sumber-SUMBER hukum PERTEMUAN - 8
Pengertian Sumber Hukum Sumber hukum ialah segala sesuatu yang telah menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, artinya yaitu aturan-aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat dibedakan kedalam 2 (dua) bagian, yaitu : sumber hukum dalam arti materiil; dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber Hukum Menurut Para Ahli Menurut Sudikno Mertokusumo (1986) Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi dan lalulintas), perkembangan internasional, serta keadaan geografis. Ini semua merupakan objek studi penting bagi sosiologi hukum. Sumber hukum formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memeroleh kekuatan hukum. hal ini berkaitan dengan bentukatau cara yang menyebabkan peraturan hukum perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Menurut E. Utrecht (1983) Sumber hukum materil adalah perasaan hukum (keyakinan hukum) individu dan pendapat umum (public opinion) yang menjadi determinan materil membentuk hukum dan menentukan isi hukum. Sumber hukum formal yang menjadi determinan formal membentuk hukum (formale determinanten van rechtsvorming) dan menentukan berlakunya hukum.
Menurut E.Utrecht, sumber-sumber hukum formal yaitu : undang-undang kebiasaan dan adat traktat yurisprudensi pendapat pakarhukum yang terkenal (doktrin)
Menurut Satjipto Rahardjo Sumber hukum yang bersifat hukum merupakan sumber yang diakui oleh hukum itu sendiri sehingga secara langsung bisa ,elahirkan atau menciptakan hukum. Sumber hukum yang bersifat soasial merupakan sumber hukum yang tidak mendapat pengakuan secara formal oleh hukum, sehingga tidak secara langsung diterima sebagai hukum.
Sumber Hukum Materiil Yaitu suatu keyakinan hukum individu selaku anggota masyarakat dan pendapat umum yang menentukan isi hukum yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.
Sumber hukum materiil ini ada tiga, yakni: Historis/Sejarah : Sumber hukum ini berasal dari Undang-Undang dan sistem hukum tertulis yang telah berlaku dimasa lampau yang mempengaruhi hukum positif. Sosiologis /Antropologis : Sumber hukum ini meliputi faktor-faktor dalam masyaraakat yang ikut menentukan isi hukum positif yang meliputi pandangan ekonomis, agamis, psikologis, dan sebagianya. Filosofis : Merupakan faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada pada hukum atau suatu ukuran yang menetukan sesuatu itu adil.
Contohnya : Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum Seorang ahli kemasyarakatan (Sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
Contoh Kasus Kasus terorisme ini termasuk sumber hukum materiil HAN yakni jika dilihat dari faktor sosiologisnya. Maraknya kasus terorisme ini merupakan salah sumber timbulnya Perpres No. 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis NIK secara Nasional. Isi peraturan ini lazim disebut dengan peraturan tentang pemberlakuan E-KTP (Elektronik KTP). Tujuan pemerintah memberlakukan E-KTP ini diantaranya adalah supaya tidak terjadi identitas ganda, mempermudah dalam sensus penduduk, dan mempermudah untuk pencarian teroris.
Sumber Hukum Formal Yaitu suatu bentuk yang menyebabkan hukum berlaku umum atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku.
Sumber-sumber hukum formal Undang-Undang Kebiasaan Traktat atau Perjanjian Internasional Yurisprudensi Doktrin
Undang-Undang Undang-undang merupakan contoh dari hukum tertulis, yaitu suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat masyarakat umum, yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan dipelihara oleh penguasa negara.
Undang-Undang mempunyai 2 (dua) macam arti, yaitu : Undang-undang dalam arti materiil yaitu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh negara atau setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduknya. Misalnya : Ketetapan MPR Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Keputusan Presiden (KEPRES) Peraturan Pemerintah (PERDA) dll.
Undang-undang dalam arti formal yaitu setiap peraturan negara yang karena bentuknya disebut Undang-Undang atau dengan kata lain setiap keputusan Pemerintah yang merupakan Undang-Undang karena cara pembuatannya. Misalnya dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen atau DPR (pasal 5 ayat 1 UUD 45).
Perbedaan dari keduanya tersebut terletak dari pada sudut peninjauannya. Undang-Undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan Undang-Undang dalam arti formal ditinjau dari segi pembuatan dan bentuknya. Untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian Undang-Undang tersebut, maka : Undang-Undang dalam arti materiil biasanya digunakan dengan istilah Peraturan, sedangkan Undang-Undang dalam arti formal disebut dengan Undang- Undang.
Berakhirnya kekuatan berlaku suatu Undang-Undang, apabila: Jangka waktu berlaku yang telah ditentukan oleh Undang-Undang itu sudah lampau. Keadaan atau hal untuk mana Undang-Undang itu diadakan sudah tidak ada lagi. Undang-Undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi. Telah diadakan Undang-Undang yang baru, yang isinya bertentangan dengan Undang-Undang yang dulu berlaku.
