Bapak Bangsa Sejati Mohammad Hatta

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Pendidikan Pancasila Dosen: Drs.Mudjiyana, M.Si
Advertisements

BELA NEGARA Pengertian Bela Negara
Materi kuliah Pemilu dan Perilaku Politik
Arti Revolusi Pada tanggal 27 November 1956 diadakan upacara pemberian gelar Doctor Honoris Causa kepada Bung Hatta oleh Universitas Gadjah Mada, bertempat.
Pert. 10 Dosen: Dr. Syahrial Syarbaini, MA.
PASIRIA HARTATI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
By: Nurul Damayanti PBI / B
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
PILAR KEPEMIMPINAN #7 MENGEMBANGKAN PERSAHABATAN
WAWASAN NUSANTARA Oleh : Aditya Hendra Moh. Khoirul Anwar
“Demokrasi”.
BAB VIII POLITIK.
BAB 3 Berkomitmen Terhadap Kaedah Pokok Fundamental
Demokrasi dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
DEMOKRASI REZIM YANG OTORITER GERAKAN ELIT DAN MASSA MELAWAN.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB 1 Pembelaan Negara A. Negara B. Pentingnya Usaha Pembelaan Negara
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Konsep dasar Politik dan pemerintahan
Bangsa Dan Negara (2) Pertemuan 04
Pendapat seorang mahasiswa
DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA
Tak Setuju dengan Dwifungsi ABRI
Pendidikan DEMOKRASI.
Mohammad Hatta (Bapak Demokrasi Kita)
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
ETIKA DAN PROFESIONALISME PR Pertemuan 8
AKTUALISASI PANCASILA DALAM BIDANG POLITIK
Pendidikan DEMOKRASI.
Pendapat Tentang Sarjana
Sebagai Wartawan Sebagaimana dengan Bung Karno, Bung Hatta meyakini pentingnya peranan pers. Tidak banyak orang yang mengetahui betapa ampuhnya senjata.
Sederhana Tapi Tegas Pada waktu dilangsungkan pertunjukan Koenig Quarter di Goethe Institut di Jakarta (1972), hadir Bung Hatta dengan disertai oleh Ibu.
A. Bangsa Indonesia B. Negara dan terjadinya Negara
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Otonomi Daerah Telah Lama Tersirat
Dialog Seputar KMB Segala sesuatu yang diungkapkan di atas bukan berarti bahwa Bung Hatta tidak pernah marah terhadap saya, ataupun dalam hubungan antara.
AKTUALISASI PANCASILA DALAM BIDANG EKONOMI
Belajar dari Bung Hatta, Sang Proklamator RI yg bersahaja
Aspek Etika Bisnis dalam skb
Sikap Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
HUBUNGAN DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
4.3.Menganalisis kedudukan Pembukaan UUD 1945 NKRI
Tugas Media & Tekhnologi Pembelajaran PKn
Apa dan Mengapa Demokrasi?
SMP Kelas 3 Semester 1 BAB V
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Filosofi Wibawa Setelah pengakuan kedaulatan pada akhir tahun 1949, saya telah kembali dari gerilya ke Jakarta melanjutkan pekerjaan mengkonsolidir kedudukan.
DISUSUN OLEH : RAHAYU SETIYANINGSIH
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
UUD 1945 Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebelum diamandemen yang terdiri dari : Pembukaan UUD.
Soal Ulangan Formatif Kesatu Mata Pelajaran PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Kelas VI ( Enam ) Koleksi Mr. BAMBOS.
Budaya demokrasi menuju masyarakat madani
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Prolog Sang Sekretaris
Presented By: Lailatul Hikmah
beserta rakyat Indonesia
Hak dan Kedudukan Wanita dalam Islam
NILAI-NILAI SILA PANCASILA.
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Study Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan.
ASAL MULA PEMBENTUKAN NKRI.
