HUKUM ACARA PERDATA Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana orang harus bertindak.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
B. Kewenangan/Kompetensi Pengadilan
Advertisements

POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PIDANA 2 Oleh: M. Mahendradatta.
PEMERIKSAAN PERKARA PERCERAIAN
TANGGUNG JAWAB PROFESI HAKIM
4/7/2017 Upaya Hukum Hukum Acara Perdata.
HUKUM ACARA PERDATA.
ACARA BIASA.
PENGERTIAN PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP
Asas-asas Hukum Acara Perdata
ISTIMEWA ACARA M.HAMIDI MASYKUR SH,M.Kn.
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana.
Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial melalui Pengadilan Bag. 2
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
KULIAH KEDUA 118 HIR DAN TAHAP BERACARA
Kewenangan Mengadili (Kompetensi)
UPAYA HUKUM.
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Pertemuan #7 BANDING DAN BADAN PERADILAN PAJAK (BPP)
JENIS-JENIS PUTUSAN PENGADILAN
Oleh : OHAN BURHANUDIN PURWAWANGCA, S.H., M.H
UPAYA HUKUM Oleh YAS.
Pembahasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS
HUKUM ACARA PERDATA Pengertian:
PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
PROGRAM REGULER SEMESTER GENAP 2016
KESIMPULAN DAN PUTUSAN
PUTUSAN.
HUKUM ACARA PERDATA.
TIM AKREDITASI PENJAMINAN MUTU
Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
UPAYA HUKUM.
10/18/2017 Upaya Hukum Hukum Acara Perdata.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
SITA JAMINAN.
PERTEMUAN KESEPULUH.
AMELIA SRI KUSUMA DEWI, S.H., M.Kn
PUTUSAN.
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN
Kewenangan Mengadili (Kompetensi)
PUTUSAN HUKUM ACARA PERDATA.
Materi 13.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
UPAYA HUKUM.
Hukum Acara Perdata.
Hukum acara perdata Pengantar ilmu hukum.
PENGANTAR HUKUM ACARA PERDATA
PENGADILAN PAJAK.
Penegakan Hukum Persaingan Usaha
PEMBATALAN PERKAWINAN
Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak Gugatan Banding
HUKUM ACARA PERDATA.
PEMBUKTIAN.
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
PENGERTIAN SITA JAMINAN
HUKUM ACARA PERDATA RAMDHAN KASIM, SH.MH.
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
UPAYA HUKUM.
ACARA PEMERIKSAAN.
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK DAN PENINJAUAN KEMBALI
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PENGADILAN AGAMA
Hukum Acara Peradilan Konstitusi
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Hukum Acara Perdata. Pengertian hukum acara perdata menurut pendapat para ahli, 1.Prof.Dr.R.Soepomo dlm peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahan.
Dr. Haswandi, SH.,SE.,M.Hum.,M.M DIRBINGANIS BADILUM MA
Transcript presentasi:

HUKUM ACARA PERDATA Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan atau cara bagaimana mempertahankan hukum perdata materiil.

Sumber hukum acara perdata : 1.HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) yang hanya khusus berlaku untuk daerah Jawa dan Madura dan RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) berlaku untuk kepulauan yang lainnya di Indonesia (diluar Jawa dan Madura) Dasar berlakunya HIR dan Rbg Berdasarkan Pasal 5 (1) UU Darurat Nomor 1/1951 hukum acara perdata yang sekarang

Berlaku adalah HIR dan RBg 2.Peraturan jaman Hindia Belanda yang tidak berlaku lagi tapi merupakan pedoman dalam memeriksa dan memutuskan perkara yaitu : Rv:Burgerlijke Rechtsvordering (hukum acara perdata untuk golongan eropa) Ro:Rechterlijke Organisatie (Reglemen tentang organisasi kekuasaan) 3.KUHPerdata buku IV

4. UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo UU No 4.UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo UU No. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1985 5.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 1986

6.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo.UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1986 7.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU Nomor 3 tahun 2006 8.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

9.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman 10.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Asas-asas yang berlaku dalam proses acara perdata: 1.Beracara dengan hadir sendiri Baik dalam HIR maupun dalam Rbg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan pengurusan perkaranya kepada kuasa yang ahli hukum, sehingga pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.Walaupun demikian para pihak

Yang berperkara apabila menghendaki dapat mewakilkan kepada kuasanya (Pasal 123 HIR/147 RBg) Berbeda dengan sistem Rv, para pihak yang berkepentingan diwajibkan mewakilkan perkaranya kepada orang lain dalm beracara dimuka pengadilan.Perwakilan ini merupakan suatu keharusan dengan akibat batalnya tuntutan hak (Pasal 106 ayat 1 Rv) atau diputusnya diluar hadir tergugat apabila para

Pihak ternyata tidak diwakili 2.Beracara dengan mengajukan permohonan : asas ini berarti bahwa inisiatif berperkara dipengadilan ada para pihak-pihak yang berkepentingan,hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Tiap proses perdata dimuka pengadilan negeri dimulai dengan diajukannya surat gugatan oleh Penggugat /

Kuasanya kepada Ketua PN dalam daerah hukum tergugat bertempat tinggal (pasal 118 HIR).Didalam mengajukan gugatan hakim wenang memberikan nasehat, bantuan, kepada penggugat dan selama beracara hakim wenang memberikan petunjuk kepada para pihak tentang alat bukti ,upaya hukum yang dapat digunakan disinilah hakim dinyatakan aktif.

