaya standar 6. Metode rata-rata harga pokok BB pada akhir bulan

# Masalah-masalah Khusus yang berhubungan dengan Bahan Baku # Masalah-masalah yang berhubungan dengan bahan baku, jika dalam proses produksi terjadi : a. sisa bahan (scrap materials) b. produk cacat (detective goods) c. produk rusak (spoiled goods) a. sisa bahan (scrap materials) Sisa bahan : sisa dari bahan baku yang tidak bisa dihindari

Masalah jika terdapat sisa bahan dalam proses produksi adalah : memperlakukan hasil penjualan sisa bahan, yang dapat diperlakukan sebagai : 1) pengurang biaya BB yang dipakai dalam pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut 2) pengurang terhadap BOP yang sesungguhnya terjadi 3) Penghasilan diluar usaha (Other income)

Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya BB yang dipakai dalam pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut Sisa bahan dapat diidentifikasikan dengan pesanan jika terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tertentu. Jurnal (saat penjualan sisa bahan) : Kas / Piutang Dagang Rp. xxx BDP-Biaya BBB Rp. xxx Hasil penjualan sisa bahan dicatat dalam kartu harga pokok pesanan (bersangkutan dengan Biaya BB) sebagai pengurang Biaya BB pesanan tersebut

Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang terhadap BOP yang sesungguhnya terjadi Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai pengurang BOP yang sesungguhnya terjadi, jika : • sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu • sisa bahan merupakan hal yang biasa dalam tejadi dalam proses pengerjaan produk Jurnal (saat penjualan sisa produk) : Kas / Piutang Dagang Rp. xxx BOP Sesungguhnya Rp. xxx

3) Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai Penghasilan diluar usaha (Other income) Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha dan disajikan dalam laporan rugi laba dalam kelompok Penghasilan Diluar Usaha (tidak sebagai pengurang biaya produksi) Jurnal (saat penjualan sisa produk) : Kas/ Piutang Dagang Rp. xxx Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. xxx

 Pencatatan Sisa Bahan Pengawasan terhadap persediaan sisa bahan sangat diperlukan apabila jumlah dan nilai sisa bahan relatif tinggi Mutasi persediaan sisa bahan yang ada digudang harus dicatat oleh pemegang kartu persediaan dibagian Akuntansi 2 Cara pencatatan persediaan sisa bahan : 1. Bagian Akuntansi Persediaan menyelenggarakan catatan mutasi persediaan sisa bahan dalam Kartu Persediaan. Pada saat sisa bahan ditransfer dari Bagian dari bagian Produksi ke Bagian Gudang, Bagian Akuntansi Persediaan menerima laporan sisa bahan dari Bagian Gudang, dan mencatat kuantitas sisa bahan tersebut tanpa nilai rupiahnya ke dalam Kartu Persediaan. Pada saat persediaan sisa bahan dijual, dibuat jurnal seperti uaraian diatas. 2. Bagian Akuntansi Persediaan tidak hanya menyelenggarakan pencatatan mutasi persediaan bahan dalam kuantitasnya saja, tetapi juga nilai rupiahnya.

2. Jika Bagian Akuntansi Persediaan tidak hanya menyelenggarakan pencatatan mutasi persediaan bahan dalam kuantitasnya saja, tetapi juga nilai rupiahnya, maka pencatatan persediaan sisa bahan dan penjualannya dapat dilakukan dengan 2 metode : a) Metode I » Pada saat penyerahan persediaan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang : Persediaan Sisa Bahan Rp.xxx Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp.xxx (Jurnal yang dikredit tergantung perlakuan terhadap hasil penjualan sisa bahan sesuai uraian diatas, yaitu rekening BDP-BBB atau BOP sesungguhnya)

» Jurnal penjualan sisa bahan : Kas / Piutang Dagang Rp.xxx Persediaan Sisa Bahan Rp.xxx » Jurnal penyesuaian (untuk sisa bahan yang belum laku): Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp.xxx Penghasilan yang belum direalisasikan Rp.xxx » Jurnal penyesuaian jika terjadi perbedaan antara taksiran harga jual sisa bahan dengan harga jual sesungguhnya : Persediaan Sisa Bahan Rp.xxx