Asas hukum tentang berlakunya UU, yaitu : UU tidak berlaku surut. UU Yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. (lex superior derogate legi inferiori). UU yang bersifat khusus mengesampingkan UUyang bersifat umum. (lex specialis derogate legi generalis) UU yang berlaku kemudian membatalkan UU yang terdahulu, sepanjang mengatur hal tertentu yang sama. (lex posteriori derogate legi priori) UU tidak dapat diganggu gugat.
Kebiasaan Kebiasaan pada hakikatnya ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan dengan berulang- ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tersebut selalu berulang- ulang dilakukan oleh masyarakat dengan sedemikian rupa, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum (hukum tak tertulis) yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Dalam hal ini kebiasaan adalah semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat. Contoh: apabila seorang komisioner sekali menerima 10% dari hasil penjualan atau pembelian sebagai upah, dan hal ini terjadi berulang-ulang, dan komisioner yang lain juga menerima upah yang sama yaitu 10%, maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yang lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan (hukum tak tertulis).
Untuk timbulnya hukum kebiasaan menjadi sumber hukum, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: Syarat materiil, yaitu harus ada perbuatan-perbuatan tertentu atau tetap yang dilakukan terus menerus dan berulang-ulang dalam rangakian perbuatan yang sama dalam waktu yang lama dan diikuti oleh masyarakat sehingga perbuatan itu menjadi kebiasaan. Syarat psikologis, yaitu adanya keyakinan dari masyarakat bahwa perbuatan atau kebiasaan itu masuk akal sebagai suatu kewajiban. Syarat sanksi, yaitu adanya sanksi jika kebiasaan itu tidak ditaati atau dilanggar oleh masyarakat
Traktat Traktat atau perjanjian antar negara adalah suatu perjanjian internasional antara dua negara atau lebih. Tarktat dapat dijadikan sebagai sumber hukum fomal, jika memenuhi syarat-syarat formal tertentu. Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara subjek hukum internasional yang menimbulkan akibat hukum, atau perjanjian yang mengatur hubungan antara negara atau antara lembaga internasional yang bertujuan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 menentukan, bahwa presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Menurut Pasal 11 ayat (2) UUD 1945, bahwa perjanjian internasional yang memerlukan persetujuan DPR adalah perjanjian yang dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-Undang.
Traktat yang memerlukan adanya persetujuan DPR adalah traktat yang mengandung materi sebagai berikut : Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti perjanjian persahabatan, perjanjian persekutuan, atau perjanjian tentang perubahan wilayah. Ikatan-ikatan yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri ( perjanjian kerjasama ekonomi dan teknis, atau pinjaman uang ). Soal-soal yang menurut UUD harus diatur dengan Undang- Undang ( persoalan kewarganegaraan, hukum/ekstradisi )
Bentuk-bentuk traktat dalam hukum internasional dibedakan atas dua jenis, yaitu: Treaty, yaitu perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk disetujui sebelum diratifikasi kepala negara. Agreement, yaitu perjanjian yang diratifikasi lebih dahulu oleh kepala negara barulah disampaikan kepada DPR untuk diketahui.
Menurut bentuknya, ada beberapa macam perjanjian, yaitu: Traktat bilateral adalah perjanjian internasional yang diadakan oleh dua negara. Traktat multilateral adalah perjanjian internasional yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Traktat kolektif, yaitu perjanjian internasional yang masih memungkinkan masuknya negara-negara lain menjadi peserta, dengan syarat negara itu menyetujui isi perjanjian yang sudah ada atau disebut perjanjian terbuka.
Proses pembentukan suatu traktat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut : Penetapan, menentukan isi perjanjian oleh masing-masing delegasi negara. Persetujuan DPR ( parlemen ), isi perjanjian harus disetujui oleh DPR agar kepala negara dapat meratfikasinya. Ratifikasi kepala negara, pengesahan berlakunya suatu traktat.
Perjanjian internasional baru mengikat atau berlaku dalam suatu negara setelah diratifikasi oleh kepala negara. Traktat yang telah diratifikasi selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara. Pengundangan traktat dalam Lembaran Negara bukan merupakan syarat berlakunya traktat, melainkan bersifat formal saja supaya diketahui oleh rakyat.
Jika suatu UU belum dituangkan dalam Lembaran Negara, maka UU itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Sedangkan traktat memiliki kekuatan yang mengikat setelah diratifikasi oleh kepala negara meskipun belum dituangkan dalam Lembaran Negara.
