PERBARENGAN TINDAK PIDANA ( C O N C U R S U S atau Samenloop van Strafbaarfeit )
Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan itu blum dijatuhi putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapaa peraturan pidana itu diadili sekaligus.
Persoalan Concursus ada dua pandangan : Pemberian pidana : HAZEWINKEL SURINGA Bentuk khusus Tindak Pidana : POMPE, MOELYATNO, MEZGER
Bentuk Concursus : Concursus Idealis (Perbarengan Peraturan) – Pasal 63 KUHP Voorgezette Handeling – Pasal 64 KUHP Concursus Realis (Perbarengan Perbuatan) – Pasal 65 – 67 KUHP
Ajaran pemberian pidana (leerstuk van straftoemeting). Ada 4 macam sistem pemberian pidana ini : Sistem Absorbsi = diterapkan ketentuan pidana terberat Sistem Absorbsi dipertajam = terberat + 1/3 Sistem Komulasi = keseluruhan pidana diterapkan Sistem Komulasi diperlunak = keseluruhan pidana diterapkan tetapi maksimum pidananya tidak boleh lebih dari pidana terberat + 1/3 nya.
Alasan Pembentuk Undang-undang mengatur Concursus Orang akan menerima penjumlahan dari masing-masing pidana yang di ancamkan Itu tidak adil
SISTEM PEMBERIAN PIDANA PADA CONCURSUS SISTEM ABSORBSI Melanggar beberapa peraturan : yang dipakai satu Jika ancaman pidana pokok berbeda dipakai ancaman pidana pokok terberat (Pasal 63 ayat (1) KUHP) Misal : Melakukan perkosaan di jalan umum - melanggar Ps. 285 KUHP = Perkosaan = 12 th - melanggar Ps. 281 KUHP = merusak kesopanan umum = 2 th 8 bl
2. SISTEM ABSORBSI YANG DIPERTAJAM Kejahatan dengan ancaman pidana pokok sejenis Hanya dijatuhkan satu pidana (Pasal 65 ayat (1) KUHP) Maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah 1/3. Misal : 1) A melakukan kejahatan, masing- masing diancam pidana penjara; 4 th; 5 th; dan 9 th = 18 th (Tidak Boleh) 2) A melakukan kejahatan, masing di ancam pidana kurungan 10 bl dan 8 bl = 1 th 6 bl (Boleh)
3. SISTEM KOMULASI Ancaman Pidana tidak sejenis Penjumlahan semata-mata tanpa dikurangi ( Pasal 66 KUHP) Misal : 2 th penjara; 1 th kurungan ; 6 th penjara = 9 tahun
4. SISTEM KOMULASI DIPERLUNAK Diterapkan semua ketentuan pidana Maksimum pidana tidak boleh lebih dari ancaman pidana terberat ditambah 1/3.
BENTUK-BENTUK GABUNGAN TINDAK PIDANA CONCURSUS IDEALIS – ( Eendaadse Samenloop ) : Melakukan satu perbuatan melanggar beberapa aturan pidana Misal : Perkosaan di jalan umum Hanya dikenankan satu pidana yang terberat (Pasal 63 KUHP)
2. PERBUATAN BERLANJUT – Voorgezette Handeling a. Melakukan beberapa perbuatan berupa kejahatan dan pelanggaran b. Antara perbuatan2 ada hubungan yg sedemikian rupa. Ukurannya : ◊Timbul dari satu kehendak yang terlarang ◊Perbuatan sama jenisnya ◊Tidak dipisahkan oleh waktu yang lama Hanya dikenakan satu ancaman pidana. Kalau ada perbedaan diberlakukan pidana terberat (Pasal 64 ayat (1) KUHP)
3. CONCURSUS REALIS – Meerdedaadse Samenloop Melakukakan beberapa perbuatan pidana yang berupa kejahatan Masing-masing berdiri sendiri Belum ada satupun yang diadili Hakim Maka Pemidanaannya : 1. Apabila Ancaman pidana sejenis : Hanya dikenakan satu pidana (Pasal 65 ayat (1) KUHP)
Misal : A melakukan Tindak pidana yakni: a) Pencurian : 362 KUHP - penjara : 5 th; b) Penggelapan : 372 KUHP- penjara 4 th; c) Penipuan : 378 KUHP – penjara 4 th. Maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum pidana terberat ditambah 1/3 ( Pasal 65 ayat (2) KUHP - Absorbsi dipertajam
