Microorganisms 3 domain (primary lines of descent): Archaea (formerly termed “Archaebacteria”) Bacteria (formerly termed “Eubacteria”) Eucarya (formerly termed “Eukaryotes”) Microbes: protist, algae Higher organisms (macroscopic life): Plant Animal Fungi The diversity of the microbial life is the result of genetic mutation and environmental adaptation over ~3.5 billion years
Beberapa Contoh Pengelompokan Lama Organisma hidup
Monera Organisma bersel satu Bersifat prokariotik Tidak memiliki nukleus membran Seluruh organelnya dilindungi oleh membran sel Ribosomnya tidak terikat membran Memiliki DNA sirkuler Seluruh monera adalah bakteri Terdiri: Filum bakteri Filum cyanobakteri
Protista Organisma eukariotik Sebagian besar uniseluler Ada yang poliselular Terdiri: Protozoa dan Algae Filum Rhizopoda (Amoeba) Filum Apicomplexa (Sporozoa) Filum Ciliophora (Ciliata) Filum Euglenophyta Filum Oomycotina Filum Bacillariophyta (Diatomae) Filum Chrissophyta (Ganggang emas) Filum Rhodophyta (Ganggang Merah) Filum Chlorophyta (Ganggang hijau) Filum Phaeophyta (Ganggang Coklat)
Plantae Tumbuhan Organisma multiselular Eukariotik Dapat berphotosintesis (autotrof) Dibagi: Divisi Bryophyta (tumbuhan non-vaskular) Divisi Pterophyta (paku, vaskular/pembuluh) Divisi Pinophyta (conifers, berpembuluh sejati) Divisi Magnoliophyta (tumbuhan bunga)
Fungi Orrganisma eukariotik Organisma multiselular (kecuali ragi; uniselular) Sebagian besar mempunyai filamen Punya banyak inti Tidak punya kloroplas Heterotrof (tidak dpt membuat makanan sendiri) Tidak punya sistem pencernaan Punya sistem penyerapan makanan shg hidup dg memakai sisa-sisa organisma mati Dibagi: Divisi Zygomycotina (siklus hidup seksual) Divisi Ascomycotina (konidia: spora yang tidak berasal dari sporangia) Divisi Basidiomycotina
Animalia Hewan Eukariotik Multiselular Heterotrof
Archaea Its distinction from the domains bacteria and eucarya based on rRNA sequence information Archaeal cell membranes are unique in being composed of lipids which lack of fatty acids, having instead hydrocarbons called isoprenes. The membranes have ether linkages between lipids and glycerol molecules, while bacteria and eucarya both have ester linkages (Zillig, 1991).
PENDAHULUAN Perkembangan klasifikasi bakteri Kultur murni Bergey’s manual Numerical taxonomy Metode modern Mengapa bakteri diklasifikasi Klasifikasi alami Klasifikasi artifisial Tujuan klasifikasi Other qualities Nomenklatur (the handmaid of taxonomy) Konsep spesies dan “lower ranks” Genera dan “higher ranks” Stabilitas nama Tipe Kultur “Valid publication” Kuliah ini, intinya membahas sistematik Prokariot, karena sistematik prokariot ini sangat banyak, luas dan komplek dan merupakan ilmu sendiri.
Perkembangan Klasifikasi Bakteri Michel Adanson’s proposal (1764) untuk klasifikasi secara alami berdasarkan banyak karakter dan kesombongannya/keyakinannya dalam menyusun sistem itu telah menimbulkan konflik dengan Carl von Linne (Linnaeus) yang telah menyusun sistem untuk plant, animal dan minerals. Linnaeus meragukan nilai dari mikroskop dan oleh karena itu dia tidak dapat mengklasifikasikan “animalcules” (yaitu mikroba yang menyerupai animal yaitu organisme mikroskopik seperti amoeba yang dapat berpindah-pindah, makan mikroba lain dan menyerupai animal dalam beberapa cara yang lain) yang dideskripsikan oleh Antonie van Leeuwenhoek dan peneliti lain. Linnaeus menempatkan “animalcules” semuanya dalam kelas invetebrata dan dia menamakannya “Chaos” (the shape of matter before it was reduced to order Kebanyakan mikroskopist pada abad 17 dan 18 tidak mencoba untuk mengklasifikasikan “infusion animalcules”yang mereka amati dan sering mendeskripsikannya sangat rumit sekali. Penelitian yang dipublish pada tahun 1773 dan 1774 oleh Otto Muller (Denmark) peneliti pertama yang mencoba menyusun sistematik “animalcules” tetapi dia tidak membuat perbedaan yang jelas antara protozoa dan bakteri. Namun kemudian di tahun 1786, dia membuat /menciptakan 2 genus yaitu Monas dan Vibrio yang merupakan bakteri dan mendeskripsikan bentunya secara detail dab tipe bakteri yang elongated.