Militer dan Budaya Politik Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara
BAB VII YESUS SEBAGAI SAHABAT, TOKOH IDOLA, DAN JURUSELAMAT
BAB VII YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH DAN JURUSELAMAT
ARTI PENTING PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 1. Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia. 2. Lahirnya negara Republik.
BAB 1 BELA NEGARA. Pengertian Bela Negara Lingkungan sekitar kita adalah tempat kita mencari nafkah, sumber kehidupan kita bersama. Seandainya lingkungan.
KEWARGANEGARAAN Ary Handayani 1. Menggali sumber sosiologis & politis tentang pendidikan kewarganegaraan di Indonesia Membangun argumen tentang dinamika.
Masyarakat Multikultural dan Partikularisme Masyarakat.
(30”). NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MERDEKA..!!! - INDONESIA,………..SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN TERBESAR DI DUNIA -JUMLAH PULAU : BUAH -
(30”). NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MERDEKA..!!! - INDONESIA,………..SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN TERBESAR DI DUNIA -JUMLAH PULAU : BUAH -ETHNIS.
Transcript presentasi:

Bapak Bangsa Sejati Mohammad Hatta Hari ulang tahun Mohammad Hatta atau kita akrab menyapa dengan Bung Hatta yang ke-100, Senin 12 Agustus 2002 patut dirayakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Beliau Proklamator Kemerdekaan RI, bersama Bung Karno, berani membubuhkan tanda tangannya pada naskah proklamasi yang mengantarkan kita menjadi bangsa merdeka dan berdaulat, sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia. Beliau adalah Bapak Bangsa Sejati. Keberanian membubuhkan tanda tangan itu bukan tanpa risiko. Oleh penjajah, mereka bisa dituduh sebagai pemimpin pemberontakan, makar, penggulingan kekuasaan, bahkan kemungkinan akan dinyatakan sebagai penjahat perang. Sehingga tak heran bila ketika itu ada tokoh pergerakan kemerdekaan yang secara terang-terangan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Meskipun Jepang telah takluk dalam Perang Pasifik dan PD II, tetapi Jepang masih belum memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Di lain pihak, Belanda yang telah lama menjajah kepulauan nusantara dan hanya 3,5 tahun diselingi Jepang, masih bernafsu untuk kembali menduduki bekas koloninya. Maka, bila rakyat Indonesia tidak bisa bertahan dan mempertahankan kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta-lah yang paling dianggap bertanggung jawab atas segala kekacauan dan peralihan kekuasaan pemerintahan secara illegal. Tetapi Bung Karno dan Bung Hatta telah yakin pada diri mereka, bangsa Indonesia telah sadar akan arti pentingnya kemerdekaan. Bangsa Indonesia akan mempertahankan kemerdekaan, bukan hanya untuk menyelamatkan mereka berdua, tetapi menyelamatkan kebebasan dan kesempatan hidup berbangsa dan bernegara secara berdaulat. Menyelamatkan harga diri bangsa. Proklamasi kemerdekaan adalah ungkapan paling lantang akan semangat besar untuk hidup sebagai bangsa yang berdiri sendiri dan tidak dikangkangi penjajah. Proklamasi kemerdekaan, itulah hadiah terbesar yang diterima bangsa Indonesia dari dua tokoh besar yang lahir satu abad silam. Memperingati 100 tahun Bung Hatta, yang dilahirkan di Bukittinggi, 12 Agustus 1902 diwarnai dengan berbagai seruan untuk meneladani moralitas Bung Hatta. Berbagai media massa mengkampanyekan paling tidak tiga nilai baik Bung Hatta, santun, jujur, dan hemat. Nilai-nilai yang menjadi kepribadian Bung Hatta itu sampai sekarang tentu masih sangat relevan untuk dilaksanakan. Sepanjang hidupnya, Bung Hatta berperilaku senantiasa menampilkan sikap yang santun terhadap siapa pun. Baik kawan maupun lawan. Terhadap Bung Karno yang pada masa sebelum kemerdekaan melakukan kerja sama cukup erat namun kemudian mereka tidak dapat bekerja sama secara politik, tetapi sebagai sesama manusia, Bung Hatta masih menghormatinya. Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta menengoknya. Demikian pula sebaliknya. Kesantunan menjadi sikap dalam hidupnya untuk saling menghargai. Bila ada pejabat negara yang paling jujur, semua orang Indonesia akan menyebut nama Bung Hatta. Bukan hanya jujur, tetapi ia juga uncorruptable. Tak terkorupsikan, demikian menurut Jacob Utama, Pemimpin Umum harian Kompas. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya melakukan tindak korupsi. Padahal, pejabat lain melakukan hal buruk itu. Kalau saja ia mau melakukan korupsi, barangkali bukan hanya sepatu merek Bally yang mampu dibelinya. Bisa saja ia memiliki saham di pabrik sepatu dan berganti-ganti sepatu baru setiap hari. Tetapi, ia tidak melakukan semua itu. Ia hanya menyelipkan potongan iklan sepatu Bally yang tidak terbelinya hingga akhir hayat. Bila dilihat pada kondisi sekarang, seharusnya masa lalu juga demikian, tentu hal ini merupakan sebuah tragedi. Seorang mantan wakil presiden, orang yang menandatangani proklamasi kemerdekaan, orang yang memimpin delegasi perundingan dengan Belanda -negara yang pernah menjajahnya- hingga Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia, ternyata tidak mampu hanya untuk sekadar membeli sepasang sepatu bermerek terkenal. Bahkan, dalam berbagai versi disebutkan, untuk membayar rekening air dan listrik, Bung Hatta yang mengandalkan hidupnya dari uang pensiunan seorang wakil presiden ternyata tidak cukup. Apalagi untuk membeli keperluan lain, seperti sepatu, yang dianggap oleh dirinya sebagai pemenuhan kebutuhan pribadi. Ia masih memikirkan kehidupan keluarga, istri dan tiga orang anaknya. Sampai akhir hayatnya Bung Hatta dikenal sebagai orang yang tetap sederhana. Dengan pengalaman dan pergaulannya yang sangat luas, serta memiliki pemahaman yang mendalam di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, rasanya tidak akan sulit bagi Bung Hatta untuk berlaku tidak sederhana. Ia bisa menjadi

orang yang kaya secara materi, dan tidak perlu merasakan kesulitan dalam hidupnya. Tetapi, visi keneragarawannya mengatakan dia harus menjaga simbol kenegaraan. Bukan untuk dirinya sindiri. Maka, ia menikmati hidup dari uang pensiun. Dengan jumlah yang tidak seberapa, namun mampu melaksanakan gaya hidup yang hemat, uang pensiun itu “cukup” menghidupinya sekeluarga. Bagi Bung Hatta, tentu saja sangat mudah menerima tawaran bekerja dari berbagai perusahaan, baik lokal maupun internasional. Tetapi, bagaimana dengan citra wakil presiden. Bagaimana mungkin seorang mantan wakil presiden menjadi konsultan perusahaan A. Apakah hal itu tidak memunculkan bias dalam persaingan usaha, mengingat hebatnya pengalaman Bung Hatta? Inilah yang Bung Hatta hindari. Ia ingin menjaga nama baik. Bukan hanya dirinya sendiri, tetapi nama baik bangsa dan negara. Dalam catatan yang ditulis Meutia Farida Hatta Swasono, putri sulung Bung Hatta, keluarga Bung Hatta memang bukan keluarga yang mengejar kemewahan hidup. Bukan hanya Bung Hatta yang memiliki pikiran dan sikap demikian, juga istrinya Ny Rahmi Hatta. “Kita sudah cukup hidup begini, yang kita miliki hanya nama baik, itu yang harus kita jaga terus,” tulis Meutia menirukan kata ibunya (Kompas, 9/8/2002). Sebagai orang yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan lebih tinggi dibanding saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air, Hatta merasa memiliki kewajiban untuk ikut menyebarkan pemikiran dan pemahaman, terutama