TUJUAN HUKUM PERTEMUAN - 05
PENDAPAT PARA AHLI Wirjono Prodjodikoro Di dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”, mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri para anggota masyarakat masing-masing. Hawa nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan supaya segala keinginannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antar macam-macam kepentingan para anggota masyarakat. Akibat tersebut masyarakat menjadi goncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud dari tujuan hukum, maka hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu di dalam masyarakat.
Subekti Dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan”, mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”. Menurut Subekti, keadilan berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan dan kecakapan untuk meraba dan merasakan keadaan adil itu.
Keadilan digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, yang apabila melanggar menimbulkan kegelisahan dan guncangan.
Apeldoorn Menyatakan bahwa hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
Menurut Achmad Ali, tujuan hukum dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yaitu: Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau yuridis-dogmatik, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada kepastian hukumnya. Dari sudut pandang filsafat hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatannya.
Tujuan hukum diklasifikasikan ke dalam2 (dua) kelompok teori, yaitu : Tujuan Hukum menurut Ajaran Konvensional Teori Etis; Teori Utilitis; dan Teori Normatif-Dogmatik. Tujuan Hukum menurut Ajaran Modern Teori Prioritas Baku; dan Teori Prioritas Kasuistis.
AJARAN KONVENSIONAL Ketiga ajaran konfensional yaitu teori etis, teori utilitis, dan teori normatif-dokmatik tersebut dapat kita nilai sebagai ajaran yang ekstrem, karena ketiga-tiganya menganggap tujuan hukum hanya semata-mata satu tujuan saja. Teori etis menyatakan bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Teori utilitis menyatakan bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga. Teori normatif-dogmatik menyatakan bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.
Teori Etis Menurut teori etis, tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan. Teori etis menekankan bahwa hukum semata-mata untuk mencapai keadilan, dimana hukum berisikan pada adanya keyakinan yang etis tentang apa yang adil dan tidak adil. Fokus utama dari teori ini adalah mengenai hakikat keadilan dan norma untuk berbuat secara konkret dalam keadaan tertentu.
Yang menjadi masalah dari aliran ini adalah karena luasnya ruang lingkup keadilan. Tidak ada definisi keadilan yang jelas dari semua pakar yang menganut aliran ini.
Salah satu penganut teori ini adalah Aristoteles yang membagi keadilan dalam dua jenis, yaitu: Keadilan distributif, yaitu suatu keadilan yang memberikan setiap orang didasarkan atas jasa- jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
Di sini pengertian keadilan bukan berarti persamaan melainkan perbandingan. Contoh : seorang bekerja dapat upah Rp.1.000,- per jam, maka ia akan mendapatkan upah Rp.5.000,- apabila bekerja selama 5 jam.
Keadilan kumulatif, yaitu suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan kumulatif berperan pada tukar menukar. Antara barang yang ditukar hendaknya sama banyaknya atau nilainya. Keadilan kumulatif lebih menguasai hubungan antara perorangan.
Contoh : dalam organisasi perusahaan, ada beberapa bagian : Bagian personalia Bagian umum Bagian keuangan, terbagi dalam seksi kas, deposito, dan jasa Dst. Pada seksi kas, pagi-pagi sebelum kantor dibuka telah menyiapkan surat-surat, blanko-blanko, formulir-formulir, buku-buku, pada jam kerja sampai tutup kantor, ia sibuk sekali melayani mengadakan penyelesaian administratif serta menyusun daftarlaopran-laporan dan penutupan kas. Di seksi lain, seperti deposito dan jasa mempunyai kesibukan yang sederhana. Karena petugas tersebut sama-sama berpangkat kepala seksi, maka gajinya sama besarnya tanpa mengingat berat ringannya pekerjaan
Keadilan menurut Aristoteles bukan berarti penyamarataan, atau tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.
Teori Utilitis Menurut teori ini, tujuan hukum adalah semata- mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan bagi warga masyarakat. Pandangannya didasarkan pada falsafah sosial bahwa setiap warga masyaraat mencari keadilan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. Teori utilitis menekankan pada tujuan hukum dalam memberikan kemanfaatan/faedah kepada orang terbanyak dalam masyarakat.
Penganut teori ini adalah Jeremy Betham, yang mmengatakan bahwa hukum bertujuan semata- mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan.
Teori Normatif-Dogmatik Menurut teori ini, tujuan hukum pada dasanya hanya untuk menciptakan kepastian hukum. aliran ini bersumber dari pemikiran positivistis di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut teori ini hukum tidak lain hanyalah kumpulan aturan. Menurut teori ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum bisa terwujud. Hukum identik dengan kepastian.
Contoh : Barang siapa… yang mengambil barang orang lain, dengan maksud memiliki dengan cara melawan hukum, dapat dihukum …. (Pasal 369 KUHP) Perkataan barang siapa pada pasal itu menunjukkan pengaturan yang umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.
Penganut teori ini antara lain adalah Van Kan, yang berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Hukum bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi haikim sendiri. Tetapi tiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.
AJARAN MODERN Selain ketiga ajaran konvensional, dikenal juga ajaran moderen yang dirasakan lebih maju daripada ajaran konvensional, dengan menerima ketiga-tiganya menjadi tujuan hukum, tetapi dengan prioritas tertentu. Persoalan prioritas inilah yang kemudian membedakan antara: Teori Prioritas Baku; dan Teori Prioritas Kasuistis.
Teori Prioritas Baku Salah seorang filsuf hukum Jerman yang bernama Gustav Radbruch adalah orang yang mengajarkan konsep tiga unsur dasar hukum, yang oleh sebagian pakar disebut sebagai tiga tujuan hukum, yaitu : Keadilan; Kemanfaatan; dan Kepastian hukum. Menurt Radbruch, ketiga unsur tersebut merupakan tujuan hukum secara bersama-sama, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Radbruch menyatakan bahwa kita harus selalu menggunakan asas prioritas dimana prioritas yang pertama adalah keadilan, kedua adalah kemanfaatan dan yang ketiga adalah kepastian. Teori inilah yang disebut Prioritas Baku. Dalam teori ini, jika hakim harus memilih antara keadilan dan kemanfaatan, maka ia harus mendahulukan keadilan. Demikian juga jika harus memilih kemanfaatan dengan kepastian, maka harus mendahulukan kemanfaatan.
Teori Prioritas Kasuistis Teori ini adalah pengembangan dari aliran prioritas baku. Menurut aliran ini, tujuan hukum harus diprioritaskan sesuai kasus yang dihadapi. Misalnya pada kasus A yang diprioritaskan adalah kepastian hukumnya, pada kasus B adalah kemanfaatannya, dan pada kasus C adalah keadilannya, dan begitupun sebaliknya. Teori inilah yang disebut Prioritas Kasuistis.