- Jurnal penyesuaian untuk mencatat sisa bahan yang belum laku Contoh : Bagian produksi menyerahkan 50 kg sisa bahan ke Bagian gudang. Jika ditaksir dapat dijual Rp. 1.000,- per kg. Sisa bahan tersebut sampai akhir periode akuntansi laku terjual 20 kg dengan harga jual Rp. 1.500,- Buatlah jurnal : - untuk mencatat penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang - Jurnal untuk mencatat penjualan sisa bahan - Jurnal penyesuaian untuk mencatat sisa bahan yang belum laku - Jurnal penyesuaian untuk mencatat selisih antara harga taksiran dengan harga jual sesungguhnya sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang

» Jurnal untuk mencatat penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang : Persediaan Sisa Bahan Rp. 50.000 Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. 50.000 » Jurnal untuk mencatat penjualan sisa bahan : Kas / Piutang Dagang Rp. 30.000 Persediaan Sisa Bahan Rp. 30.000 » Jurnal penyesuaian untuk mencatat sisa bahan yang belum laku : Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. 30.000 Penghasilan yang Belum Direalisasikan Rp. 30.000 » Jurnal penyesuaian untuk mencatat selisih antara harga taksiran dengan harga jual sesungguhnya sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang : Persediaan Sisa Bahan Rp. 10.000 Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. 10.000

b) Metode II » Jurnal penyerahan persediaan sisa bahan dari Bagian Produksi ke Bagian Gudang : Persediaan Sisa Bahan Rp.xxx Penghasilan yang Belum Direalisasikan Rp.xxx » Jurnal penjualan sisa bahan : Kas/ Piutang Dagang Rp.xxx Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp.xxx Persediaan Bahan Rp.xxx (Jika pada akhir periode terdapat sisa bahan yang belum laku dijual, atau terdapat selisih harga jual maka tidak perlu dibuat jurnal penyesuaian).

Contoh sama dengan diatas : » Jurnal untuk mencatat penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang : Persediaan Sisa Bahan Rp. 50.000 Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. 50.000 » Jurnal untuk mencatat penjualan sisa bahan : Kas / Piutang Dagang Rp. 30.000 Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp. 30.000 Penghasilan yang belum direalisasikan Rp. 20.000 Persediaan Bahan Rp. 20.000

b) Produk Cacat (Detective Goods) Produk cacat adalah : produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, maka produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan kembali menjadi produk yang baik. Masalah yang timbul mengenai produk cacat adalah : bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (rework cocts) produk cacat tersebut.

Terhadap biaya pengerjan kembali produk cacat adalah : 1) Biaya pengerjaan kembali produk cacat dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan, jika produk cacat tersebut bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses produksi tetapi akrena karakteristik pengerjaan pesanan tertentu. 2) Biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut kedalam tarif BOP, jika produk cacat tersebut merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk. (Biaya pengerjaan kembali produk cacat yangsesungguhnya terjadi didebitkan ke dalam rekening BOP Sesungguhnya.

1). Pencatatan Biaya Pengerjaan kembali Produk 1) Pencatatan Biaya Pengerjaan kembali Produk Cacat, Jika Biaya Tersebut Dibebankan kepada Pesanan Tertentu # PT ABC menerima pesanan 50 satuan Produk N. Biaya produksi yang dikeluarkan Rp. 25.000, BTKL Rp. 10.000 dan BOP yang dibebankan atas dasar tarif 150% dari BTKL. Setelah selesai berproduksi ternyata terdapat 8 satuan produk cacat yang secara ekonomis masih dapat diperbaiki, dengan mengeluarkan BTKL Rp. 2.000 dan BOP pada tarif yang biasa dipakai. Buatlah Jurnal pencatatan produksi pesanan dan biaya pengerjaan kembali produk cacat tersebut!