Pada tahun 1838, Christian Ehrenberg melanjutkan nomenklatur Muller dan menambahkan “the helical bacteria”. Pada saat melakukan nomenklatur, saat itu hanya mempunyai mikroskop dengan kemampuan terbatas sehingga banyak group bakteri yang dideskripsikannya sekarang tidak dapat dikenali. Selain itu, dia menciptakan nama genus dan species seperti: Spirochaeta plicatilis dan Spirillum volutans dimana nama tersebut masih digunakan sekarang ini. Peneliti-peneliti selanjutnya membuat klasifikasi yang lebih sederhana dan simple, tetapi semua sistematik bakteri awal ini disusun berdasarkan morfologi mikroskopik dan diasumsikan bahwa bentuknya selalu tetap tidak berubah karena pada saat itu teori “spontaneous generation” dan teori ‘pleomorphism (no constancy of form) masih dipelajari dan “the germ theory of disease” belum ada dan dibuktikan”.
Pada thn 1870 an, Ferdinand Cohn menyatakan teori bahwa bentuk bakteri tetap dengan mengabaikan kondisi lingkungan dan memperkenalkan keberadaan diversitas bakteri yang luas dengan mempertimbangkan bahwa bakteri membentuk sebuah grup khusus (nyata) yang tidak berhubungan sama sekali/ tidak ada hubungannya sama sekali dengan fungi tetapi mempunyai afinitas yang dekat dengan “blue-green algae”. Dia mengelompokkan bakteri dalam 6 bentuk genus, dimana dia percaya pada bakteri alami dan banyak spesies yang sementara, tetapi disisi lain dia percaya bahwa fisiologi, produk dan patogenisitas organisma dengan bentuk sama mungkin berbeda, sehingga dia menggunakan beberapa sifat-sifat ini dalam melakukan pembagian “sub-divisi” dalam genera tsb. Dalam Bacilus, dia menempatkan B. subtilis (yang mempunyai spora sebagai bentuk yang persistent) dan B. anthracis yang mempunyai spora juga. Berdasarkan bakteri ini, maka Robert Koch (1876) dapat membuktikan “the germ theory of disease”. Dan kemudian dari penelitiannya tentang “infectious diseases”, Koch kemudian menyimpulkan bahwa bentuk bakteri patogen yang berbeda pasti dianggap sebagai “distinct and constant spesies”.
Setelah the foundation of medical mycology menemukan beberapa penyakit di1840-an termasuk kolera dan campak yang berhubungan dengan fungi yang dilakukan oleh beberapa peneliti, Cohn kemudian menggunakan metode defective dan mendapatkan bahwa bakteri hanya merupakan langkah-langkah/tahap-tahap dalam perkembangan fungi dan bahwa perubahan-perubahan kondisi lingkungan mengubah morpologi bakteri. Thn 1882, Edouard Buchner meng-klaim bahwa terjadi konversi (perubahan) dari B. subtilis menjadi B. anthracis dengan cara melakukan “shaking” terhadapnya dalam media pada suhu berbeda.
1. Kultur Murni (Pure cultures) Konsep spesies bakteri menimbulkan ide bahwa kultur murni munking bisa diperoleh. Menjelang th 1872, Joseph Schroeter (Kolega dari Cohn) telah mengkultivasi beberapa koloni murni dari bakteri kromogenic (termasuk organisma yang menghasilkan pigmen violet yang sekarang ini secara tidak formal disebut sebagai “chromobacteria”) dengan menggunakan bermacam-macam “starchy foods, telur dan daging, dan thn 1878 Joseph Lister mendapatkan sebuah kultur murni dari “milk-souring organism” dengan cara pengenceran.
