Kelompok 11 Wahyu Kurniawan Hartanto (1103130098) Maulisye Audina Ulfa (1103134354) Iman Susilo (1301148379) Jenepte Wisudawati Simanullang (1103134331) Muhammad Briyan Wahyu Adityatama (1103120245)
Definisi Menurut Chapnick 2000; Redmon and Salopek 2000; Hall 2001:2; Rosenberg 2001, E-learning Readiness is the assessment of certain organizational and individual factors that should be considered if organizations are likely to be successful with the introduction of an e-learning strategy . (Kesiapan E -learning adalah penilaian faktor organisasi dan individu tertentu yang harus dipertimbangkan untuk organisasi yang ingin menjadi sukses yaitu dengan pengenalan strategi e-learning.)
Definisi Menurut DeSimone and Harris (1998: 101) as: “a process used to better understand the characteristics of the organization to determine where training and HRD efforts are needed and the conditions within which they will be conducted”. (Proses yang digunakan untuk lebih memahami karakteristik organisasi yaitu menentukan pelatihan dan upaya-upaya yang dibutuhkan HRD dan kondisi-kondisi di mana mereka akan melakukan pekerjaan.)
Model E-learning Readiness Banyak model yang dikembangkan diantaranya : Chapnick (2000) Engholm’s (2001) Rosenberg (2000) Worknowledge (2004) Borotis and Poulymenakou (2004) Psycharis (2005) Aydin and Tasci (2005) The Economist Intelligent Unit (EIU, 2003)
Model E-learning Readiness Chapnick (2000) mengusulkan model ELR dengan mengelompokkan kesiapan ke dalam delapan kategori yaitu : Psychological Readiness Sociological Readiness Environmental Readiness Human Resource Readiness Financial Readiness Technological Skill (aptitude) Readiness Equipment Readiness Content Readiness
ELR Model Chapnick (2000) Psychological Readiness Faktor ini mempertimbangkan cara pandang individu terhadap pengaruh inisiatif e-learning. Ini adalah faktor yang paling penting yang harus dipertimbangkan dan memilki peluang tertinggi untuk sabotase proses implementasi. Sociological Readiness Faktor ini mempertimbangkan aspek interpersonal lingkungan di mana program akan diimplementasikan Environmental Readiness Faktor ini mempertimbangkan operasi kekuatan besar pada stakeholders(orang yang memiliki kepentingan), baik di dalam maupun di luar organisasi.
ELR Model Chapnick (2000) Human Resource Readiness Faktor ini mempertimbangkan ketersediaan dan rancangan sistem dukungan sumber daya manusia. Financial Readiness Faktor ini mempertimbangkan besarnya anggaran dan proses alokasi Technological Skill (aptitude) Readiness Faktor ini mempertimbangkan kompetensi teknis yang dapat diamati dan diukur.
ELR Model Chapnick (2000) Equipment Readiness Faktor ini mempertimbangkan kepemilikan peralatan yang sesuai. Content Readiness Faktor ini mempertimbangkan konten pembelajaran dan sasaran pembelajaran.
Criteria for E-Learning Readiness ELR Model Chapnick (2000) Criteria for E-Learning Readiness PSYCHOLOGY Consider : Attitudes Learning Style Sociability SOCIOLOGY Consider : Relationship Homogeneity Accountability ENVIRONMENT Consider : Barriers Size of audience Language HUMAN RESOURCE Consider : Training Vendor support Tutors FINANCIAL Consider : Budget Cost saving TECHNOLOGY Consider : Internet connectivity Computers EQUIPMENT Condiser : Acquiring Upgrading Maintaining Equipment CONTENT Consider : Type of content Content matter Content format
Model E-learning Readiness Engholm’s (2001), model for e-learning readiness provides factors suited for assessing readiness to adopt a blended approach to training and development. Kemudian untuk model engholm’s yaitu Model untuk kesiapan e –learning yang menyediakan faktor yang cocok untuk menilai kesiapan e-learning yang mengadopsi pendekatan pelatihan dan pengembangan .