1. Jurnal pencatatan biaya produksi 50 satuan produk N : BDP-BBB Rp. 25.000 BDP-BTKL 10.000 BDP-BOP 15.000 Persediaan BB Rp. 25.000 Gaji dan Upah 10.000 BOP yang Dibebankan 15.000 Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat (jika biaya tersebut dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan) : BDP-BTK Rp. 2.000 BDP-BOP 3.000 Gaji dan Upah Rp. 2.000 BOP yang Dibebankan 3.000 Jurnal Pencatatan Harga Pokok Produk Selesai : Persediaan Produk Jadi Rp. 55.000 BDP-BBB Rp. 25.000 BDP-BTKL 12.000 BDP-BOP 18.000

 1) Pencatatan Biaya Pengerjaan kembali Produk  1) Pencatatan Biaya Pengerjaan kembali Produk Cacat, Jika Biaya Tersebut Dibebankan kepada Produksi Secara Keseluruhan # Didalam proses proses produksi PT ABC selalu terjadi produk cacat yang secara ekonomis dapat diperbaiki dengan cara mengeluarkan biaya pengerjaan kembali. Sehingga dalam menentukan tarif BOP didalam anggaran diperhitungkan taksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan dikeluarkan selama periode anggaran. PT ABC dalam satu epriode anggaran menerima 100 satuan produk X, tarif BOP ditentukan sebesar 120% dari BTKL. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut : BBB 150.000, BTKL Rp. 210.000,-. Setelah selesai berproduksi ternyata terdapat 10 satuan produk cacat, yang membutuhkan biaya pengerjaan kembali yang terdiri dari : BTKL 20.000 dan BOP pada tarif yang dipakai. Buatlah Jurnal pencatatan produksi pesanan dan biaya pengerjaan kembali produk cacat tersebut!

1. Jurnal pencatatan biaya produksi 100 satuan produk X : BDP-BBB Rp. 150.000 BDP-BTKL 210.000 BDP-BOP 252.000 Persediaan BB Rp. 150.000 Gaji dan Upah 210.000 BOP yang Dibebankan 252.000 Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat (jika biaya tersebut dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan) : BDP-BTK Rp. 20.000 BDP-BOP 24.000 Gaji dan Upah Rp. 20.000 BOP yang Dibebankan 24.000 Jurnal Pencatatan Harga Pokok Produk Selesai : Persediaan Produk Jadi Rp. 612.000 BDP-BBB Rp. 150.000 BDP-BTKL 210.000 BDP-BOP 252.000

b) Produk Rusak (Spoiled Goods) Adalah : produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik Perbedaan dengan sisa bahan : produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja dan BOP, sedangkan sisa bahan merupakan bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi

Perlakuan terhadap produk rusak tergantung dari sifat dan sebab terjadinya : 1) Harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan, jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa lain. Jika produk rusak masih laku dijual maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut.

2) Kerugian yang timbul karena Produk rusak dibebankan kepada produksi secara keseluruhan dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut dalam tarif BOP, jika produk rusak tersebut merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk. Sehingga unsur-unsur dalam anggaran BOP yang akan digunakan untuk menentukan tarif BOP : Biaya Bahan Penolong Rp xxx BTKTL xxx Biaya Reparasi dan Pemeliharaan xxx Biaya Asuransi xxx BOP lain xxx Rugi Produk Rusak (TR-H Pokok Prod. Rusak) xxx BOP yang Dianggarkan Rp xxx `

Rumus Tarif BOP : BOP yang dianggarkan Dasar Pembebanan Jika terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi didebitkan dalam rekening BOP sesungguhnya.

1. Pencatatan Produk Rusak (Jika Produk Rusak Dibebankan kepada Pesanan Tertentu) PT ABC pada bulan Desember 200x menerima pesanan (perusahaan berproduksi atas dasar pesanan) pembuatan 500 unit produk X. Pesanan tersebut merupakan pesanan yang membutuhkan keepatan spesifikasi yang telah ditentukan pemesan, sehingga produk rusak yang terjadi dibebankan kepada pesanan tersebut) Dalam memenuhi pesan tersebut PT ABC memproduksi 515 satuan produk X dengan biaya produksi yang terdiri dari : BBB Rp. 160.000, BTKL 250.000, BOP dibebankan atas dasar tarif sebesar 200% dari BTKL. Setelah produksi selesai ternyata terdapat 15 unit produk yang rusak (secara ekonomis tidak dapat diperbaiki), dan diperkirakan jika dijual akan laku sebesar RP. 250,- per unit. Buatlah jurnal : - untuk mencatat biaya produksi - untuk mencatat produk rusak jika laku terjual dan pengurangan produksi yang bersangkutan - untuk mencatat harga pokok produk jadi

