Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI NASIONAL
Advertisements

USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
LATAR BELAKANG PERUBAHAN PP NO
RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL
Secercah Pemikiran tentang Tantangan IPTEKS dan Pendidikan IPTEKS di Indonesia, khususnya di sektor Energi Tatang H. Soerawidaja Ketua Umum Ikatan Ahli.
PELUANG PEMBIAYAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH
PELAKSANAAN PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BBM
Agenda Riset Nasional Bidang Energi Komisi Teknis Energi - Dewan Riset Nasional Jakarta, 6 Januari 2010.
Pendahuluan Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Keluaran Ruang lingkup.
DIMENSI PEMBANGUNAN: KEDAULATAN ENERGI
TERMINOLOGI Apa yang dimaksud dengan 1. MANAGEMENT ENERGY :
MASA DEPAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERBARUKAN DI INDONESIA
POINTERS KEN BAB I S.D. BAB V KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN)
KULIAH 2 ENERGI DAN ELEKTRIFIKASI PERTANIAN
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERTEMUAN PENDAHULUAN PENYUSUNAN RKP 2013 Oleh: Menteri Negara PPN/Kepala.
Lukita Wahyu Permadi, Ari Wibowo, Cindy Malfica
SURVEY DAN PEMBANGUNAN DATA BERBASIS GIS UNTUK PERENCANAAN PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BBM DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA BPH.
PEMAPARAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN
ASPEK GENDER DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM EBT: BIOENERGI
KOORDINASI, INTEGRASI DAN SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PROGRAM PENGEMBANGAN BIOENERGI
KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DUKUNGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBIAYAAN INDUSTRI
Tingkatkan Produktifitas & Efisiensi Tahun 2017 untuk Menurunkan BPP Oleh: Kepala Divisi Anggaran Palembang, 27 Februari 2017 Ver 1.1.
Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-Daerah
KEBIJAKAN PEMANFAATAN GAS DAN ENERGI TERBARUKAN
HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Target Bauran Energi Pembangkitan Tenaga Listrik
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL
Sosialisasi Dekonsentrasi Bidang Perumahan Tahun 2015
Arah Kebijakan Persusuan
31 Januari 2012 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kebijakan-Kebijakan Internasional untuk Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim Global ME4234 KEBIJAKAN IKLIM.
K 02 SEJARAH DAN RUANG LINGKUP ENERGI
Program Insentif Riset Dasar Kementerian Riset dan Teknologi/ Dewan Riset Nasional Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Pengusahaan Ubi.
MANAJEMEN ENERGI *). Manajemen energi adalah suatu proses ilmu dibidang energi untuk meningkatkan efektivitas pemakaian energi pada suatu perusahaan.
OLEH: Dr. Faizul Ishom, M.Eng
PERKEMBANGAN ILMU PEMBAKARAN & BAHAN BAKAR
Arah Kebijakan Persusuan
Arah Kebijakan Persusuan
Kebijakan Energi Listrik
ENERGI BIOMASSA DONNA MOH. BUDI.
Rapat Mandatori Campuran BBM dengan BBN
PERAN SERTA DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
APBN dan Pembangunan di Indonesia
MENGURANGI KETERGANTUNGAN PADA BBM
ENERGI BIOMASSA.
ENERGY CONSUMPTION IN HVACR SYSTEM
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Arah Kebijakan Persusuan
TERMINOLOGI adalah suatu proses ilmu dibidang energi untuk
Problematika dan permasalahan krisis listrik Sumut dan tanggung jawab Pemerintah Medan, November 2013 Presented by: Abdullah Rasyid – Stafsus Menko Perekonomian.
Optimalisasi Energi Baru Terbarukan (EBT)
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia
KEBIJAKAN PENGUSAHAAN SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
KONVERSI ENERGI UNTUK KESEJAHTERAAN MASA DEPAN NEGERI
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 35 TAHUN 2018
Kesesuaian Program PLTSa Dengan Jakstanas
ISU LOKAL DAN GLOBAL OLEH YUDO SISWANTO ASEAN ECO SCHOOL MANDIRI
POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA UNTUK KETAHANAN ENERGI
LEADERSHIP AND ENTREPRENEURSHIP
Optimasi Energi Terbarukan (Biofuel/bioenergi)
Dewan Energi Nasional dewanenerginasional dewanenergi Gunung Sindur, 22 Februri 2019 SINKRONISASI DAN INVENTARISASI SUBSTANSI.
RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA / RAD GRK KABUPATEN CILACAP Cilacap 5, Maret 2011.
Optimasi Energi Terbarukan (Energi Biomassa dan Energi Biogas)
ENERGI BIOMASSA Mata Kuliah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 2010 OLEH : Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan.
Jum’at, 4 Desember 2015 ElektroBudaya PP No 79 Tahun 2014 Realistiskah untuk mencapai kedaulatan energi.
1 Jakarta, 5 September 2019 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Bahan Kementerian ESDM Disampaikan pada Rapat Kerja bersama Komisi.
Transcript presentasi:

Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Rida Mulyana Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Disampaikan pada PetroGas Days UI 2017 Jakarta, 16 Maret 2017

Daftar isi: Pengarusutamaan EBT Potensi Energi Baru Terbarukan Program Pengembangan EBT Capaian Pengembangan EBT Tantangan dan Upaya Kedepan

Pengarusutamaan EBT

Clustering EBTKE: Terminologi UU 30/2007 tentang Energi Upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya (PP 70/2009 tentang Konservasi Energi) Konservasi Energi Batubara Tercairkan (Liquified Coal) Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane) EB Batubara Tergaskan (Gasified Coal) EBTKE Nuklir Hidrogen Energi Baru Metana yang lain EBT Panas Bumi Hidro ET Bioenergi Surya Angin Laut Energi Terbarukan

Kebijakan Energi Nasional (PP 79/2014) Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan; Meminimalkan penggunaan minyak bumi; 2 3 Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru; 4 Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional; 5 Memanfaatkan nuklir sebagai pilihan terakhir. Paragraf (2): Prioritas Pengembangan Energi, pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebjakan Energi Nasional

3 Pilar Utama Percepatan, Pengembangan dan Pemanfaatan EBT 2 1 SDM YANG KOMPETEN PROSES BISNIS YANG EFEKTIF 3 TEKNOLOGI YANG MEMADAI

Potensi Energi Baru Terbarukan

Potensi Energi Baru Terbarukan Panas Bumi Sumber Daya : 12,3 GW Reserve : 17,2 GW Surya 207,8 GWp PLTA, PLTM/H 75 GW PLTA 5,124 GW PLTMH 0,162 GW (7,07%) 0,085 GWp (0,04%) 1,64 GW (5,6%) Bioenergi 32,6 GW Energi Laut 17,9 GW Angin 60,6 GW BBN 200 Ribu Bph 1,1 MW (0,002%) 1,78 GW (5,5%) 0,0 MW (0,000%) Energi Fosil Cadangan terbukti: Minyak Bumi : 3,6 miliar barel Gas Bumi : 100,3 TSCF Batubara : 7,2 miliar ton Produksi: Minyak Bumi : 288 Juta barel Gas Bumi : 2,97 TSCF Batubara : 434 juta ton Diperkirakan akan habis: Minyak Bumi : 13 tahun Gas Bumi : 34 tahun Batubara : 16 tahun 443,2 GW 8,80 GW (2% terhadap potensi) Kapasitas terpasang Pembangkit saat ini 59.656 MW Rencana Pembangunan Pembangkit 35.000 MW +7.500 MW New project

Program Pengembangan EBT

Target Penyediaan Energi Primer EBT Tahun 2025 sesuai RUEN Listrik EBT 45 GW PLT Panas Bumi, 7,2 GW PLT Hidro, 17,9 GW PLT Mikrohidro, 3 GW PLT Bioenergi, 5,5 GW PLT Surya, 6,5 GW PLT Angin, 1,8 GW PLT EBT lainnya, 3 GW Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional 135 GW Kapasitas Pembangkit Listrik EBT 45 GW 69,2 MTOE 23% ~ 400 MTOE 92,2 Gas EBT Bauran EBT MTOE 23,0 Biofuel 13,69*) juta kilo liter Biomassa 8,4 juta ton Biogas 489,8 juta m3 CBM 46,0 mmscfd MTOE Minyak Batubara *) tidak termasuk biofuel untuk pembangkit listrik sebesar 0,7 juta kL tahun 2025

