ARAH PERUBAHAN UU 5/90 Rinekso Soekmadi

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

Aspek-aspek Desa Adat dan Lembaga Adat yang Harus diatur dan didanai Pemerintah, Pemda Provinsi, Pemda Kab/Kota, dan Pemdes Oleh Nata Irawan, SH, MSi.
TINDAK LANJUT PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang
SUSTAINABLE DEVELOPMENT
Tri Baskoro 022 Bagus Setiawan 027 Wahab Abdullah 025
Di ekosistem hutan, biasanya konflik konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Karena habitatnya menciut dan kesulitan.
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010.
Tinjauan kelembagaan lingkungan hidup di
Eksplorer dunia barat/ timur ke Indonesia
Lokakarya “Model Kelola Hutan Berbasis Ekologi Orang Rimba”
Perencanaan Tata Guna Lahan
Oleh: Kelompok V Yusrizal Rita Marlinda Suyitno Zulminiati
Pokok Bahasan 3 KATEGORI KAWASAN KONSERVASI
CREATED BY: WICKY BARIREZA Xi ips
DESENTRALISASI KESEHATAN
PEMANFAATAN RUANG TERUTAMA KAWASAN HUTAN TIDAK SESUAI LAGI
USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN
KEHUTA NAN KETENTUAN UMUM UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA
KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI BAGI OBYEK EKOWISATA
Disampaikan oleh: ACHMAD SATIRI (Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas)
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Rimbawan II Gedung Manggala Wanabakti
RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL
Good Governance Etika Bisnis.
KEBIJAKSAAN NASIONAL PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
PENEGAKAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara)
Tim Kerja Harmonisiasi Regulasi GN-SDA
Perencanaan Hutan Berbasis Ekosistem
Dr. Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
RENCANA KERJA DINAS KEHUTANAN TAHUN 2017
31 Januari 2012 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
KONSERVASI LINGKUNGAN HIDUP
RUU versi DPR RUU versi KLHK
Pikiran-Pikiran Umum Masyarakat Sipil Terhadap Rancangan PP Perencanaan Hutan Bogor 28 Juni 2016.
Minimum Environmental Standards Environmental Quality Standards
KEDUDUKAN dan RUANG LINGKUP
Superfund Follies di Indonesia
PENDAHULUAN PENGERTIAN Kawasan Konservasi
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
PARADIGMA KEADILAN DALAM SISTEM HUKUM AGRARIA NASIONAL
ASAS PENGELOLAAN KONSERVASI
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
Perlindungan dan Pengelolaan LH UU RI No. 32 Tahun 2009
Hutan kemasyarakatan A.Pendahuluan tentang hutan kemasyarakatan
PARADIGMA KEADILAN DALAM SISTEM HUKUM AGRARIA NASIONAL
OLEH : LA ODE AGUS SALIM MANDO, S.Hut., M.Sc.
Eksplorer dunia barat/ timur ke Indonesia
TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
PENDAHULUAN AMDAL Pembangunan dan Lingkungan Free Powerpoint Templates
Disampaikan Dalam Sosialisasi Kebijakan Politik
PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia)
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
Tujuan, Sasaran, dan Aplikasi pengelolaan lingkungan hidup
KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL)
POSISI MASYARAKAT ADAT DALAM KEBIJAKAN KONSERVASI DI INDONESIA
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA
STIEPAR YAPARI AKTRIPA BANDUNG
Pengertian, Asas-asas, dan Hubungan Hukum Pertambangan
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
Bagian 4 Hukum dan Undang-Undang Kepariwisataan
PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA KONSERVASI FLORA DAN FAUNA
Pemanfaatan Sumber Daya Alam dengan Prinsip Ekoefisien
Di ekosistem hutan, biasanya konflik konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Karena habitatnya menciut dan kesulitan.
IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT OLEH:TUTIK KUSUMA WADHANI,SE,MM,M.Kes.
PEMBANGUNAN SENTRA IKM DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI.
KEDUDUKAN & RUANG LINGKUP
Plasma Nutfah & Konservasi
Transcript presentasi:

ARAH PERUBAHAN UU 5/90 Rinekso Soekmadi (Dekan Fak. Kehutanan IPB; Ketua FOReTIKA) GREEN RAMADHAN Jakarta, 14 Juni 2017

OUTLINE PENGANTAR KONSEP DAN KAIDAH DASAR ARAH PERUBAHAN PEMBARUAN DAN PENEGASAN PENUTUP: RENCANA TINDAK LANJUT

1. PENGANTAR

1. PENGANTAR Peraturan perundang-undangan “Konservasi KEHATI” di Indonesia merupakan peraturan yang sudah tua, lebih tua daripada UUD RI 1945: UU Suaka Alam 1916  UU 1941  UU No. 5 /1967  UU No. 5/1990 UU Perlindungan Binatang Liar 1909, disusul dengan tambahan (addendum) pada tahun 1911, 1919, 1924  UU 1932  UU No. 5/1990 UU Perburuan 1924 direvisi tahun 1931, 1933, 1934  PP 13/1994 (tentang Perburuan Satwa Buru) Setting up saat penyusunan UU 5/90 – berubah: Sistem Pemerintahan (sentralistik): sekarang lbh desentralistik & otonom Demokrasi: partisipasi pemangku kepentingan, kesejahteraan Bobot aspek Pemanfaatan sangat kurang: dilarang, tidak boleh dan jangan