 Jurnal untuk mencatat biaya produksi (515 unit Produk X) : BDP-BBB Rp. 160.000 BDP-BTKL 250.000 BDP-BOP 500.000 Persediaan BB Rp. 160.000 Gaji dan Upah 250.000 BOP yang Dibebankan 500.000 Jika 15 unit produk X tidak rusak, maka harga pokok Produk X adalah Rp. 1.767 per unit (910.000 : 515). Harga pokok produk rusak dibebankan dibebankan kepada produk X yang baik, sehingga Harga Pokok Produk X yang baik adalah Rp. 1.820 (910.000 : 500)  Jurnal untuk mencatat produk rusak jika laku terjual dan pengurangan produksi yang bersangkutan: (Hasil penjualan produk rusak dikurangkan dari biaya produksi yang seluruhnya telah dibebankan kepada produk yang baik. Persediaan Produk Rusak (15xRp250) Rp. 3.750 BDP-BBB Rp. 660 BDP-BTKL 1.029 BDP-BOP 2.061

 Pembagian nilai jual produk rusak : Elemen Harga Pokok Produk Total Biaya Produksi Biaya per Unit (515 unit) Harga Pokok Produk Rusak (15 unit) BBB BTKL BOP 160.000 250.000 500.000 311 485 971 4.665 7.275 14.565 Jumlah 910.000 1.767 26.505 Nilai Jual produk rusak Rp. 3.750 = = 14% Harga Pokok produk rusak Rp. 26.505  Pembagian nilai jual produk rusak : BDP-BBB 14,15% x Rp. 4.665 = Rp. 660 BDP-BTKL 14,15% x Rp. 7.275 = 1.029 BDP-BOP 14,15% x Rp. 14.565 = 2.061 Rp. 3.750,-

 Jurnal Pencatatan Harga Pokok Produk Selesai : Persediaan Produk Jadi p. 906.250 BDP-BBB Rp. 159.340 BDP-BTKL 248.971 BDP-BOP 497.939

1. Pencatatan Produk Rusak (Jika Kerugian Produk Rusak Dibebankan kepada Seluruh Produk) PT ABC berproduksi atas dasar pesanan. Kerugian karena adanya produk rusak sudah diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP pada awal tahun, karena produk rusak merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengolahan produk. Tarif BOP sebesar 140% dari BTKL Pada bulan Desember 200x, perusahaan memperoleh pesanan Produk X sebanyak 10.000 unit. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan adalah ; BBB Rp. 200.000,- BTKL 320.000,- dan BOP. Perusahaan memproduksi sebanyak 10.500 unit, dan setelah selesai berproduksi ternyata sebanyak 500 unit merupakan produk rusak dan jika dijual masih dapat laku Rp. 50 per unit. Buatlah jurnal : - untuk mencatat biaya produksi - untuk mencatat produk rusak jika laku terjual dan pengurangan produksi yang bersangkutan - untuk mencatat harga pokok produk jadi

 Jurnal untuk mencatat biaya produksi (10.500 unit Produk X) : BDP-BBB Rp. 200.000 BDP-BTKL 320.000 BDP-BOP 448.000 Persediaan BB Rp. 200.000 Gaji dan Upah 320.000 BOP yang Dibebankan 448.000 Dalam tarif BOP telah diperhitungkan kerugian produk rusak, maka berarti seluruh produk yang diproduksi akan dibebani dengan kerugian adanya produk rusak. (Sehingga kerugian yang sesungguhnya yang timbul dari produk rusak didebitkan di rekening BOP Sesungguhnya). Perhitungan karena adanya produk rusak : Nilai jual produk rusak 500 x Rp. 50 = Rp. 25.000 Nilai pokok produk rusak 500 x Rp. 92 = 46.000 Kerugian produk rusak Rp. 21.000