Koch telah mengubah dari menggunakan “animal passage” untuk purifikasi strain patogen menjadi menggunakan plate media kultivasi yang dipadatkan dengan gelatin yang selanjutnya diganti dengan agar dan metode ini dia publish pada awal tahun 1880. Jadi saat mulai abad keemasan mikrobiologi, bakteri sekarang dapat diisolasi secara rutin dengan cara “streak dilution culture” dan saat Perkins melakukan penelitian thn 1928, prinsip studi kultur murni menghasilkan sebuah ledakan penyelidikan yang tiba-tiba yaitu dikatakan merupakan bulan yang hilang dimana suatu organisma baru tidak dapat dideskripsikan, dikatalogkan, disimpan untuk masa depan dan ini menimbulkan perkembangan dalam bermacam-macam test karakterisasi seperti misalnya: Test Voges-Proskauer (1898) untuk acetylmethylcarbinol, Test Methyl-red (1915) untuk produksi asam berlebih dari glukosa, test untuk cytochrome oxidase (1928) dan test hidrolisis urea (1946).
Akhirnya, banyak peneliti mengembangkan klasifikasi mengikuti konsep “Cohn” yang menganggap bahwa organisma “spherical” (cocci) sebagai bentuk primitif dan mereka menekankan pada karakter morfologi (terutama pada bentuk dan ukuran sel, penyusunan dan keabsenan flagela, produksi spora) dalam pembagian bakteri yang lebih tinggi. Pendekatan menggunakan konsep Linnaean menyebabkan kebingungan: suatu contoh B. subtilis dan B. anthracis diletakkan bersama-sama sebagai “pembentu spora” atau penempatan yang berbeda dalam genus yang terpisah untuk bakteri batang yang motile dan yang inmmotile.
Abad 20, kemudian Orla-Jensen (Reports of Society of American Bacteriologists’ Committee on Bacterial Classification and Nomenclature 1917 and 1920) melaporkan bahwa karakteristik fisiologi seperti pertumbuhan aerobik dan anaerobik menjadi sangat luas digunakan dalam mendeskripsikan genus.
2. Bergey’s Manual Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology diterbitkan tahun 1923 yang ditulis untuk memberikan kunci identifikasi modern, tetapi hanya sedikit yang didasarkan pada pengalaman langsung dari organisma dan edisi pertama dan 5 edisi selanjutnya sangat sulit untuk digunakan di laboratorium kecuali jika organisma sudah diidentifikasi dalam level genus. Dalam edisi berturut-turut dan tanpa adanya “usable fossil record”, pendekatan “quasi-evolutionary” untuk penyusunan plants dan animal diadopsi. Kemudian pada edisi 7 (terbit 1957), fotoautotrof dianggap sebagai bentuk yang paling primitif dan “rickettsias” (tempat melekatnya virus) dianggap sebagai bentuk yang paling advanced.
Pada edisi 8 (terbit 1974), pendekatan yang digunakan tidak lagi “justifiable” dan genus yang kadang-kadang dikelompokkan dalam family disusun dalam 19 bagian. Sebagian dari 19 bagian ini didasarkan pada karakter-karakter yang sudah ditentukan dan diberikan nama umum seperti ‘Gram-positive cocci” dan untuk alasan ini hubungan secara evolusi tidak dapat diprediksi lagi. Sebagai gantinya, subdivisi sementara dari Kingdom prokariot diberikan/diciptakan dimana proposal-proposal pengenalan kingdom organisma telah dibuat sejak akhir tahun 1930 yang selanjutnya didukung oleh mikroskop (termasuk mikroskop elektron dan studi molekuler).
Untuk saat ini, telah terbit Bergey’s Manual yang baru yaitu”Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology edisi kedua (2005) dengan penerbitnya adalah Springer yang dibagi menjadi 4 buku sbb: Volume One: The Archaea and the Deeply Branching and Phototrophic Bacteria Volume Two: The Proteobacteria, Part A Introductory Essays Volume Two: The Proteobacteria, Part B The Gammaproteobacteria Volume Two: The Proteobacteria, Part C The Alpha-, Beta-, Delta-, and Epsilonproteobacteria
3. Taksonomi numerik Saat bermacam-macam metode untuk mengkarakterisasi bakteri meningkat, sistematik bakteri sangat kurang dalam hal pendekatan secara kuantitatif dalam mengklasifikasi. Tahun 1957,Peter Sneath melakukan revolusi dengan menerbitkan 2 paper dengan judul: “Some Thoughts on Bacterial Classification” dan The Application of Computers to Taxonomy” (Taksonomi merupakan ilmu klasifikasi dan sering digunakan sebagai sinonim untuk klasifikasi). Dia mendeskripsikan metode numerik dalam pengelompokan bakteri dengan menggunakan chromobacteria bersama-sama dengan beberapa bakteri batang gram negatif.
