DEMOKRASI PARLEMENTER & GANGGUAN KEAMANAN XII IPS SMAN 28 JAKARTA
Kehidupan Politik Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 18 April 1951) Kabinet koalisi pimpinan Masyumi Program Kerja Meningkatkan keamanan & ketertiban Konsolidasi penyempurnaan susunan Parlemen Penyempurnaan Angkatan Perang Memperjuangkan masalah Irian Barat Ekonomi rakyat sebagai fondasi ekonomi nasional Hasil Kerja Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia masuk menjadi anggota PBB Perundingan dengan Belanda masalah Irian Barat Kegagalan Masalah kemanan dalam negeri (DI/TII, Andi Azis, APRA & RMS) Kegagalan dalam perundingan masalah Irian Barat membuat Natsir mengembalikan mandat
Kabinet Sukiman ( 26 April 1951 – 1952) Kabinet koalisi Masyumi dan PNI Program Kerja Tindakan tegas untuk menjaga keamanan dan ketertiban Memperbarui hukum agrarian untuk kesejahteraan petani Mempersiapkan pemilu Memperjuangkan Irian Barat ke dalam wilayah RI Hasil Kerja Hambatan kondisi keamanan Perseteruan berbagai elemen politik Permasalahan dengan politik luar negeri Indonesia Kegagalan Penandatanganan Mutual Security Act dengan USA membuat kabinet Sukiman dianggap tidak netral dan memihak Blok Barat sehingga DPR menggugat kebijakan tersebut dan Sukiman mengembalikan mandat
Kabinet Wilopo ( 19 Maret 1952 – 2 Juni 1953) Kabinet koalisi PNI, Masyumi, PSI Program Kerja Mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu Meningkatkan taraf pendindikan, kemakmuran dan keamanan rakyat Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan Belanda Menjalankan politik luar negeri Bebas Aktif Hasil Kerja Mengalami banyak hambatan seperti munculnya sentimen kedaerahan Konflik dalam Angkatan Darat berujung Peristiwa 17 Oktober 1952 (Demonstrasi yang didukung oleh militer akibat campur tangan parlemen dalam urusan militer) Peristiwa Tanjung Morawa, Sumatera Utara (Pengembalian tanah perkebunan pada pengusaha asing diatas tanah yang telah digarap rakyat sejak Zaman Jepang) Kegagalan Mosi tidak percaya dari pihak oposisi dan diakhiri dengan pengembalian mandat
Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955) Koalisi PNI dan NU Program Kerja Mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu Mengatasi gangguan keamanan Melaksanakan politik luar negeri Bebas Aktif Penyelesaian pertikaian politik Pembebasan Irian Barat Hasil Kerja Dibentuknya panitia Pemilu Sukses menyelenggarakan KAA di Bandung Hubungan dengan Cina membaik Kegagalan Memperjuangkan Irian barat ke dalam wilayah RI Munculnya berbagai pemberontakan Konflik ditubuh TNI AD yang terus berlanjut dengan mundurnya A.H. Nasution digantikan Bambang Sugeng
Kabinet Burhaniddin Harahap (Agustus 1955 – 3 Maret 1956) Kabinet dari Partai Masyumi Program Kerja Melaksanakan pemilu secara baik Memberantas korupsi Membenahi konflik intern TNI AD Hasil Kerja Terselenggaranya Pemilu 1955 dengan baik Ditangkapnya Mr.Djody Gondokusumo atas kasus korupsi di Departemen Kehakiman Mengangkat kembali A.H. Nasution sebagai KSAD Dibubarkannya Uni Indonesia Belanda Berhasil menentukan sistem Parlemen Indonesia Kegagalan Komposisi partai pemenang Pemilu yang saling berseteru
Pemilu 1955 Pemilihan Umum diselenggarakan dalam dua tahap, yaitu: Tahap I, tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR Tahap II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante Dalam pemilu 1955 ada 4 partai yang memperoleh suara terbanyak: Masyumi PNI NU PKI My Videos\ppt\Pemilu 1955.flv
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957) Kabinet koalaisi PNI, masyumi, dan NU Program Kerja Memperjuangkan masalah Irian Barat Mempercepat pembentukan daerah otonom di Indonesia Meningkatkan kesejahteraan PNS dan buruh Menyeimbangkan APBN Hasil Kerja Penandatanganan pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno Beralihnya kepemilikan Perusahaan milik Belanda Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai hukum yang berlaku Kegagalan Kekecewaan pemerintahan daerah terhadap pemerintah pusat Munculnya sentimen anti Cina Munculnya gerakan separatis di berbagai daerah