2. Ancaman Pidana Pokok tidak sejenis Maka pidananya merpakan penjumlahan seluruh ancaman pidana tapi jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana terberat ditambah 1/3 ( Pasal 66 ayat (1) KUHP - Komulasi diperlunak). Misal : A melakukan beberapa kejahatan : Diancam pidana = 2 th penjara Diancam pidana = 9 bln kurungan 2 tahun 9 bln (Tidak Boleh) Yang dibolehkan : 2 th + (1/3 X 2 th) = 2 th 8 bl
ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT DAN MENJALANI PIDANA DITA & DAHLIA
ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT DAN MENJALANI PIDANA Tidak adanya pengaduan pada Delik Aduan (Pasal 72 KUHP sampai Pasal 75 KUHP) Nebis in idem (Pasal 76 KUHP) Matinya terdakwa (Pasal 77 KUHP) Daluwarsa (Pasal 78 sampai Pasal 81 KUHP) Adanya pembayaran denda maksimum kpd pejabat tertentu untuk pelanggaran yg hanya diancam dg denda saja (Pasal 82 KUHP) Di Luar KUHP (Ada Abolisi dan Amnesti)
A. DELIK ADUAN Delik atau Tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Penuntutan digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan. Penghormatan hak azasi manusia.
- Mengapa delik aduan diatur dalam KUHP ? Ada delik tertentu dimana orang yang dirugikan akan merasa lebih dirugikan lagi apabila pelakunya dilakukan penuntutan. KUHP hanya mengenal delik aduan thd Kejahatan sedangkan pelanggaran tidak.
Jenis Delik Aduan 1. Delik aduan Absolut (Absolute klachtdelicten) Tiap-tiap kejahatan yang dalam keadaan apapun tetap merupakan delik aduan. Misalnya : - Pasal 284 KUHP - Berbuat Zina - Pasal 287 KUHP - Bersetubuh dg seorang perempuan yang bukan isterinya yang usianya dibawah 15 th. - Pasal 293 KUHP- membujuk seorang anak untuk berbuat zinah dengan memberi hadiah. - Pasal 332 KUHP – melarikan seorang perempuan. Sifat pengaduan : tidak boleh dibatasi (Onsplitsbaar) Pengaduan ditujukan terhadap perbuatannya.
2. Delik aduan yang relatif Kejahatan yang dalam keadaan tertentu merupakan delik aduan. Antara pelaku dan korban ada hubungan keluarga Hubungan keluarga harus dinyatakan pada waktu mengajukan pengaduan Penuntutan hanya dilakukan thd orang yg disebut dalam pengaduan (Splitsbaar). Pengaduan ditujukan terhadap orangnya bukan pada perbuatan.
Misalnya : Pasal 367 ayat (2) KUHP – Pencurian dalam keluarga Pasal 369 ayat (2) KUHP – Pemerasan dengan ancaman. KUHP tidak mengatur delik aduan dalam Bab tersendiri. KUHP menentukan secara LIMITATIF.
Yang berhak mengajukan pengaduan pada umumnya orang yang dirugikan Jika yang bersangkutan belum berumur 16 th /belum cukup umur/dibawah pengampunan Pasal 72 KUHP, menentukan pengaduan dapat dilakukan oleh : Wakilnya yang sah dlm hukum perdata; atau oleh : Wali pengawas/pengampu Isterinya Keluarga sedarah garis lurus/meyamping sampai derajat ke 3 (tiga)
Kecuali : Yang bersangkutan tidak menghendaki Namun apabila yang bersangkutan meninggal dunia maka berdasar ketentuan Pasal 73 KUHP, Pengaduan dapat dilakukan: Orang tuanya Anaknya Suami/Isteri Kecuali : Yang bersangkutan tidak menghendaki Ketentuan tsb di atas tidak berlaku dalam hal pengaduan berdasar Pasal 284 ayat (3) , Pasal 320 ayat (2), Pasal 321 ayat (3) KUHP
Disamping ketentuan umum di atas ada ketentuan khusus : 1. Untuk Perzinahan (Pasal 284 KUHP) Yang berhak membuat pengaduan hanya suami/isteri yang dirugikan (Ketentuan Pasal 72 dan 73 KUHP tidak berlaku) Pencabutan kembali pengaduan dapat dilakukan sewaktu-waktu, selama pemeriksaan sidang pengadilan belum dimulai (ayat 4). Jadi ketentuan pasal 75 KUHP tidak berlaku.