Model E-learning Readiness E-learning Readiness Conceptual Framework
Faktor E-learning Readiness Organizational Culture Dari identifikasi literatur, budaya organisasi (organizational culture) merupakan salah satu faktor penting yang akan dinilai dalam ELR. An organisation’s culture can be defined as “a system of shared meaning held by members that distinguishes the organisation from other organisations” (Robbins et al. 2000). Budaya organisasi dapat didefinisikan seperti “Sebuah sistem yang memiliki makna yang bersama dan dianut oleh anggota organisasi itu sendiri. Sehingga dapat membedakan antar organisasi dari organisasi lain”.
Organizational Culture Dalam budaya di mana ada pandangan bersama tentang manfaat pelatihan dan pembelajaran, karyawan akan didorong untuk belajar, memberikan kesempatan dan waktu untuk belajar, dan didukung dengan belajar sistem manajemen atau sistem manajemen pengetahuan . “An organisation with such a culture is often referred to as a learning organisation” (Senge 1994).
Faktor E-learning Readiness Individual Learner E-learning berbeda dari berbagai pelatihan tradisional dalam hal ini memiliki fokus yang kuat pada pembelajaran individu dan kolaboratif dengan cara yang kadang-kadang berbeda dengan metode pelatihan tradisional. It is collaborative in that it involves the support and participation of people throughout the organisation, and helps to promote communication and sharing of ideas. (Ewing 2000) Hal ini kolaboratif dalam hal itu melibatkan dukungan dan partisipasi dari orang di seluruh organisasi , dan membantu untuk mempromosikan komunikasi dan berbagi ide . ( Ewing 2000)
Individual Learner Jadi, sebelum membahas bagaimana ELR dapat dinilai untuk pelajar individu (individual learner), Penting untuk memahami apa dan bagaimana ‘e-learner’ belajar. Mungkin akan membantu untuk memperkenalkan secara singkat dan membahas dua teori pembelajaran untuk tujuan ini yaitu constructivism dan andragogism. andragogi adalah seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar. Dalam hal ini, si pendidik harus berusaha bagaimana membantu mempermudah atau menfasilitasi orang dewasa belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa wujud bantuannya pasti berbeda dengan anak karena karakteristik yang berbeda antara keduanya. Guru tidak dapat hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa itu sendirilah yang harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.konstruktif
Faktor E-learning Readiness Information Communication Technology Salah satu faktor penting ELR adalah teknologi informasi dan komunikasi karena hal ini sangat tergantung pada akses ke komputer dan Internet dan / atau Intranet. This means that computers should be available to learners and the hosting network being capable of providing the content at a speed, security level and reliability that is deemed necessary for the organisation’s planned e-learning strategy (Bates 1995; Bernard, et al. 2000)
Information Communication Technology Sebagai kesimpulan, kesiapan mengorganisasi teknologi informasi dan komunikasi sudah termasuk : memastikan konten yang mudah diakses oleh peserta didik, isu/masalah kecepatan dan kehandalan Intranet dan / atau Internet sehingga tidak akan menghambat proses pembelajaran, adanya dukungan IT untuk membantu peserta didik dan memecahkan masalah teknologi, masalah keamanan disolusikan untuk melindungi informasi perusahaan dan konten.
Faktor E-learning Readiness Learning Content For example, “work processes that require certain physical skills may not be practical or feasible to teach over a computer.” (Farrell 2000). Proses kerja yang membutuhkan kemampuan fisik mungkin tidak lebih praktis /handal daripada proses yang dikerjakan komputer
Learning Content Konten pembelajaran harus menjadi hasil dari analisis kebutuhan utama sebelum kesiapan organisasi dinilai karena konten dapat dijadikan sebagai penentu ELR. Hal ini juga merupakan bagian dari penilaian kesiapan dalam organisasi untuk memutuskan apakah akan membangun atau membeli konten, materi pembelajaran yang akan diajarkan, dan apakah layak untuk diajarkan melalui komputer.