1. PENGANTAR (lanjutan) Fenomena lapangan 1  konservasi fokus hanya pada kawasan hutan: Di luar kawasan hutan [seolah] TIDAK memiliki mandat konservasi: jika ada  performa (syarat normatif) Plasma nutfah lokal tidak diperhatikan: ayam lokal, domba garut, itik indramayu, duku palembang, rambutan binjai, dll. Fenomena lapangan 2  kawasan konservasi tidak mampu menampung KEHATI ( landscape approach) Satwaliar keluar kawasan: konflik dengan masyarakat, kebun, dll. Konservasi kontra produktif dengan pembangunan: semakin marjinal

1. PENGANTAR (lanjutan) Fenomena lapangan 3  Kawasan Konservasi & HL – strategis Sejarah Jawa, Sumatera dan Sulawesi terbukti hanya menyisakan ekosistem alam yang sehat pada: Kawasan Konservasi (KPA/KSA) Hutan Lindung Hutan-hutan yang dijaga oleh kelembagaan lokal yang kuat Hutan-hutan yang aksesibilitasnya sangat sulit Mempertahankan apa yang telah melembaga dengan baik baik dan mengatasi masalah yang ada untuk lebih baik

2. KONSEP & KAIDAH

2. KONSEP & KAIDAH DASAR KEHATI: Modal alam pembangunan bangsa indonesia secara lintas generasi Upaya mempertahankan keberlanjutan: fokus pada yang tersisa Management objectives: living in harmony with nature Keragaman makhluk hidup  3 tingkatan: ekosistem, spesies, genetik Keanekaragaman hayati terkait erat dengan keanekaragaman budaya  edukasi generasi muda terhadap KEHATI lokal

2. KONSEP & KAIDAH DASAR (lanjutan) DEFINISI (hasil diskusi DKSHE Fahutan IPB, 2017): “Konservasi keanekaragaman hayati adalah “pengelolaan [manajemen dan governance] keanekaragaman hayati” yang pemanfaatannya dilakukan “secara bijaksana” untuk menjamin kualitas persediaannya, serta tetap memelihara [mempertahankan][menjaga] [memulihkan] keanekaragaman dan meningkatkan nilai [dan fungsinya]”. TUJUAN (hasil diskusi DKSHE Fahutan IPB, 2017): Melestarikan keanekaragaman hayati sebagai penyedia jasa bagi fondasi kehidupan manusia secara lintas generasi dan modal alam bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan.

2. KONSEP & KAIDAH DASAR (lanjutan) SASARAN POKOK(hasil diskusi DKSHE Fahutan IPB, 2017): Prinsip-prinsip konservasi kehati [sejauh memungkinkan] diinklusikan dalam perilaku masyarakat pada tingkat individu, komunitas dan institusi pada tingkat nasional, regional dan lokal. KEHATI dilestarikan sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu menopang pengembangan modal sosial dan pembangunan nasional secara berkelanjutan. Unsur-unsur KEHATI [dapat] dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

3. ARAH PERUBAHAN

3. ARAH PERUBAHAN [Perubahan] UU 5/90 dijadikan pondasi [filosofis dan kerangka pikir] semua UU terkait pemanfaatan sumberdaya tanah/lahan/laut/hutan/alam (UU Pertanahan, UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Minerba, UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Panas Bumi, RUU Perkelapa-sawitan, dan UU Pemerintahan Daerah), karena: Masih terjadi “trade off” antara pengembangan ekonomi dengan upaya melindungi KEHATI dan lingkungan hidup Fakta lapangan  UU yang ada kurang efektif dlm perlindungan KEHATI [ekosistem, spesies dan genetik] serta lingkungan hidup Ketimpangan akses ekonomi bagi masyarakat lokal/adat dan korporasi

3. ARAH PERUBAHAN (lanjutan) Kesepahaman pendefinisian secara cermat terkait batasan konservasi, asas, serta tujuan dan sasaran KEHATI pada tingkat ekosistem, spesies dan genetik serta upaya untuk mencapai tujuan tersebut Penguatan kapasitas masyarakat untuk menjadi mitra dalam pengelolaan KK, termasuk mengakomodasikan hak dan akses terhadap sumberdaya alam secara berkeadilan serta pegembangan pemanfaatan sumberdaya alam/jasa lingkungan secara berkelanjutan. Mengakomodasikan hak dan akses atas sumberdaya alam secara berkeadilan khususnya bagi masyarakat lokal/adat yang berada di dalam atau di sekitar kawasan konservasi.