Peraturan Pendukung Energi Baru Terbarukan Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, Pasal 20 ayat (3) mengamanatkan bahwa penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pasal 9 mengamanatkan bahwa peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% tahun 2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050 sepanjang keekonomiannya terpenuhi; Peraturan Presiden Nomor 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Pasal 14 mengamanatkan bahwa pelaksanaan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan berupa pemberian insentif fiskal, kemudahan Perizinan dan Nonperizinan, penetapan harga beli tenaga listrik dari masing- masing jenis sumber energi baru dan terbarukan, pembentukan badan usaha tersendiri dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk dijual ke PT PLN (Persero), dan/atau penyediaan subsidi. Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif fiskal dan non fiskal pengembangan EBT; Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Capaian Pengembangan EBT

Capaian Pengembangan EBTKE (1/2) PEMBANGUNAN PLT PANAS BUMI dalam MW PEMBANGUNAN PLT BIOENERGI dalam MW 1.438,5 (2015) 1.643,5 (2016) 1.767,1 (2015) 1.787,9 (2016) Tambahan PLTP tahun 2016 sebesar 205 MW, dari PLTP Sarulla Unit 1 (110 MW), PLTP Lahendong Unit 5&6 (2x20 MW), & PLTP Ulubelu Unit 3 (55 MW); Evaluasi feed in tarif yang lebih kompetitif dan mencerminkan efektifitas biaya dengan regionalisasi. Evaluasi feed in tarif yang lebih kompetitif dan mencerminkan efektifitas biaya dengan regionalisasi. PEMBANGUNAN PLTS dan PLTM/MH dalam MW BAHAN BAKAR NABATI (BBN) dalam Juta KL 273,1 (2015) 282,5 (2016) 1,65 (2015) 3,03 (2016) Evaluasi feed in tarif yang lebih kompetitif dan mencerminkan efektifitas biaya dengan regionalisasi. Kebijakan mandatory campuran BBN ke BBM sebesar 20% (B20) pada tahun 2016; Tantangan pengembangan BBN: Rendahnya harga minyak dunia, menyebabkan selisih harga BBN & BBM tinggi; Subsidi BBN telah berjalan.

Capaian Pengembangan EBTKE (2/2) PENERIMAAN NEGARA dalam Triliun Rupiah INVESTASI dalam Triliun Rupiah 0,88 (2015) 0,907 (2016) 30,10 (2015) 21,22 (2016) Untuk meningkatkan investasi, dilakukan: Pemberian Kemudahan dan/atau insentif; Menyediakan mekanisme feed in tariff dalam penetapan harga jual EBT; Dukungan pemberian insentif fiskal. PENURUNAN EMISI CO2 dalam Juta Ton CO2 29,6 (2015) 31,6 (2016) Penurunan emisi CO2 dilakukan melalui aksi mitigasi: Target 23% bauran energi primer EBT pada tahun 2025; Pengelolaan sampah untuk energi listrik; Penerapan konservasi energi di sektor industri, bangunan gedung dan rumah tangga.

V. Tantangan dan Upaya Kedepan

Tantangan Penyamaan pola pikir dalam pengembangan EBTKE masih perlu ditingkatkan; Skema bisnis dan Insentif belum optimum; Harga relatif masih mahal; Penyediaan bahan baku yang dedicated dan berkelanjutan Potensi/Cadangan perlu diperbaharui; Kecuali untuk panas bumi (dan sebagian PLTA), belum ada daftar proyek pembangkit EBT yang pasti/committed; Sistem Interkoneksi masih terbatas;