dalam hal kehidupan dalam sebuah negara merdeka. Ia banyak menulis tentang bagaimana sengsaranya rakyat yang hidup dalam jajahan bangsa lain. Sebaliknya, bangsa yang menjajah hanya tinggal menikmati hasil dari keringat rakyat yang dijajah. Dalam sistem ini, secara tegas Hatta tidak melihat adanya keadilan. Untuk menyadarkan rakyat akan pentingnya arti kemerdekaan, bukan hal yang mudah. Jauh lebih sulit lagi ketika harus menjelaskan apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika sudah merdeka. Rakyat Indonesia harus memiliki kesamaan pandang dalam menatap masa depan. Untuk itu rakyat perlu dididik. Yang paling mendasar adalah mereka bebas dari buta huruf, baca dan tulis. Sehingga pengetahuan mereka akan terus terbuka dengan membaca berbagai informasi yang beragam. Diharapkan nantinya akan muncul pemahaman yang baik mengenai perjalanan mengisi kemerdekaan. Tentu, membaca tidak akan berguna banyak bila tidak ada bahan bacaan. Maka, Bung Hatta secara konsisten membuat tulisan yang menggugah semangat kemerdekaan, mewujudkan cita-cita negara setelah kemerdekaan, mengelola negara dengan baik agar tidak malah menyusahkan rakyat di era yang sudah merdeka, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan berbagai tulisan lainnya. Antara tulisan dan perbuatan Bung Hatta dengan sikap dan tindakannya tidak terjadi pertentangan. Ia adalah orang yang konsisten menjalankan sikap yang telah diambilnya. Tak perlu heran ketika tiba-tiba Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI pada 1 Desember 1956, karena merasa tidak cocok lagi Bung Karno yang menjadi presiden. Ia menganggap Bung Karno sudah mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Sebagai pejuang demokrasi, ia tidak bisa menerima perilaku Bung Karno. Padahal, rakyat telah memilh sistem demokrasi yang mensyaratkan persamaan hak dan kewajiban bagi semua warga negara dan dihormatinya supremasi hukum. Bung Karno mencoba berdiri di atas semua itu dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami demokrasi dengan benar. Jelas, bagi Bung Hatta ini adalah sebuah contradictio in terminis. Di satu sisi ingin mewujudkan demokrasi, sedangkan di sisi lain duduk di atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan peringatan terhadap Bung Karno, sahabatnya sejak masa perjuangan kemerdekaan, telah dilakukan. Tetapi, Bung Karno todak berubah sikap. Hatta pun tidak menyesuaikan sikap dengan Bung Karno. Karena merasa tidak mungkin lagi menjalin kerja sama, akhirnya Bung Hatta memilih mengundurkan diri dan memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk membuktikan konsepsinya. Publik kemudian tahu, konsepsi Bung Karno ternyata mampu dimanfaatkan dengan baik oleh PKI dan Bung Karno jatuh dari kursi presiden secara menyakitkan. Namun, hal iu ternyata tidak berarti kesempatan akan diberikan kepada Hatta untuk membuktikan konsepsinya yang berbeda dengan Bung Karno. Hatta tak pernah kembali ke posisi eksekutif bangsa. Meskipun demikian, semua itu tidak mengurangi rasa hormat bangsa Indonesia pada Bung Hatta sebagai orang besar yang berjasa besar terhadap bangsa ini. Bung Hatta memang tidak pernah menjadi presiden republik ini meski bila ditinjau dari jasa, pengetahuan, peran, dan risiko yang diambilnya, ia layak untuk menduduki jabatan itu. Kesempatan memang tidak datang padanya. Tetapi, ia telah menjadi bapak bangsa dengan moralitas tinggi. Ia adalah cermin dari tokoh yang lurus dan bersih serta memiliki nama baik yang senantiasa dijaganya. Sampai kini, nama Bung Hatta tetap baik dan harum di sanubari Bangsa Indonesia. *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) dari Kompas dan berbagai sumber.