Pembagian nilai jual produk rusak Elemen Harga Pokok Biaya Total Biaya per Unit (10.500 unit) BBB BTKL BOP Rp. 200.000 320.000 448.000 19 30 43 Jumlah 968.000 92  Jurnal pencatatan produk rusak dan kerugiannya : Persediaan Produk Rusak Rp. 25.000 BOP Sesungguhnya 21.000 BDP-BBB Rp. 9.500 BDP-BTKL 15.000 BDP-BOP 21.500

 Jurnal Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi : Persediaan Produk Jadi p. 920.000 BDP-BBB Rp. 190.000 BDP-BTKL 300.000 BDP-BOP 430.000

B. BIAYA TENAGA KERJA Biaya Tenaga Kerja : * merupakan salah satu biaya konversi (untuk mengubah BB menjadi produk jadi * merupakan BOP BTK : * adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga manusia tersebut * merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk

Komponen BTK meliputi : * gaji dan upah reguler :merupakan kompensasi reguler yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas usaha fisik stau mental yang telah dikerahkannya. * Insentif : merupakan penghargaan (reward) atas kinerja dan peningkatan produktivitas tenaga kerja berupa kompensasi tambahan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik individu ataupum kelompok. Sehingga tujuan adanya insentif adalah untuk merangsang karyawan agar bekerja lebih produktif. * Tunjangan : merupakan kompensasi tambahan yang diberikan oelh perusahaan kepada karyawan, seperti : tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan, premi lembur, bonus, dll.

 Penggolongan Kegiatan dan Biaya Tenaga Kerja  Kegiatan tenaga kerja dalam perusahaan manufaktur digolongkan menjadi : 1. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan 2. Penggolongan menurut kegiatan departemen- departemen dalam perusahaan 3. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya 4. Penggolongan menurut hubungannya dengan produk

Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan Fungsi pokok dalam organisasi manufaktur ada tiga, yaitu fungsi produksi, pemasaran dan administrasi, sehingga harus digolongkan dan dibedakan antara tenaga kerja pabrik dan tenaga kerja non pabrik. Penggolongan ditujukan untuk membedakan BTK yang merupakan unsur Harga Pokok Produk, dan BTK non pabrik yang merupakan unsur biaya usaha / bukan merupakan unsur Harga Pokok Produksi. BTK dibedakan digolongkan menjadi : a. BTK Produksi b. BTK Pemasaran c. BTK administrasi dan umum

Contoh penggolongan BTK berdasarkan fungsi pokok perusahaan : 1) BTK Produksi : Gaji karyawan pabrik Biaya kesejahteraan karyawan pabrik Upah lembur karyawan pabrik Upah mandor pabrik Gaji manajer pabrik 2) BTK pemasaran Upah karyawan pemasaran Biaya kesejahteraan karyawan pemasaran Biaya komisi pramuniaga Gaji manajer pemasaran 3) BTK administrasi dan umum : Gaji karyawan Bagian Akuntansi ` Gaji karaywan Bagian Bagian Personalia Gaji karyawan Bagian Sekretariat Biaya kesejahteraan karyawan Bagian akuntansi Biaya kesejahteraan karyawan Bagian personalia Biaya kesejahteraan karyawan Bagian Sekretariat

2. Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam perusahaan Tujuan : memudahkan pengendalian terhadap BTK yang terjadi dalam tiap departemen yang dibentuk. Contoh : Suatu departemen produksi dalam suatu perusahaan terdiri dari 3 bagian yaitu Bagian Pulp, Bagian Kertas dan Bagian Penyempurnaan. Penggolongannya adalah : - TK yang bekerja dalam departemen produksi digolongkan sesuai dengan bagian-bagian yang dibentuk, yaitu TK yang bekerja di tiap bagian - TK yang bekerja didepartemen non produksi juga digolongkan kedalam departemen tempat mereka bekerja (sehingga dapat digolongkan menjadi biaya TK bagian administrasi dan umum, BTK bagian Akuntansi, BTK bagian Personalia, dll).

3. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya Tujuan : sebagai dasar penetapan deferensiasi upah standar kerja. Tenaga kerja dapat digolongkan berdasarkan sifat pekerjaannya didalam suatu departemen. Contoh : Penggolongan TK dalam suatu Departemen Produksi adalah ; - operator, BTK digolongkan : upah operator - mandor, BTK digolongkan : upah mandor - penyelia (susperitendent), BTK digolongkan: upah penyelia

4. Penggolongan menurut hubungannya dengan produk Penggolongan TK berdasarkan produk : * TL : digolongkan BTKL dan dibebankan langsung ke sebagai unsur biaya produksi. * TKL : digolongkan BTKTL dan merupakan unsur BOP, pembebanan pada produk tidak secara langsung tetapi melalui tarif BOP yang ditentukan di muka.

 Akuntansi Biaya Tenaga Kerja  BTK digolongkan menjadi : 1. Gaji dan upah reguler 2. Premi Lembur 3. Biaya-biaya yang berhubungan dengan TK (Labor Related Costs).

1. Gaji dan Upah Gaji dan upah reguler :merupakan kompensasi reguler yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas usaha fisik stau mental yang telah dikerahkannya (meliputi gaji dan upah bruto dikurangi dengan potongan-potongan seperti biaya asuransi kesehatan, PPh karyawan, biaya asuransi hari tua).

Dalam perusahaan yang menggunakan metode:  Harga Pokok Pesanan :  dokumen pokok untuk mengumpulkan waktu kerja karyawan adalah; - Kartu Hadir (Clock Card), untuk mencatat jam hadir karyawan - Kartu Jam Kerja (Job Time Ticket), untuk mencatat pemakaian waktu hadir karywan pabrik dalam mengerjakan berbagai pekerjaan atau produk.  Harga Pokok Proses :  dokumen pokok adalah Kartu Hadir karena pekerjaan atau pembuatan produk sama dari waktu kewaktu, sehingga tidak membutuhkan Kartu Jam Hadir.

 4 Tahap pencatatan gaji dan upah : Bagian pembuatan daftar gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah berdasarkan kartu hadir karyawan (baik karyawan produksi, pemasaran maupun administrasi dan umum). Berdasarkan daftar gaji dan upah dibuat rekapitulasi gaji dan upah untuk mengelompokkan gaji dan upah menjadi : - gaji dan upah karyawan pabrik, dirinci berdasarkan hubungannya dengan produk:  upah karyawan langsung  upah karyawan tak langsung - gaji dan upah karyawan administrasi dan umum - gaji dan upah karyawan pemasaran

# Berdasarkan rekapitulasi gaji dan upah, ayat jurnal yang dibuat oleh Bagian Akuntansi : BDP-BTK Rp.xxx BOP xxx BAU xxx Biaya Pemasaran xxx Gaji dan Upah Rp.xxx Idle Time Cost : BTK yang dibayarkan pada saat karyawan menunggu pekerjaan. (sehingga biaya yang dikeluarkan pada saat TK menganggur tergolong dalam BOP).

Tahap 2 : Berdasarkan daftar gaji dan upah maka Bagian Keuangan membuat bukti kas keluar dan cek untuk mengambil uang di Bank. Ayat jurnal yang dibuat oleh Bagian Akuntansi berdasarkan daftar gaji dan upah : Gaji dan Upah Rp.xxx Utang PPh karyawan Rp.xxx Utang Gaji dan Upah xxx

Tahap 3 : Setelah mencairkan cek maka uangnya dimasukkan ke amplop gaji dan upah tiap karyawan, kemudian oleh juru bayar dibagikan kepada karyawan dengan menandatangani daftar gaji dan upah (bukti telah mengambil upah), yang merupakan bukti gaji telah diambil dan merupakan dasar pencatatan oleh bagian Akuntansi : Utang gaji dan Upah Rp.xxx Kas Rp.xxx Tahap 4 : Bagian Akuntansi mencatat penyetoran PPh karyawan ke Kas Negara : Utang PPh Karyawan Rp.xxx Kas Rp.xxx