UPAYA KE DEPAN I Dengan trend pertumbuhan EBT selama 5 tahun terakhir, pencapaian target EBT memerlukan upaya dan strategi khusus; Melakukan sosialisasi untuk penyamaan pola pikir stakeholder dalam pengembangan EBTKE; Mendorong prioritas pengembangan: Jangka pendek 1-3 tahun: mendorong PLT Bioenergi (PLTBg 1000MW, PLTBm 1000MW), PLTS (5000MW) dan PLTB; Jangka menengah 4 – 7 tahun: pengembangan panas bumi, PLTA Penyediaan jaringan transmisi melalui APBN dan/atau PLN; Penyempurnaan iklim investasi melalui penyediaan insentif dan kemudahan. Memfasilitasi pelaksanaan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017

UPAYA KE DEPAN II Penyempurnaan iklim investasi melalui insentif dan kemudahan: Mendorong proyek-proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Penyusunan Paket Insentif Percepatan EBT Pemanfaatan pendanaan Climate Change Trust Fund, bilateral dan multilateral Meningkatkan program Dana Alokasi Khusus EBT Mendorong BUMN sebagai pengembang Pemanfaatan mekanisme perdagangan karbon

Harapan: Sinkronisasi Peran Stakeholders Menyusun regulasi dan kebijakan; Fasilitator; Memberikan pembinaan dan pengawasan; Melaksanakan program di bidang EBTKE; Diseminasi informasi program EBTKE. Melakukan pengusahaan EBTKE; Memproduksi EBTKE; Berkontribusi dalam penerimaan negara dan kegiatan ekonomi. Government EBTKE Academy Bussiness Berperan aktif dalam mendorong pemanfaatan EBTKE; Sebagai penerima manfaat, ikut berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan pemanfaatan EBTKE; Ikut berkontribusi dalam diseminasi informasi pemanfaatan EBTKE. Mengembangkan sektor litbang; Inovasi teknologi (mengurangi ketergantungan asing); Rekomendasi regulasi teknis/standard Capacity building. Community

Terima Kasih www.esdm.go.id

Potensi Bahan Baku Bahan Bakar Nabati (BBN) JENIS BBN PENGGUNAAN BAHAN BAKU Biodiesel Pengganti solar Minyak nabati seperti minyak kelapa sawit (CPO), kelapa, jarak pagar, nyamplung, kemiri sunan, mikro alga Bioethanol Pengganti bensin Tanaman yang mengandung pati/gula seperti tebu/molasses, singkong, sagu, sorgum, nipah, aren, dan ligno selulosa Biooil Biokerosin Minyak bakar Pengganti minyak tanah Pengganti IDO (Industrial Diesel Oil) Minyak nabati (straight vegetable oil): Kelapa Sawit, Kelapa Biomass melalui proses pirolisis dan PPO (Pure Plant Oil) Bioavtur Pengganti avtur Biomass melalui proses pirolisis dan PPO Potensi bahan baku BBN: sekitar 30 Juta ton CPO/tahun (230 Juta BOE) 1.5 juta ton tetes tebu/tahun (3.1 Juta BOE) 14 Juta ton singkong/year (14.8 juta BOE)

Potensi Hutan Produksi untuk Listrik Desain Hutan Tanaman Energi (Target 100.000 Ha) - Potensi Buah/Biji - Perdu, Rumput, Tanaman Hutan/Bawah Hutan Produksi Untuk Listrik Untuk BBN 30.893.586 Ha Terdapat 30 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTI) seluas ± 1.158.854 Ha yang mendukung pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) : IUPHHK-HTI yang sejak awal untuk energi sebanyak 4 Izin dengan luas ± 73.440 Ha. IUPHHK-HTI yang sudah berkomitmen untuk energi sebanyak 26 Izin dengan luas ± 1.085.414 Ha. 1-5% Total EBT (23,1% s/d 2020) diupayakan dialokasikan dari HTE Potensi Biomassa Hutan untuk Listrik: 50 – 70 GW Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016