3. ARAH PERUBAHAN (lanjutan) Pendanaan konservasi adalah tanggung jawab negara dan dalam memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut, negara dapat mengikutsertakan pihak lain dari sumber yang sah dan tidak mengikat. Mengatasi keterlanjuran izin-izin penggunaan kawasan konservasi untuk kepentingan non-konservasi dan keberadaan masyarakat di dalam kawasan konservasi, perlu ditegaskan dan disepakati untuk dapat dipertahankan dengan pengaturan dan syarat tertentu dengan memaksimalkan kemanfaatannya namun tetap menjaga keberlanjutan konservasi keanekaragaman hayati di dalamnya. Menghindarkan istilah yang rancu: [ekosistem] alami, [spesies] asli, dll. Mengakomodasikan berbagai konvensi internasional yg telah diratifikasi

4. PEMBARUAN & PENEGASAN

4. PEMBARUAN & PENEGASAN UU 5/90 Mengelola keanekaragaman, BUKAN hanya keanekaragaman hayati (dalam arti fisik) saja, karena keanekaragaman itu hanya dapat dipertahankan apabila menjadi bagian dari kultur atau sosial-budaya masyarakat serta sistem pendidikan [nasional] yang sejak dini menjadi filosofi dasarnya. Dasar pengelolaan kawasan konservasi juga BUKAN hanya bersumber dari scientific conservation (barat) tetapi juga bersumber dari kearifan lokal. Oleh karena itu perubahan UU 5/90 mempunyai jangkauan yang luas terhadap hal ini.

4. PEMBARUAN & PENEGASAN UU 5/90 (lanjutan) Agar jangkauan itu dapat diwujudkan, dalam perubahan UU 5/90 ini perlu ditetapkan perencanaan pengelolaan ekosistem dan spesies yang dinyatakan secara eksplisit ke dalam RPJMN dan RPJMD atau [setidaknya] isinya menjadi dasar penetapan RPJMN dan RPJMD. Selama 40 tahun terakhir, hutan lindung, disamping sebagai pengatur tata-air, juga menjadi habitat KEHATI penting di Indonesia. Ironinya, hutan lindung ini pengelolaannya tidak menjadi prioritas baik oleh Pemerintah, Pemda, maupun dunia usaha. Oleh karena itu dalam perubahan UU 5/1990, hutan lindung harus menjadi bagian yang diatur dalam UU Perubahan itu.

4. PEMBARUAN & PENEGASAN UU 5/90 (lanjutan) Kepastian fungsi dan status hutan konservasi dan hutan lindung sebagai hutan tetap, diharapkan dapat menjaga perlindungan alam di masa depan, dan fungsi- fungsi itu tidak menjadi polemik dalam pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya apabila dinyatakan terlarang bagi industri ekstraktif/eksploitatif. Terkait dengan wilayah tetap itu, dalam rancangan UU Pertanahan hendaknya disebutkan adanya fungsi tanah/lahan sebagai kawasan konservasi dan lindung. Kawasan konservasi dan lindung ini tidak senantiasanya sebagai hutan negara. Masyarakat, baik secara individual maupun komunal, yang pemilikannya sebagai kawasan konservasi dan lindung, perlu mendapat pendamping dan insentif dari Pemerintah.

4. PEMBARUAN & PENEGASAN UU 5/90 (lanjutan) Di lapangan, baik hutan konservasi maupun hutan lindung telah terdapat penguasaan secara tidak sah, terutama usaha pertambangan, perkebunan kelapa sawit, maupun pemukiman penduduk. Maka perubahan UU 5/1990 ini harus dapat memutuskan atau memberi norma penyelesaian permasahan ini, agar tidak ber-larut-larut.

5. PENUTUP: RTL

5. PENUTUP: RTL Pemerintah maupun DPR-RI membuka seluas-luasnya konsultasi publik agar semua aspirasi atas dasar keragaman kondisi wilayah dan budaya di Indonesia menjadi pertimbangan penting; Terhadap munculnya berbagai versi yang beredar dapat menimbulkan kegaduhan pemahaman bagi publik serta kerancuan publik untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, harus ada pihak/lembaga yang dapat mempertemukan beberapa versi dokumen draft tersebut menjadi hanya satu draft, sehingga pembahasannya lebih fokus dan memudahkan untuk mendapatkan kesepahaman; Dalam hal ini Fakultas Kehutanan IPB ataupun FOReTIKA sebagai forum lembaga pendidikan tinggi kehutanan yang netral dan independen menawarkan diri untuk menjadi mediator. Inisiasi dan pembahasan perubahan UU 5/90 ini telah berlangsung lama, namun pihak yang berwenang sebaiknya memberikan kerangka waktu (batas akhir) penyelesaiannya, sehingga terdapat kejelasan bagi para pihak.

TERIMA KASIH