3.Beracara dikenakan biaya Tidak ada biaya,tidak ada perkara, setiap orang beracara harus memikul biaya seperti biaya kepaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, bea materai,biaya pengacara jika menggunakan.Bagi orang yang tidak mampu dapat mengajukan perkaranya secara cuma-Cuma (prodeo) dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh

Polisi atau camat setempat Polisi atau camat setempat .Permohonan perkara secara prodeo akan ditolak oleh pengadilan, apabila penggugat ternyata bukan orang yang tidak mampu. 4.Pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan terbuka Pasal 19 ayat 1UU No.4 tahun 2004 yaitu sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain misalnya dalam hal perkara

Perceraian, perzinahan tetapi pembacaan putusan tetap dengan pintu terbuka.Pasal 19 ayat 2berbunyi tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Pasal 20 Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Asas ini berarti bahwa setiap orang boleh hadir dan mendengarkan sidang,tujuannya adalah

Untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang obyektif, adil dan membuka social control dari masyarakat, yaitu dengan meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum. 5.Hakim mendengar kedua belah pihak Pasal 5 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 yaitu pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang,maksudnya tidak lain bahwa didalam memeriksa dan memberikan putusan hakim harus obyektif

Dan tidak boleh memihak/apriori kepada pihak tertentu Dan tidak boleh memihak/apriori kepada pihak tertentu. (audi et elteram partem), salah satu upaya untuk mewujudkan obyektivitas hakim tersebut undang-undang menyediakan hak bagi pihak yang diadili yaitu hak ingkar yaitu hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai alasan-alasan terhadap seorang hakim yang akan mengadili perkaranya (pasal 29 ayat 1)alasan pihak yang diadili mengajukan keberatan

Karena ada hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda antara seorang hakim dengan ketua,jaksa,penasehat hukum atau panitera dalam suatu perkara atau hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili, maka ia wajib mengundurkan diri(pasal 29 ayat 3)

6.Terikatnya hakim kepada alat pembuktian Alat pembuktian diatur dalam Pasal 164 HIR 1.Alat bukti tulisan 2.Alat bukti saksi 3.Persangkaan 4.Pengakuan 5.Sumpah Diluar Pasal 164 HIR:pemeriksaan setempat,keterangan ahli

Membuktikan :berusaha menimbulkan keyakinan pada hakim bahwa sesuatu kenyataan

Sungguh-sungguh terjadi, membuktikan itu hanya dapat dilakukan dengan alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang. 7.Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan Pasal 25 ayat 1 UU No.4 Tahun 2004 menyatakan bahwa segala putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan

Yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Oleh karena itu menjadi kewajiban hakim untuk memberikan pertimbangan yang cukup pada putusan yang dijatuhkan, hal ini dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim.Putusan yang tidak lengkap pertimbangannya merupakan alasan untuk mengajukan kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan.

Proses persidangan dalam acara perdata: 1.Cheking identitas para pihak,himbauan untuk berdamai 2.Jawaban tergugat 3.Replik 4.Duplik 5.Pembuktian Penggugat 6.Pembuktian Tergugat 7.Kesimpulan

8.Sidang putusan. Sifat keputusan Hakim ada 3 macam: 1.Keputusan declaratoir.Keputusan hakim yang bersifat menyatakan ada tidaknya suatu keadaan hukum tertentu/tiap putusan yang bersifat menolak gugatan ex:memutuskan A adalah anak sah dari B 2.Keputusan comdenatoir.Keputusan hakim yang sifatnya menjatuhkan hukuman pada seseorang

3.Keputusan Konstitutif:keputusan yang bersifat menghapuskan,memutuskan atau mengubah suatu keadaan hukum tertentu.ex:pemutusan perjanjian. Pelaksaan putusan: Putusan hakim harus dilaksanakan,putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.

Yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim adalah Kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME”. Menurut sifat dan berlakunya upaya hukum itu dibedakanmenjadi 2 macam: 1.Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara dan pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan UU

Upaya hukum biasa adalah perlawanan (verzet), banding dan kasasi. 2.Upaya hukum istimewa :hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam undang-undang saja yaitu PK dan derdenverzet (perlawanan pihak ketiga) Perlawanan /verzet : upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat (verstek) pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak T yang dikalahkan.

Bagi pengugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia upaya hukum banding. Banding : apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak menerima putusan PN karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap putusan itu kurang adil/benar dapat mengajukan banding ke PT Kasasi : pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan

Dalam tingkat peradilan terakhir. Peninjauan Kembali : putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak didalam perkara yang telah diputus dan dimintakan PK

Perlawanan pihak ketiga/derdenverzet Pada asasnya suatu putusan itu hanyalah mengikat para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga, akan tetapi apabila pihak ketiga hak-haknya dirugikan oleh suatu putusan maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut.Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak

Yang bersangkutan dengan cara biasa Yang bersangkutan dengan cara biasa. Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya apabila perlawanannya dikabulkan maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.