2. Untuk melarikan wanita (Pasal 332 KUHP). Yang berhak mengadu : a. Jika ybs. belum cukup umur : - Wanita ybs. atau - Orang yang seharusnya memberi izin bila ybs kawin. b. Jika ybs. sudah cukup umur - Wanita ybs, atau - Suaminya
TENGGANG WAKTU PENGADUAN Diatur dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP -- (pengecualiannya : Pasal 293 ayat (3) KUHP) Apabila pengaduan disampaikan secara Lisan, maka saat aduan lisan itu diucapkan pada pejabat yang berwenang menerima pengaduan dianggap saat aduan diajukan. Apabila pengaduan disampaikan secara Tertulis, maka saat aduan adalah tanggal pengiriman surat aduan.
Apakah pengaduan dapat dicabut kembali ? Menurut ketentuan Pasal 75 KUHP : Pengaduan yang telah diajukan dapat dicabut. Namun Pengaduan yang telah dicabut tidak dapat diajukan lagi.
B. NEBIS IN IDEM Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kali karena suatu peristiwa pidana yang telah dijatuhi putusan hakim yang tidak dapat diubah lagi. Syarat untuk adanya Nebis in idem : 1. Adanya Putusan Hakim yg bersifat tetap. 2. Orang terhadap putusan itu dijatuhkan sama (Segi Subyektif) Misal : A dan B bersama- sama melakukan tindak pidana Yang baru tertangkap B. 3. Perbuatan yang dituntut untuk kedua kalinya sama (Segi Obyektif)
Keputusan hakim yang bersifat tetap atau tidak dapat diubah, (JONKERS) : 1. Penghukuman (Veroordeling) Hakim memutuskan, terdakwa bersalah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan. 2. Pembebasan dari penuntutan hukuman (Onstlag van all recht velvolging) Hakim memutuskan, perbuatan terdakwa terbukti namun karena alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman (Strafuitsluitingsgronden- Pasal 44, Pasal 48 Pasal 51 KUHP) atau perbuatan sebagaimana didakwakan, tidak dapat dipidana. 3. Pembebasan (bebas murni – Vrijspraak) Kesalahan terdakwa tidak terbukti.
Putusan Bebas mempunyai sifat NEGATIF : Pembebasan tidak menyatakan terdakwa tidak melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh JPU, namun hakim hanya menyatakan : …“bahwa terdakwa tidak melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan JPU. Dan kesalahannya tidak terbukti”…….
Azas nebis in idem tidak berlaku untuk keputusan hakim yang belum berhubungan dengan Pokok perkara (Beschikking - “ penetapan”) yaitu : Tidak berwenangnya hakim memeriksa perkara perkara ybs. Tidak diterima tuntutan jaksa karena terdakwa tidak melakukan tindak pidana Tidak diterimanaya perkara sebab penuntutannya telah daluwarsa
Dasar pemikiran dari Nebis in idem - Untuk menjaga martabat negara Hakim (sebagai wakil negara) harus membuat keputusan akhir yang tidak dapat diubah. - Demi rasa keadilan Keputusan hukum yang diberikan harusnya memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi individu dan masyarakat.
C. MATINYA TERDAKWA Baik hak menuntut hukuman (Pasal 77 KUHP) maupun hak menjalani pidana (Pasal 83 KUHP) gugur atau tidak berlaku lagi apabila terdakwa/terpidana meninggal dunia. Menurut VOS ini sesuai prinsip : Hukuman yg ditujukan hanya kpd “diri pembuat” – de dader persoonlijke
Konsekuensinya adalah : Jika terdakwa meninggal pada tahapan: 1. Pengusutan pengusutan dihentikan 2. Penuntutan telah diajukan oleh JPU mk Hakim menyatakan tdk menerima perkara tsb. Jika meninggalnya terdakwa setelah dijatuhi pidana berdasar keputusan hakim yang tetap, maka berlakulah ketentuan Pasal 83 KUHP.
