BERBASIS NILAI AGAMA SINERGI UNTUK MEMBANGUN INDONESIA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA MATA KULIAH WAJIB UNIVERSITAS (MKWU) SINERGI UNTUK MEMBANGUN INDONESIA BERBASIS NILAI AGAMA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh Prof. M. Mas’ud Said, PhD STAF KHUSUS MENTERI SOSIAL RI
DALAM KONTEKS pembangunan nasional, seringkali kita membayangkan adanya situasi dimana arah pembangunan, strategi pembangunan, arah dan “kurikulum pembangunan” dapat kita disempurnakan dengan internalisasi nilai nilai agama ke dalam sistem pembangunan sehingga hasil hasil pembangunan dapat dinikmati oleh sebagian terbesar rakyat Indonesia secara lebih paripurna. Masalahnya ialah nilai nilai luhur agama tampaknya belum merupakaan bagian integral dari filsafat pembangunan, dasar penentuan kebijakan nasional dan kurikulum pembangunaan sehingga praktek pembangunan kita berjalan menurut nalarnya sendiri, arah pembangunan menuju arah yang tak pasti, hasil pembangunan belum seperti yang diharapkan. MEMBANGUN INDONESIA BERBASIS NILAI AGAMA
INTEGRASI NILAI NILAI AGAMA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN Dalam konteks perguruan tinggi, nilai nilai agama sangat dikenali dan sangat diakui urgensitasnya, namun keberadaan nilai nilai tersebut kurang terintegrasikan secara terstruktur dan sistematis dalam dunia pendidikan, sehingga tidak juga menjamin lulusan pendidikan tinggi lebih berkualitas dalam kepribadianny, lebih solid integritasnya. Dengan kata lain, lulusan kita,pada umumnya tumbuh sesuai aliran modernitas dan nalar jamannya. Mereka belajar dan diajar oleh tokoh akademisi dengan background agama yang baik, namun integrasi keilmuan dan profesionalitas mereka terbangun hampir zonder indoktrinasi nilai nilai agama yang sistematis, terstruktur dan massive.
MEMBANGUN INDONESIA BEBASIS NILAI NILAI AGAMA DAPAT DIKATAKAN, BAHWA KE DEPAN, INDONESIA HARUS DIBANGUN DG MEMPERHATIKAN DASAR KEIMANAN YANG KUAT, DIKEMBANGKAN DG RELEGIUSITAS DAN SPIRITUALITAS KUALITATIF, DIBANGUN DIATAS NILAI NILAI KEADILAN, NILAI KESAMARATAAN (EQUALITY) DENGAN ASAS GOTONG ROYONG DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL, INKLUSIFISME, NILAI KESEJAHTERAAN DAN NILAI KE INDONESIAAN. NILAI NILAI TERSEBUT DIATAS BERSUMBER PADA NILAI NILAI AGAMA YANG HIDUP DAN DISYAHKAN DI NEGARA INI. PERTANYAANNYA IALAH BISAKAH HAL HAL DIATAS DAPAT DIBANGUN DIBANGUN SECARA SISTEMIK SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN MASYARAKAT NEGARA?
BISAKAH KITA MEMBANGUN DENGAN MODAL NILAI NILAI AGAMA? Melihat kegagalan teori dan sistem pembangunan ekonomi yang dibangun atas asas zonder spiritualisme, dunia DAN NEGARA KITA ini pada tataran tertentu masih gagal untuk memberi bukti untuk mensejahterakan secara batiniyah warga dunia. Ketimpangan kaya miskin dan ketidak seimbangan timur dan barat adalah bukti nyatanya. Akibat turunan dari sistem dunia zonder spiritualitas maka kita disajikan keadaan kerusakan sumber daya alam antara lain: llegal logging, illegal fishing, animal distictions, air pollution, coral distruction, water, soil, sound pollution, global warming, flodding, eruption, sea abration, cedimentation, menipisnya ozon, efek rumah kaca, tampaknya memang sistem dunia butuh nilai nilai spiritualitas.