Potensi Limbah Industri Kelapa Sawit untuk Listrik Cangkang Serat Tandan Buah Kosong Palm Oil Mill Efluent (POME) 130 kg (13 %) serabut 65 kg (6,5 %) Cangkang 1 ton TBS 230 kg (23 %) Tandan kosong 600-700 kg (60-70 %) POME Kebun kelapa sawit memberikan kontribusi terhadap penyerapan CO2. Kebun sawit mampu menyerap 13,7 ton CO2 per ha, di sisi lain unit usaha kelapa sawit menghasilkan 3,6 ton CO2 per ha yang sebagian besar berasal dari Palm Oil Mill Effluents (POME) (Joko Supriyono – ketua Gapki) Pabrik Kelapa Sawit Pemanfaatan limbah kelapa sawit yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya listrik pada PKS itu sendiri dan/atau dijual langsung ke masyarakat atau PLN

Peraturan Pendukung Energi Baru Terbarukan Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, Pasal 20 ayat (3) mengamanatkan bahwa penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pasal 9 mengamanatkan bahwa peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% tahun 2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050 sepanjang keekonomiannya terpenuhi; Peraturan Presiden Nomor 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Pasal 14 mengamanatkan bahwa pelaksanaan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan berupa pemberian insentif fiskal, kemudahan Perizinan dan Nonperizinan, penetapan harga beli tenaga listrik dari masing-masing jenis sumber energi baru dan terbarukan, pembentukan badan usaha tersendiri dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk dijual ke PT PLN (Persero), dan/atau penyediaan subsidi. Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif fiskal dan non fiskal pengembangan EBT; Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Peta Potensi Biomassa untuk Pembangkit Listrik (GWe) Sumber Potensi Biomassa (MWe)

Aspek Berkelanjutan Bioenergi Lingkungan Sosial Ekonomi Keberlanjutan tidak bisa lepas dari 3 aspek yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial yang ketiganya saling berkaitan Untuk menjaga keberlanjutan diperlukan upaya berbagai pihak

Target Penyediaan Energi Primer EBT Tahun 2025 sesuai RUEN Listrik EBT 45 GW PLT Panas Bumi, 7,2 GW PLT Hidro, 17,9 GW PLT Mikrohidro, 3 GW PLT Bioenergi, 5,5 GW PLT Surya, 6,5 GW PLT Angin, 1,8 GW PLT EBT lainnya, 3 GW Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional 135 GW Kapasitas Pembangkit Listrik EBT 45 GW 69,2 MTOE 23% ~ 400 MTOE 92,2 Gas EBT Bauran EBT MTOE 23,0 Biofuel 13,69*) juta kilo liter Biomassa 8,4 juta ton Biogas 489,8 juta m3 CBM 46,0 mmscfd MTOE Minyak Batubara *) tidak termasuk biofuel untuk pembangkit listrik sebesar 0,7 juta kL tahun 2025

Strategi dan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Bauran Energi Primer dalam % Bauran Energi 2016 2017 2018 2019 2020 2025 Minyak 35% 34% 32% 31% 29% 25% Gas 21% 22% Batubara 33% 36% 30% EBT 10% 11% 12% 13% 14% 23% TOTAL 100% Mewujudkan birokrat bersih, akuntabel, efektif, efisien dan melayani; Melengkapi regulasi; Menyederhanakan perizinan dan non perizinan; Menyediakan insentif; Meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/ Lembaga, Pemda dan Asosiasi; Menggalakkan kampanye hemat energi; Memperbaharui data potensi EBT; Memperkuat jejaring kerja; Kapasitas PLT EBT dalam MW Jenis PLT 2016 2017 2018 2019 2020 2025 PLTP 1.654 1.909 2.133 2.520 3.109 7.241 PLTA 4.872 4.929 5.103 5.468 5.615 17.987 PLTM/MH 231 314 520 815 1.000 3.000 PLT Bio 1.802 1.881 2.030 2.200 2500 5.500 PLTS 108 225 375 550 900 6.500 PLT Bayu 4 74 204 399 600 1800 EBT lain *) 809,8 1.232,6 1.675 2.059 2.433 3.125 TOTAL 9.478,9 10.563 12.041 14.012 16.157 45.153 + 36,3 GW LISTRIK EBT DALAM 10 TAHUN RATA-RATA PER TAHUN 3,6 GW DIBUTUHKAN ± Rp. 1.600 triliun *) EBT lain terdiri dari arus laut dan energi baru.