Yurisprudensi Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang yang sering diikuti atas dasar keputusan dan dijadikan pedoman oleh hakim- hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama. Adapun ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia pada zaman Hindia Belanda ialah "Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia" yang disingkat A.B, yang dikeluarkan pada tanggal 30 april 1847, yang termuat dalam Staatsblad 1847 N0. 23 dan hingga saat ini masih berlaku berdasarkan pasal 11 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini".
Keberadaan yurisprudensi sebagai sumber hukum formal yang menciptakan hukum didasarkan pada pasal 22 AB dan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 (UU tentang Kekuasaan Kehakiman ), yang menentukan bahwa “ Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya”. Dalam keadaan demikian, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat ( Pasal 28 ayat (1) UUKK). Hal ini juga sesuai dengan asas Ius curia novit yang artinya hakim dianggap mengetahui hukum.
Apabila putusan hakim terdahulu diikuti oleh hakim dibawahnya atau hakim setelahnya, maka putusan hakim terdahulu itu merupakan putusan peradilan tetap atau disebut “yurisprudensi” yang menjadi sumber hukum formal. Hukum yang diciptakan oleh hakim yang dalam bentuk keputusan disebut hukum in concreto yang secara nyata menghasilkan hukum yang berlakunya terbatas mengikat pihak-pihak tertentu yang berperkara. Sedangkan hukum yang diciptakan oleh badan yang berwenang membentuk undang-undang disebut hukum in abstraco yang mengikat secara umum (undang-undang).
Yurisprudensi dalam arti luas sebagai putusan hakim atau juga hukum yang dibuat oleh pengadilan terdiri atas 4 jenis, yaitu: Yurisprudensi tetap, yaitu putusan hakim yang terjadi karena rangkaian putusan yang serupa atau sama dan dijadikan dasar bagi pengadilan (standard arresten) untuk memutus suatu perkara. Yurisprudensi tidak tetap, yaitu putusan hakim terdahulu yang tidak dijadikan dasar bagi pengadilan.
Yurisprudensi semi yuridis, yaitu semua penetapan pengadilan berdasarkan permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon. Misalnya penetapan pengangkatan anak, penetapan penggantian nama, dan sebagainya. Yurisprudensi administratif, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agunga (SEMA) yang hanya berlaku secara administratif dan mengikat intern dalam lingkup pengadilan.
Alasan mengapa hakim menciptakan hukum, yaitu: Karena Undang-Undangnya tidak jelas atau kabur sehingga memerlukan penafsiran hukum yang komprehensif. Undang-Undang yang ada sudah tertinggal dengan perkembangan masyarakat atau tidak sesuai lagi dengan rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat. Undang-Undangnya tidak mengatur perbuatan hukum yang diajukan kepada pengadilan.
Ada dua asas yurisprudensi, yaitu: Asas precedent, artinya bahwa hakim terikat dan tidak boleh menyimpang dari putusan-putusan hakim terdahulu atau hakim yang lebih tinggi atau sederajat dalam tingkatannya dalam perkara serupa. Asas ini dikenal di negara-negara yang menggunakan sistem hukum anglo saxon. Asas bebas, artinya bahwa hakim tidak terikat pada putusan- putusan hakim yang lebih tinggi ataupun sederajat tingkatannya. Asas bebas ini dikenal di negara yang menggunakan sistem hukum eropa kontinental seperti Belanda dan Perancis maupun jajahan Belanda dan Perancis seperti Indonesia dan sebagainya.
Doktrin Doktrin adalah pendapat atau ajaran para ahli hukum terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat. Misalnya, hakim dalam memeriksa perkara atau dalam pertimbangan putusannya menyebut-nyebut pendapat ahli tertentu. Dengan demikian, hakim dianggap telah menemukan hukumnya dalam doktrin, sehingga doktrin yang demikian menjadi sumber hukum formal. Pasal 38 ayat (1) Mahkaman Internasional menetapkan, bahwa doktrin adalah menjadi salah satu sumber hukum formal.
Doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan, traktat atau Jurisprdensi, sehingga bukanlah hukum. Doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang objektif sehinga sering digunakan sebagai sumber pembentukan hukum, serta dapat dijadikan dasar pengambilan putusan bagi hakim.
Doktrin dapat menjadi sumber hukum formal setelah menjelma atau menjadi dasar putusan hakim. Doktrin atau ajaran atau pendapat para ahli hukum tidak hanya mempengaruhi hakim saja, tetapi juga mempengaruhi para aparat pelaksana atau penegak hukum yang lain. Pendapat para sarjana hukum terkemuka dan berpengaruh atau doktrin bukan merupakan sumber yang mengikat langsung terhadap suatu keputusan, melainkan membantu hakim dalam mengambil keputusan sebagai sumber tambahan.