Kabinet Djuanda/Kabinet karya (9 April 1957 – 10 Juli 1959) Disebut Zaken kabinet (kabinet kerja), yaitu kabinet yang disusun berdasarkan keahlian menteri dibidangnya Program Kerja Pembentukan Dewan Nasional Normalisasi keadaan Republik Melancarkan pembatalan hasil KMB Memperjuangkan Irian Barat ke wilayah RI Mengintensifkan program pembangunan Hasil Kerja Pembersihan pejabat yang terbukti korup Melakukan konsolidasi dengan daerah agar tercipta normalisasi keamanan negara Ditetapkannya peraturan kelautan dalam Deklarasi Djuanda Kegagalan Masih banyaknya pemberontakan dan gerakan separatis di daerah
Kegagalan Konstituante menyusun UUD Baru Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil pemilu 1955. mulai bersidang 20 Nopember 1956 untuk menyusun UUD dengan masa kerja tak terbatas Setelah 3 tahun bekerja konstituante gagal membuat UUD baru, disebabkan: Terdapat sikap mementingkan kelompok/parpol yang ada dalam konstituante Tidak ada konsensus diantara 3 kekuatan utama (NASAKOM) Kalangan ABRI mengusulkan agar kembali ke UUD 1945 namun gagal (walaupun setiap voting selalu dimenangkan kelompok yang pro, tetapi tidak memenuhi kuorum 2/3 anggota sehingga hasil voting tidak dapat dilaksanakan )
Kehidupan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Parlementer Pada masa parlementer ditandai dengan kebijakan nasionalisasi ekonomi; Gunting Syarifuddin Menkeu Syarifuddin Prawiranegara memotong uang dengan memberlakukan setengahnya untuk mata uang yang bernilai Rp. 2,50,- ke atas. Untuk merangsang ekspor, nilai tukar rupiah diubah dari 1US$=Rp3,80 menjadi 1US$=Rp7,60 (ekspor), 1US$=Rp11,40 (impor) Korea Boom, yaitu terjadinya peningkatan nilai ekspor hingga 243% akibat adanya perang Korea Pada masa kabinet Sukiman dilakukan Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (diperkuat dengan UU No 11/1953)
Penandatanganan UU Pembatalan KMB (3 Mei 1956) Hal ini berakibat berpindahnya aset modal pengusaha Belanda ke tangan pengusaha non Pribumi (etnis Cina) Sistem ekonomi Gerakan Banteng, yaitu sebuah gagasan dari Dr. Sumitro Joyohadikusumo untuk melakukan pembangunan ekonomi baru (mengubah struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional) Sistem Ekonomi Ali - Baba (Ali = pengusaha pribumi, Baba = pengusaha non pribumi) Untuk dapat memajukan ekonomi pengusaha pribumi harus bekerja sama dengan pengusaha non pribumi Kongres Nasional Importir Indonesia, pada 19 Maret 1956 mengeluarkan kebijakan “Gerakan Asaat” Gerakan untuk mendorong pemerintah melindungi pengusaha pribumi agar berdaya saing terhadap pengusaha non pribumi
Berbagai Gangguan Keamanan Gerakan DI/TII Pendiri: S.M. Kartosuwirjo Tujuan: Mendirikan Negara Islam Indonesia dengan kekuatan senjata (maka dibentuk Tentara Islam Indonesia) DI/TII berawal di Jawa Barat dan meluas sampai Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan
DI/TII di Jawa Barat Latar Belakang: Penandatanganan Perjanjian Renville membuat RI harus menarik pasukan dari wilayah yang dikuasai Belanda S.M. Kartusuwiryo dan pasukannya menolak persetujuan Renville & tidak mengakui keberadaan RI. Pada 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia Untuk menghadapi Gerakan DI/TII pemerintah menjalankan strategi “Perang Wilayah”, yaitu memobilisasi rakyat untuk membantu TNI dengan taktik pagar betis. Pada 4 Juni 1962 Kartosuwiryo dan pengikutnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Foto-foto Eksekusi Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Pulau Ubi
(2) DI/TII Jawa Tengah Pemimpin : Amir Fatah & Kyai Sumolangu Amir Fatah bertugas mengatur penggabungan laskar ke dalam TNI, sehingga dapat berkenalan dengan anggota laskar. Amir Fatah membujuk anggota laskar berbalik arah mendukung DI/TII S.M kartosuwiryo Pusat kekuatan DI/TII Jawa Tengah berada di Tegal, Brebes, Kebumen Pada tahun 1954 DI/TII Jawa Tengah dapat ditumpas