D. DALUWARSA - Verjariing Dasar hukum daluwarsa adalah : a. Dari tujuan pemidanaan tidak ada manfaatnya dilakukan penuntutan b. Demi kepastian hukum c. Kesukaran mendapatkan barang bukti Alasan a, b disebut alasan Individuil – kepentingan individu Alasan c merupakan alasan praktis
Jangka waktu lewatnya tuntutan (Pasal 78 KUHP) : Sesudah lewat 1 th – Untuk semua pelanggaran dan kejahat dengan alat cetak Sesudah lewat 6 th – Untuk semua kejahatan yang diancam dengan denda, hukuman kurungan/penjara yang tidak melebihi waktu 3 th. Sesudah lewat 12 th – Untuk semua kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara yang melebihi waktu 3 th. Sesudah lewat 18 th – Untuk semua kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup.
Saat khusus permulaan tenggang daluwarsa Dalam memalsu/meniru uang kertas – Tenggang daluwarsa dimulai setelah uang yang dipalsukan itu digunakan. Dalam hal salah satu kejahatan yang tercantum dalam Pasal 328 - Pasal 330 KUHP. Pasal 333 KUHP – Tenggang daluwarsa dimulai pada hari berikutnya sesudah dibebaskan/dimerdekakan kembali orang yang dirampas kemerdekaannya atau meninggal dunia. Dalam hal pelanggaran peraturan Pencatan Sipil (Pasal 556 – Pasal 558 KUHP) – Tenggang daluwarsa dimulai pada hari berikutnya sesudah daftar tersebut diserahkan pada Panitera pengadilan.
PENCEGAHAN DALUWARSA (Stuiting) dan PENANGGUHAN DALUWARSA (Schorsing) Pencegahan daluwarsa (Stuiting) Karena ada Perbuatan penuntutan. Setelah itu mulai tenggang daluwarsa baru. Waktu antara berjalannya tenggang daluwarsa sampai dihentikannya karena ada perbuatan penuntutan tidak dihitung (Pasal 80 KUHP)
Pencegahan daluwarsa (Stuiting) Tgg. Daluwarsa Baru – 1 Tahun Perbuatan Penuntutan 1 Januari Maret April 31 Des TIDAK DIHITUNG
Perbuatan penuntutan Pendapat luas Pemeriksaan tersangka sampai penyerahan perkara oleh Jaksa ke pengadilan (termasuk tindakan-tindakan pengusutan – daad van opsporing) Pendapat yang sempit Hanya perbuatan penuntut umum yang lansung menyangkut proses acara pidana. Yakni : menyerahkan perkara ke sidang pengadilan, dilakukannya pemeriksaan tambahan, memohon revisi dll.
Penangguhan Daluwarsa (Schorsing) Terjadi karena ada perselisihan tentang hukum sebelum putusan pokok (Pasal 81 KUHP). Perselisihan hukum (Prae judisiel) Perselisihan menurut hukum perdata yang terlebih dahulu harus diselesaikan sebelum acara pidana diteruskan. Misal : A dituduh menjual sebidang tanah milik B. Padahal menurut A, ia memperoleh tanah tersebut karena warisan.
Dalam hal ada penangguhan daluwarsa Jangka waktu sebelum yang telah berjalan sebelum penangguhan, turut diperhitungkan. Waktu selama ada pengguhan tidak turut diperhitungkan.
Pengguhan daluwarsa (Schorsing) Tidak Diperhitungkan Prae Judicial 1 Januari Maret April 31 Des Turut diperhitungkan Tgg. Daluwarsa Baru – 1 Tahun
Penyelesaian perkara di luar pengadilan F. TELAH ADA PEMBAYARAN DENDA MAKSIMUM PADA PEJABAT TERTENTU UNTUK PELANGGAR-AN YANG HANYA DIANCAM DENGAN DENDA (Pasal 82 KUHP) Penyelesaian perkara di luar pengadilan Dikenal adanya lembaga hukum dengan nama “Afkoop”. Penebusan tuntutan pidana karena pelanggaran (overtreding) yang diatasnya tidak ditentukan hukuman pokok lain dari denda dengan membayar secara sukarela maksimum denda. Dalam hal telah diadakan tuntutan, telah juga membayar biaya perkara.
G. AMNESTI dan ABOLISI (Alasan penghapus penuntutan di luar KUHP) Diatur dalam UU No. 11 Th. 1954 LN 1954 No. 146 ( Lihat pula Pasal 14 UUD 1945) Diberikan Presiden demi Kepentingan Negara setelah mendengar nasehat MA Semua akibat hukum pidana dihapuskan