MENGAPA MEMBANGUN INDONESIA HARUS DENGAN NILAI AGAMA ? NILAI NILAI AGAMA AMANAT FOUNDING FATHERS RESPONSE KONDISI TERKINI KONDISI MANUSIA INDONESIA EKSES NEGATIVE PEMBANGUNAN KRISIS FALSAFAH PEMBANGUNAN
MORALITAS KEBIJAKAN DAN HASIL PEMBANGUNAN (Turkewitz 2001 dalam SMERU, 2003) TURKEWITZ (2001) MELALUI STUDI EMPIRISNYA DI BEBERAPA NEGARA MENYIMPULKAN, ADANYA HUBUNGAN YANG KUAT ANTARA KARAKTER SUATU REGIM PEMERINTAHAN DENGAN CAPAIAN BERBAGAI INDIKATOR PEMBANGUNAN. MAKIN EFEKTIF SUATU PEMERINTAHAN, MAKIN RENDAH TINGKAT KEMATIAN BAYI; MAKIN RENDAH TINGKAT KORUPSI DI BIROKRASI PEMERINTAHAN, MAKIN TINGGI TINGKAT MELEK HURUF ORANG DEWASA; MAKIN BAIK KONDISI PENEGAKAN HUKUM SUATU NEGARA, MAKIN RENDAH TINGKAT KEMATIAN BAYI; MAKIN SEDIKIT REGULASI YANG DICIPTAKAN PEMERINTAH, MAKIN TINGGI TINGKAT PENDAPATAN PER KAPITA.
PEMBANGUNAN DENGAN DASAR NILAI KEBERAGAMAAN
RAPUHNYA IDEOLOGI PEMBANGUNAN NAMUN DEMIKIAN DALAM PRAKTIKNYA IA ADALAH ADOPSI ATAU TURUNAN DARI IDEOLOGI PEMBANGUNAN LUAR YANG DAPAT DIKATAKAN HAMPIR HAMPIR ZONDER SPIRITUALITAS DAN RELEGIUSUTAS SERTA PERSYARATAAN LAIN SEBAGAIMANA DISYARATKAN UUD 45. KETIMPANGAN, KETERBELAKANGAN, MASALAAH SOSIAL YANG PELIK DAN MELUAS ADALAH LAMBANG DARI KRITIK DIATAS DALAM PENGETAHUAN AKADEMIK SAYA, SELAMA INI IDEOLOGI PEMBANGUNAN NASIONAL KITA SESUNGGUHNYA HARUS DIDASARKAN PADA NILAI NILAI AGAMA SEBAGAIMANA YANG DIAMANATKAN OLEH UNDANG UNDANG DASAR, DIMANA IA HARUS DIDASARI KEPENTINGAN DAN KESEJAHTERAAAN BERSAMA SECARA ADIL, MERATA DAN BERPIHAK PADA MASYARAKAT UMUM.