(3) DI/TII Sulawesi Selatan Pemimpin : Kahar Muzakar Latar Belakang : Keinginan Kahar Muzakar agar seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan yang dibentuknya dimasukkan ke dalam TNI tetapi tidak disetujui pemerintah Pada Agustus 1951 Kahar Muzakar dan pasukannya melarikan diri ke hutan. Pada 7 Agustus 1953 Kahar Muzakar bergabung dengan NII Kartosuwiryo Operasi penumpasan DI/TII memakan waktu lama karena: a. menanamkan rasa kesukuan sehingga berakar di hati rakyat b. mengenal sifat rakyat setempat c. dapat memanfaatkan alam yang sangat dikenalnya Pada 3 Februari 1965 Kahar Muzakar tertembak mati dalam sebuah kontak senjata & DI/TII di Sulawesi Selatan dapat ditumpas
(4) DI/TII Aceh Pemimpin : Daud Beureueh (Gubernur Aceh) Latar Belakang: kekecewaan rakyat terhadap penurunan status Daerah Istimewa Aceh menjadi karesidenan dalam Propinsi Sumatera Utara Pada 21 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang isinya Aceh bagian NII Kartosuwiryo Atas inisiatif Kol. Jasin diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17 – 28 Desember 1962. Akhirnya tercapai kesepakatan & pemberontakan dapat diselesaikan dengan baik
(5) DI/TII Kalimantan Selatan Pemimpin : Ibnu Hadjar Kesatuan Rakyat Jang Tertindas (KRJT) melakukan penyerangan ke pos-pos TNI Ibnu hajar sempat menyerahkan diri, namun setelah merasa kuat kembali membuat kekacauan dengan bantuan Kahar Muzakar & Kartosuwiryo Pada tahun 1954 Ibnu hajar diangkat menjadi Panglima TII wilayah Kalimantan TNI menggunakan operasi militer untuk menumpas gerakan tersebut. Pada tahun 1959 Ibnu Hajar berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati
B. PKI Madiun 1948 Pemimpin : Musso Latar Belakang: Kekecewaan terhadap kabinet Hatta yang tidak mengikutsertakan golongan sosialis komunis Kedatangan Musso dari Moscow membawa kebijaksanaan Jalan Baru Musso yang nerupakan politik kerjasama antara orang komunis dan politik anti imperialis di bawah pimpinan kaum komunis. Musso menentang kabinet Hatta yang dianggapnya telah menjual bangsa Indonesia kepada pihak imperialis/kapitalis Belanda Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR)
Pada 18 September 1948, FDR/PKI mengambil alih kekuasaan di Madiun dan pati lalu memproklamasikan berdirinya Republik Soviet Indonesia. Pemerintah bertindak menumpas pemberontakan PKI dengan melancarkan Gerakan operasi militer di bawah pimpinan Kolonel A.H Nasution Pada 30 September 1948 Madiun berhasil direbut kembali, Musso berhasil ditembak mati. Sementara tokoh-tokoh lain seperti Amir Syarifuddin ditangkap dan dihukum mati.
C. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Pemimpin : Kapten Raymond Westerling Tujuan : mempertahankan kepentingan Belanda melalui negara boneka ciptaannya dalam sistem negara federal Pada 23 Januari 1950 pasukan APRA menyerbu kota Bandung dan menduduki kantor staf Divisi Siliwangi Langkah yang diambil Pemerintah RIS : mengirim bantuan pasukan ke Bandung mengadakan perundingan dengan komisaris tinggi Belanda di Jakarta. Hasilnya Komandan Pasukan Belanda mendesak Westerling meninggalkan Bandung Pada sore hari itu juga pasukan APRA berhasil dilumpuhkan, Westerling sendiri berhasil melarikan diri. Peristiwa APRA menjadi salah satu sebab dibubarkannya negara Pasundan
D. Pemberontakan Andi Azis Pemimpin : Kapten Andi Azis (mantan KNIL) Latar belakang: Suasana panas kota Makassar akibat demonstrasi pro/kontra anti negara federal & isu ditempatkannya pasukan dari Jawa di bawah pimpinan H.V Worang akan mendesak Andi Azis dan pasukannya Pada 5 April 1950 Pasukan Andi Azis menyerang dan menduduki kota Makassar. Setelah itu Andi Azis mengeluarkan ultimatum, yaitu: Negara Indonesia Timur harus tetap dipertahankan agar tetap berdiri menjadi bagian dari RIS. Tanggung jawab keselamatan daerah NIT agar diserahkan kepada pasukan KNIL yang telah masuk menjadi anggota APRIS. TNI yang bukan berasal dari KNIL tidak perlu turut campur. Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta supaya tidak mengizinkan NIT dibubarkan dan bersatu dengan Republik Indonesia