 Contoh : PT ABC memiliki 2 karyawan bernama Tn X dan Ny Y. Daftar gaji dan upah dibuat berdasarkan Kartu hadir minggu pertama selama bulan Juni 20xx. Menurut Kartu hadir : - Tn X bekerja selama selama 1 minggu sebanyak 36 jam, dengan upah Rp. 200,-/jam - Ny Y bekerja sebanyak 36 jam dengan tarif upah Rp. 100,-/jam Berdasarkan Kartu jam Kerja, maka penggunaan jam masing-masing karyawan : Penggunaan Waktu Kerja Tn X Tn Y Untuk pesanan no 54 10 jam 15 jam Untuk pesanan no 80 19 jam 15 jam Untuk menunggu persiapan pekerjaan 7 jam 6 jam Buatlah : - Distribusi Upah TKL - Buat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut!

Jawaban : Distribusi upah TKL : Upah karyawan = (36jam x Rp. 200) + (36 jam x Rp. 100) = Rp. 7.200 + Rp. 3.600 = Rp. 10.800,- Didistribusikan : Distribusi BTK Tn X Ny.Y Dibebankan sebagai BTKL : Pesanan no 54 Rp. 2.000 Rp. 1.500 Pesanan no 80 3.800 1.500 Dibebankan sebagai BOP 1.400 600 Jumlah upah minggu 1 (Juni’XX) 7.200 3.600 PPh yang dipotong oleh perusahaan 10% dari upah minggu 1 (Juni’XX) 720 360 Jumlah upah bersih yang diterima karyawan 6.840 3.240

 Jurnal yang dibuat oleh Bagian Akuntansi : Jurnal Distribusi gaji dan upah (berdasarkan rekapitulasi gaji dan upah : BDP-BTK Rp. 8.800 BOP 2.000 Gaji dan Upah Rp. 10.800 Berdasarkan BKK : Gaji dan Upah Rp. 10.800 Utang PPh Karyawan Rp. 1.080 Utang Gaji dan upah 9.720 Berdasar daftar gaji dan upah yang telah ditandatangani karyawan : Utang Gaji dan Upah Rp. 9.720 Kas Rp. 9.720 Setoran PPh karyawan ke kas negara : Utang PPh Karyawan Rp. 1.080 Kas Rp. 1.080

 INSENTIF  Insentif : merupakan penghargaan (reward) atas kinerja dan peningkatan produktivitas tenaga kerja berupa kompensasi tambahan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik individu ataupum kelompok. Sehingga tujuan adanya insentif adalah untuk merangsang karyawan agar bekerja lebih produktif. Cara pemberian insentif antara lain : 1. Insentif satuan dengan jam minimum (straight piecework with guaranteed hourly minimum plan) 2. Taylor differensial piece rate plan

1. Insentif satuan dengan jam minimum (straight piecework with guaranteed hourly minimum plan) Cara : * karyawan dibayar atas tarif per jam untuk menghasilkan jumlah satuan keluaran /output standar (jika melebihi jumlah standar tersebut karyawan menerima jumlah upah tambahan sebesar jumlah kelebihan satuan keluaran diatas standar kali tarif upah per satuan. * tarif upah per satuan = Upah standar per jam dibagi dengan satuan keluaran standar per jam

Contoh : Dalam menghasilkan 1 satuan produk dibutuhkan waktu 15 menit, maka keluaran standar per jam adalah 4 satuan, jika upah pokok sebesar Rp. 1.000,-/jam maka tarif upah per satuan adalah : Rp 1.000 : 4 = Rp 250. Karyawan yang tidak dapat menghasilkan jumlah standar per jam tetap mendapat upah Rp. 1.000,-/jam. Karyawan yang bisa menghasilkan 5 (atau lebih) satuan produk per jam (terdapat kelebihan 1 satuan produk dari jumlah satuan standar per jam) maka upahnya : Upah dasar per jam Rp. 1.000,- Insentif : 1 x Rp. 250 250,- Upah yang diterima karyawan per jam Rp. 1.250,-