ISU ISU UTAMA NILAI NILAI AGAMA SESUAI DENGAN MODERNITAS
ISU ISU UTAMA NILAI AGAMA YANG SESUAI MODERNITAS 1 FILANTROPISME MODERN 2 KESALEHAN SOSIAL 3 SIKAP GOTONG ROYONG 4 NILAI EQUALITY 5 NILAI SOLIDARITY 6 KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL 7
BEBERAPA TANTANGAN SEBAGAI ISU UTAMA Ketimpangan ekonomi, Ketidakadilan sosial, Penguasaan sumber hidup oleh sekelompok orang, Dominasi dan alih kuasa terhadap sumber strategis, Pertentangan modernisasi vs nilai adat dan lokalitas, Perebutan kekuasaan dan tensi politik yang tak beraturan, Dengki kelompok yg menyejarah dan adu domba, Kebuntuan komunikasi dan aspirasi yang tersumbat
TEORI MODERN YANG MATCHING DENGAN NILAI AGAMA Dileberative Democracy (Josep Bessette, 1980) Innovative Bureaucracy (Alexander Styhre, 2007) Sound Governance (Ali Farazman, 2008) Citizen Drive Change (Steve Goldsmith, 2009) Penentuan keputusan dengan Musyawarah Ideologi kemajuan atau perbaikan atas sesuatu yang sudah baik. Keputusan dengan mengikutsertakan orang orang yang terdampak serta memperhatikan aspirasi masyarakat bawah Pengambilan kebijakan didasarkan apa yang baik dikehendaki oleh masyarakat
SINERGI PENDANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KESEJATERAAN SOSIAL BERSUMBER DARI NEGARA: APBN, BUMN, KEMENTRIAN, APBD DAN PENDANAAN LAIN YANG SAH (DANA POKOK) BERSUMBER DARI DANA NON NEGARA: SEKTOR USAHA, SEKTOR INDUSTRI , CSR YG RELEVAN BERSUMBER DARI DANA NON NEGARA: DERMAWAN NASIONAL, DERMAWAN REGIONAL, DERMAWAN LOKAL BERSUMBER DARI DANA NON NEGARA : LEMBAGA DONOR INTERNASIONAL, LEMBAGA DONOR REGIONAL YAYASAN DONASI 14
CONTOH 1: FILANTROPISME Walaupun tidak terlihat rajin pergi ke masjid, rajin kebaktian di gereja atau pergi ke pura, dalam alam modern yang pada umumnya jauh dari kesejatian hidup, spiritualitas ini terlihat mengental di beberapa pribadi dan komunitas tertentu. Beberapa data menunjukkan bahwa spiritualitas modern sangat kentara pada masyarakat yang sangat maju dalam bentuk Filantropisme yaitu sangta peduli terhadap sesama. Beberapa orang kaya, para pengusaha sukses semisal John D Rockefeller, Bill Gates melalui Bill and Melinda Gates Foundation, peneliti ulung, informal leaders, tokoh tokoh nasional dan para guru bangsa memiliki rasa spiritualitas yang tergambar dari sikap, tutur kata dan keberpihakannya terhadap kalangan tertentu semisal orang miskin dan kepada khalayak umum tanpa mengharapkan imbalan material secara langsung.
CONTOH 2: KESETIAKAWANAN SOSIAL Kesetiakawanan Sosial atau solidaritas sosial adalah nilai atau sikap hidup dan perilaku individu atau perilaku kelompok yang memiliki rasa kebersamaan dalam mengatasi masalah, rasa kebersamaan dalam menanggung beban orang lain atau kelompok lain, dengan bentuk kemauan untuk berkorban waktu, memberikan sumbangan tenaga, pemikiran, biaya dan pengorbanan lain untuk mengatasi masalah bersama secara ikhlas tanpa pamrih. Kesetiakawanan sosial ini sangat terasa lebih kuat pada daerah daerah tertentu yang memiliki sejarah lokalitas yang sama, atau keluarga besar sosial tertentu yang hidup dalam kebersamaan sejak lama yang mengembangkan kesepakatan tak tertulis untuk bersedia berkorban mengatasi tantangan luarnya tanpa timbal balik yang langsung dan immaterial.
KERJA BAKTI, GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT
KESETIAKAWANAN SOSIAL DAN KEARIFAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA Dalam bahasa agama, mungkin kesetiakawanan sosial ini dekat dengan istilah ukhuwah ijtimaa’iyah atau al taakaaful al ijtimaa’iyah. Nilai ini menjadi nilai dasar pendidikan pesantren salaf. Dalam istilah pemerintahan modern sikap itu kemudian dipromosikan sebagai social responsibility yang akhir akhir ini dipercaya sebagai obat mujarab bagi mengatasi masalah ketidak berdayaan sosial. Di Nusantara, kesetiakawanan sosial itu sangat terbina sebagai kearifan sosial (local wisdom) yang dicontohkan dan dipertahankan secara komunal oleh pemimpinan informal di kawasan desa dan beberapa suku di beberapa pulau kecil dan perbatasan. Secara agregat desa, kawasan terpencil dan kawasan tradisi itu oleh lebih dari 60% penduduk Indonesia.