Harga Jual Listrik berdasarkan Permen ESDM No. 12 Tahun 2017 Jenis Pembangkit Kapasitas Tarif Listrik (cent USD/kWh) Keterangan 1. PLTP BPP Setempat BPP Setempat > Rata-Rata BPP Nasional B to B BPP Setempat ≤ Rata-Rata BPP Nasional 2. PLTS Fotovoltaik min 15 MW (total paket) 85% BPP Setempat BPP Setempat ≤ Rata-Rata BPP Nasional 3. PLTA ≤ 10 MW BPP Setempat > Rata-Rata BPP Nasional, faktor kapasitas min 65% > 10 MW BPP Setempat ≤ Rata-Rata BPP Nasional, beroperasi sesuai kebutuhan sistem 4. PLTBm Kesepakatan para Pihak 5. PLTBg 6. PLTSa 7. PLTB

Potensi & Investasi Pengembangan EBT BPP setempat cent$/kWh POTENSI EBT Giga Watt (GW) 100% BPP setempat 85% BPP setempat 14,18 12,05 12,41 10,55 10 8,50 9,01 7,66 14,45 12,28 11,67 9,92 16,62 14,13 14,72 12,51 8,76 7,45 8,03 6,83 Total potensi EBT mencapai 210 GW di 13 wilayah prioritas dengan harga yang menarik (BPP setempat > BPP nasional) 13,67 11,62 16,94 14,40 13,54 11,51

Rencana Pembangunan Infrastruktur 2017 PLTS Tersebar (LTSHE) (6 Prov)*) PLTS Terpusat + Rooftop (59 unit; di 17 Provinsi, 59 desa) PLTM/H (6 unit**); di 4 Provinsi; 6 desa) REVITALISASI (8 unit PLT Hybrid dan 1 unit PLT POME) PJU PV/LHE (di 3 Provinsi, 8 Kabupaten/kota) Biogas Komunal (2 unit, di 2 Provinsi, 2 Pondok Pesantren) 76 unit Infrastruktur EBT***) 95.729 unit LTSHE Melistriki 106.091 KK & Fasilitas Umum KETERANGAN: *) Direncanakan Revisi Anggaran untuk Program LTSHE; **) termasuk MYC Oksibil dan Ilaga; ***) tidak ternasuk PJU dan PLTS Tersebar.

Mandatori Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati KEBIJAKAN BBN  SUBSTITUSI BBM KEBIJAKAN MANDATORI PEMANFAATAN BBN Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 dan perubahan ketiganya dengan Permen ESDM No. 12 Tahun 2015 Mandatori pemanfaatan BBN sebagai substitusi BBM/campuran BBM pada sektor BBM PSO, BBM Non PSO, Industri dan Komersial, serta Pembangkit Listrik  penciptaan pasar BBN dalam negeri  mendorong pengembangan industri BBN DN A) Mengurangi konsumsi dan impor BBM  substitusi dengan BBN B) Peningkatan nilai tambah perekonomian dengan pengembangan industri BBN berbasis sumber daya lokal/domestik (CPO menjadi Biodiesel) C) Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) & peningkatan kualitas lingkungan PENTAHAPAN MANDATORI PEMANFAATAN BBN SESUAI PERMEN ESDM 12/2015 BIODIESEL (Minimum) Sektor April 2015 Januari 2016 Januari 2020 Januari 2025 Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, dan Pelayanan Umum (PSO) 15% 20% 30% Transportasi Non PSO Industri dan Komersial Pembangkit Listrik 25% BIOETANOL (Minimum) Sector April 2015 Januari 2016 Januari 2020 Januari 2025 Usaha Mikro, Perikanan, Pertanian, Transportasi dan Pelayanan Umum (PSO) 1% 2% 5% 20% Transportasi Non PSO 10% Industri dan Komersil Pembangkit Listrik -