2. Taylor differensial piece rate plan Cara : semacam straight piece rate plan dengan menggunakan tarif tiap potong untuk jumlah keluaran rendah perjam dan tarif tiap potong yang lain untuk keluaran tinggi per jam Contoh : Karyawan dapat menerima upah Rp. 6.000 per hari (untuk 8 jam kerja). Jika rata-rata seorang karyawan dapat menghasilkan 10 satuan per jam, maka upah per satuan : Rp. 6.000 / (10 x 8) = Rp. 75,-. Misalnya ditetapkan tarif upah 70,- per satuan untuk karyawan yang menghasilkan 15 satuan per jam atau kurang dan Rp. 80,- per satuan untuk yang menghasilkan 18 satuan per jam atau lebih. Sehingga untuk karyawan yang yang menghasilkan 18 satuan/jam mendapat upah : Rp. 80 x 18 = Rp. 1.440,- sedangkan yang menghasilkan 10 satuan/jam = Rp. 75 x 10 = Rp. 750,-

3 Premi Lembur Cara : tergantung alasan-alasan terjadinya lembur, dapat ditambahkan pada upah TKL dan dibebankan pada pekerjaan atau departemen tempat terjadinya lembur tersebut, jika pabrik telah bekerja pada kapasitas penuh dan pemesan bersedia menerima beban tambahan karena lembut tersebut. Perlakuan terhadap premi lembur : * sebagai unsur BOP, atau * dikeluarkan dari Harga Pokok Produk dan dianggap sebagai biaya periode (period expenses), jika lembur tersebut terjadi karena ketidakefisienan atau pemborosan wakti kerja.

» Misalnya : Dalam suatu perusahaan yang berhak menerima uang lembur dan premi lembur adalah jika bekerrja lebih dari 40 jam dalam satu minggu. Dalam satu minggu seorang karyawan bekerja selama 45 jam dengan tarif upah (dalam kerja biasa dan lembur) Rp. 500,- per jam. Premi lembur dihitung sebesar 40% dari tarif upah, maka : Jam biasa 40 x Rp. 500 = Rp. 20.000,- Lembur 5 x Rp. 500 = 2.500,- Premi lembur 5 x 200 = 1.000,- Jumlah upah karyawan/minggu = Rp. 23.500,-

 Biaya-biaya yang berhubungan dengan TK (Labor Related Cost)  Biaya-biaya yang berhubungan dengan Tenaga kerja : 1. Setup Time 2. Waktu menganggur (Idle Time)

1. Setup Time Adalah : waktu yang dibutuhkan sebelum suatu pabrik memulai produksi Setup Costs / biaya pemula poduksi : biaya- biaya yang dikeluarkan untuk memulai produksi, terdiri dari pengeluran-pengeluaran untuk menbuat rancang bangun, layout mesin dan peralatan, latihan bagi karyawan serta kerugian-kerugian yang timbul akibat belum adanya pengalaman. Biaya pemula produksi dapat diperlakukan dengan 3 cara : a. Dimasukkan dalam kelompok BTKL b. Dimasukkan sebagai unsur BOP c. Dibebankan kepada pesanan yang bersangkutan.

a. Dimasukkan dalam kelompok BTKL  Jika biaya pemula produksi dapat diidentifikasikan pada pesanan tertentu.  Dimasukkan kelompok BTKL dan dibebankan langsung pada rekening BDP. b. Dimasukkan sebagai unsur BOP  Dimasukkan unsur BOP, jurnal : BOP sesungguhnya Rp.xxx Kas Rp.xxx Utang Dagang xxx Persediaan xxx c. Dibebankan kepada pesanan yang bersangkutan  Dimasukkan kelompok sendiri yang terpisah dari BBB,BTKL dan BOP.

2. Waktu menganggur (Idle Time) Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk karyawan sewaktu menganggur karena adanya hambatan-hambatan, kerusakan mesin atau kekurangan pekerjaan dalam suatu proses produksi dikelompokkan sebagai : unsur BOP Contoh : Dalam suatu perusahaan seorang karyawan harus bekerja 48 jam per minggu dengan upah Rp. 1.000,-/jam. Dari waktu yang ditentukan 8 jam merupakan waktu menganggur dan sisanya untuk mengerjakan pesanan tertentu. Jurnal : BDP-BTKL Rp. 40.000 BOP Sesungguhnya 8.000 Gaji dan Upah Rp. 48.000