KESETIAKWANAN SOSIAL DAN SITUASI TERKINI Selama berabad abad, sistem kemasyarakatan di Nusantara dan rasa kesetiakawanan sosial yang melembaga secara tradisional menyimpan energi positip bagi kelangsungan berbangsa dan bermasyarakat. Akhir akhir ini ada kesadaran bahwa untuk konteks Indonesia, tidak semua masalah sosial dapat diselesaikan oleh negara sendiri, bukan pula oleh pemerintah mapupun apalagi hanya oleh aparatur negara. Apalagi jaman sekarang, nilai kebersamaan tergerus oleh sikap individualisme dan sikap ananiyah. Nilai luhur kesetiakwanan sosia tergerus oleh materialisme. Sikap saling tolong menolong ditindas oleh sikap tidak peduli dan acuh tak acuh. Bahkan di institusi pemerintahan terdapat sikap formal rules and technocratic mechanism yang memaksa birokrat yang secara individual salehpun tak bisa berdaya atas segala sesuatu yang menjadi kewajibannya yaitu menolong orang atau sekelompok orang yang tak berdaya.
KESETIAKAWANAN SOSIAL SYARAT NEGARA KUAT Bahwa sebuah bangsa terwujud dan kuat apabila memiliki syarat apa yang pernah disebut oleh Soekarno—mengikuti pendapat Ernest Renan— sebagai le desire d’etre ensemble atau kehendak akan bersatu. Soekarno mengingatkan syarat pendirian suatu bangsa yang didasarkan pada keinginan yang kuat dari setiap elemen masyarakat untuk bersatu (dalam Kebhinnekaan). Dalam konteks kemasyarakatan maka masalah sosial yang tak tertangani secara nasional akan menggumpal menjadi antipati kepada negara.
HEWAN SAJA MEMILIKI KESETIAKAWANAN SOSIAL
PENUTUP
KODIFIKASI DAN INTEGRASI NILAI DALAM MKWU ISU ISU UTAMA KODIFIKASI Fokus pada living values Fokus pada kurikulum KURIKULUM TERPADU BERBASIS NILAI UTAMA Fokus pada penulisan Fokus pada standardisasi dan teknologi pengajaran INTEGRASI MKWU PENGAJARAN DALAM SISTEM Pelembagaan Buku dan Materi Ajar Menyusun Peraturan Menteri
ANALISIS AKTOR SINERGI MEMBANGUN INDONESIA BAHAN LEMBAGA DAN TOKOH AGAMA PEMERINTAH ORGANISASI PROFESI KURIKULUM KAMPUS DPR DPRD RPJMN RPJMD ORGANISASI KEAGAMAAN DASAR PERANCANG PEMBANGUNAN KEMENTRIAAN/ LEMBAGA NEGARA
POTENSI SINERGI FORMAL AND INFORMAL LEADERSHIP TATA PEMERINTAHAN SINERGIS KEKUATAN SOSIAL NILAI NILAI AGAMA PIMPINAN INFORMAL NILAI NILAI TRADITION MASALAH SOSIAL
PERTANYAAN TERSISA LEMBAGA APA SBG PELAKSANA KOORDINASI TERINTEGRASI DI TINGKAT KEMENTRIAN DI TINGKAT KAMPUS DI TINGKAT MASYARAKAT DIAMANA PERAN TOKOH AGAMA, TOKOH ADAT DAN TOKOH LOKAL SECARA PRAKTIS PARADIGMA APA, STRATEGI APA YANG AKAN DIPILIH CONTENTNYA APA, ISINYA APA SAJA BAGAIMANA CONTENT ITU DIDINTEGRASIKAN DALAM PENGAJARAN?