Faktor E-learning Readiness Organisational and Industry Factors E-learning can become a competitive advantage particularly to organisations that compete in a dynamic business environment where information and knowledge must be quickly created, processed and disseminated throughout the organisation. (Koprowski 2000; Urdan and Weggen 2000; Rosenberg 2001) E-learning dapat menjadi keunggulan kompetitif terutama untuk organisasi yang bersaing dalam lingkungan bisnis yang dinamis di mana informasi dan pengetahuan harus cepat dibuat, diproses dan disebarluaskan di seluruh organisasi .
Organisational and Industry Factors Isu lain adalah biaya. Biaya memang tidak akan pernah lepas menjadi salah satu faktor penting dalam pembuatan e-learning. Karena proyek pembuatan E-learning bisa sangat mahal, terutama jika menggunakan teknologi modern. Jadi, faktor organisasi dan industri dapat menentukan ELR apabila diperuntukkan oleh sebuah organisasi yang besar, dengan tenaga kerja yang tersebar secara geografis, dan memiliki persaingan dalam lingkungan bisnis yang dinamis ; dan / atau membutuhkan akses cepat untuk memperbarui informasi dan pengetahuan . Sehingga, mengenai apakah organisasi secara finansial mampu untuk menerapkan solusi e -learning , adalah faktor lain yang harus dinilai.
Analisis Survey Berdasarkan survey Kenya Technical Teachers College (KTTC) terhadap e-Learning Readiness tahun 2013. Setiap dimensi ELR dari kelima faktor diukur dengan meminta responden untuk menilai sejauh mana mereka setuju dengan pernyataan di sub faktor yang dipertimbangkan dalam setiap kategori dengan 5 skala point , di mana 1 mewakili Sangat Tidak Setuju dan 5 Sangat Setuju. Dalam menentukan persentase kesiapan relatif, Setuju dan Sangat Setuju dirata sebagai Setuju .
Analisis Survey Indeks tingkat kesiapan 56,2 % itu dihitung dengan menggabungkan tingkat kesiapan individu dari lima faktor seperti di bawah ini : Populasi yang diteliti adalah 1.724 responden terdiri dari 114 dosen, 591 siswa reguler dan 1.019 siswa yang liburan. Sampel termasuk 172 responden, yang mewakili 10 % dari populasi .
Kesimpulan Pengembangan e-learning di institusi pendidikan melibatkan banyak faktor dalam organisasi, yaitu infrastruktur teknologi, sumber daya manusia, dan lingkungan yang mencakup kepemimpinan dan kultur (budaya). Model e-learning readiness merupakan manifestasi dari kesiapan seluruh komponen organisasi untuk mengadopsi e-learning.
Kesimpulan “Determining e-learning readiness does not ensure e-learning success. It is but one part of an overall complex process that starts from realising a need through stages of readiness assessment, design, implementation and evaluation” (Rosenberg 2001). Menentukan ELR tidak menjamin keberhasilan e-learning. Ini hanyalah salah satu bagian dari proses keseluruhan yang kompleks yang dimulai dari kesadaran dari suatu kebutuhan melalui tahapan penilaian kesiapan, desain, implementasi dan evaluasi.
Kesimpulan Faktor-faktor hubungan antar kedua model sebagai berikut : Model Chapnick (2000) Model Engholm’s (2001) Faktor Sociological Readiness Organizational Culture Interpersonal lingkungan / budaya perusahaan Environmental Readiness Organisational and Industry Factors Stakeholders dan Vendor (orang yang memiliki kepentingan) Human Resource Readiness Individual Learner Rancangan sistem pembelajaran Financial Readiness Anggaran biaya Technological Skill (aptitude) Readiness Information Communication Technology Kecepatan akses internet/intranet Content Readiness Learning Content Konten pembelajaran
Referensi http://www.x-konsult.se/academia/Thesis%20FINAL.htm http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/28909 http://pcfpapers.colfinder.org/bitstream/handle/5678/90/Paper%20458%20%20(Supplementary%20File).pdf?sequence=1