Pemerintah RIS mengeluarkan ultimatum : Andi Azis melakukan lapor diri ke Jakarta dalam tempo 4 X 24 Jam Pasukannya dilarang keluar dari asrama dan senjatanya diserahkan kepada APRIS Karena ultimatum tidak dipenuhi, maka pasukan gabungan APRIS dibawah pimpinan Kolonel A.E Kawilarang dikerahkan ke Sulawesi Selatan Angkatan Laut mengerahkan kapal perang Hang Tuah, Banteng, dan Rajawali. Angkatan Udara membantu dengan beberapa pesawat pembom B-25 Mitchell. Pada 15 April 1950, Andi Aziz menyerah dan di bawa ke Jakarta. Pasukan Andi Aziz dibubarkan dan NIT melebur ke dalam RI. Sementara itu tokoh yang tidak setuju ide pembubaran NIT bergabung dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan
E. Republik Maluku Selatan Pendiri : Mr. Dr E. Republik Maluku Selatan Pendiri : Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil Pada tanggal 24 April 1950 diproklamasikan Republik Maluku Selatan. Pemerintah mengirimkan tokoh asal maluku seperti dr. Leimena namun gagal. Soumokil bahkan meminta pengakuan dari Belanda, USA dan UNCI
Pemerintah RIS mengirim operasi militer di bawah pimpinan Kolonel A Pemerintah RIS mengirim operasi militer di bawah pimpinan Kolonel A.E Kawilarang Pada 3 Nopember 1950 pasukan APRIS mendarat di Ambon untuk merebut Benteng Nieuw Victoria. Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran tersebut. Akhirnya Kota Ambon dapat dikuasai dan perlawanan RMS dapat di lumpuhkan Sisa gerakan RMS melarikan diri ke Negeri Belanda
F. Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) Latar belakang: Kondisi politik sistem parlementer tidak mantap Kabinet tidak bertahan lama/jatuh sebelum melaksanakan program-programnya Jabatan penting dan strategis diduduki oleh orang yang tidak berkompeten (ditentukan oleh hubungan primordial & kepartaian) Reuni Dewan Banteng menyepakati bahwa proses pembangunan, potensi dan kekayaan daerah akan digali semaksimal mungkin berdasarkan otonomi daerah yang seluas-luasnya
Letkol. Acmad Husein (ketua Dewan Banteng) memutuskan untuk mengambil-alih pemerintah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo dengan alasan tidak berhasil membangun daerah Sumatera Tengah Di Sumatera Selatan dibentuk Dewan Garuda yang menuntut otonomi seluas-luasnya, dipertahankannya Dwitunggal Soekarno-Hatta, meminta Kepala Daerah Sumatera Selatan Winarno Danuatmojo untuk menyerahkan kekuasaannya Di Indonesia Timur Letkol. Sumual memproklamsikan Permesta yang meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Letkol Sumual menyatakan Indonesia bagian timur dalam bahaya sehingga pemerintahan diambil alih oleh militer.
Untuk meredakan pergolakan di daerah diadakan MUNAS & MUNAP yang bertujuan membahas usaha pembangunan sesuai kondisi daerah. Pada 30 Nopember 1957 terjadi usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Cikini Pada 10 Februari 1958 Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum agar kabinet Djuanda mundur dalam jangka waktu 5 X 24 Jam Pemerintah bertindak tegas dengan memecat tidak hormat Acmad Husein dan tokoh peminpin Dewan Banteng lainnya (perwira TNI AD). KSAD A.H Nasution membekukan KODAM Sumatera Tengah & menempatkannya langsung di bawah KSAD Pada 12 Februari Acmad Husein memproklamasikan berdirinya PRRI dengan Sarifudin Prawiranegara sebagai PM
Pada 17 Februari 1958 Proklamasi PRRI mendapat dukungan dari Kolonel D Pada 17 Februari 1958 Proklamasi PRRI mendapat dukungan dari Kolonel D.J Somba Pemerintah pusat bertindak tegas dengan melakukan operasi militer gabungan SaptaMarga di bawah pimpinan Jendral Ahmad Yani Pada 14 Mei 1958 pusat pertahanan pemberontak di Bukittinggi berhasil dihancurkan Pemerintah juga bertindak tegas terhadap gerakan Permesta dengan memecat Kolonel Somba Pemberontakan PRRI/Permesta dapat dilumpuhkan pada bulan Agustus 1958 Penyelesaian PRRI/Permesta juga dilakukan melalui jalur perundingan dengan pimpinan pemberontak. Pemerintah memberikan amnesti dan abolisi kepada para anggota gerakan PRRI/Permesta yang kembali pada pemerintah RI