Publikasi selanjutnya yaitu 2 buku (1963 dan 1973) yang ditulis bersama-sama dengan Robert Sokal, dia merangkum posisi fundamental taksonomi numerik (yaitu pengelompokan dengan metode numerik “taxonomic unit” yang didasarkan pada keadaan karakternya) yang pada prinsipnya mengacu pada “neo-Adansonian” yaitu memasukkan kebutuhan untuk pembobotan yang sama untuk semua karakter. Perkembangan yang pesat dan adanya kemajuan komputer memungkinkan penyatuan/integritas dari berbagai macam tipe data yang berbeda ke dalam proses klasifikasi yang selanjutnya sangat menguntungkan bila ditinjau dari isi informasinya yaitu informasinya menjadi lebih besar dan pengenalan yang lebih objektif dari group atau taxa. Jadi realisasi dari ide-ide Adanson setelah 200 tahun tergantung sekali pada datangnya perhitungan secara elektronik (komputerisasi).
4. Metode-metode Modern Periode dimana perkembangan taksonomi numerik sangat pesat diikuti juga dengan pesatnya perkembangan kemotaksonomi (yaitu aplikasi teknik analisis secara biokimia modern yang merupakan metode pemisahan elektroforesis dan kromatografi) untuk mempelajari distribusi zat kimia spesifik seperti asam amino, protein dan lipida dari bakteri. Selain itu, yang paling menarik adalah mempelajari asam nukleat dan proses sekuensingnya (yang langsung dan cepat). Data dari eksperimen reasosiasi DNA-RNA dan sequencing protein dan dari metode perbandingan dan penyimpulan sekuensing molekul rRNA (yang berkembang dengan lambat sehingga sekuensing dasar dari banyak cistron sangat terpelihara) telah digunakan seperti halnya “bacterial fossil record” (tapi tanpa unit waktu) untuk memfasilitasi konstruksi filogeni prokariot (genealogical trees) dimana ini sangat berbeda dari filogeni prokariot yang disimpulkan dalam Bergey’s Manual Edisi 7.
Pertama dari 4 volume Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (terbit 1984) yang disusun dalam bagian-bagian seperti bagian Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology Edisi 8 dimana isinya bertujuan untuk merevisi taxa prokariot yang lebih tinggi yang konsisten dengan informasi filogeni yang tersedia. Semakin jelas bahwa kebanyakan klasifikasi bakteri yang dulu atau yang ada {yaitu yang berdasarkan pada karakter fenotip (ekspresi genotip yang dapat teramati) dengan gambaran untuk dapat menyediakan skema identifikasi} sangat tidak berkorelasi dengan “evolutionary relationship” yang tampak antara taxa yang lebih tinggi. Permasalahan saat ini yang dihadapi oleh taksonomist adalah bagaimana mengkonstruksi satu skema yang praktis yang mampu memasukkan informasi baik fenotip maupun genotip. Untuk alasan ini, studi taksonomi polifasik (polyphasic: yaitu menggunakan rentang antara pendekatan genotip dan fenotip) sekarang sudah sangat luas dan umum digunakan.
Mengapa Bakteri Diklasifikasi? Dalam menangani jumlah yang banyak dari objek informasi, sistem penyusunan secara teratur dan efisien sangat dibutuhkan untuk maksud penyimpanan and akses data. Sistem yang demikian juga sangat diperlukan dalam klasifikasi dalam penelitian scientifik. Suatu contoh, buku dapat dikelompokkan berdasarkan pengarang, subjek, judul atau kombinasi dari ketiganya.Tanpa sistem tsb, perpustakaan tidak akan punya arti dan tidak dapat digunakan dan akses informasinya tidak efisien. Dalam bakteriologi, klasifikasi adalah cara membuat rangkuman pengetahuan kita tentang prokariot dan membuat katalog tentang pengetahuan tersebut. Jadi, saat informasi ini berkembang secara konstan dan dengan cepat, maka klasifikasi juga akan berkembang dan menjadi bernilai sangat penting yaitu bahwa klasifikasi suatu organisma akan selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Klasifikasi prokariot dibagi menjadi 2 jenis yaitu: Alami (natural) Artifisial (untuk maksud khusus)
1. Klasifikasi Alami (natural/logical) Sam Cowan (1978) menyatakan bahwa biologist harus menyesuaikan diri kepada tingkah laku dari benda hidup dan tidak mengharapkan eksperimen untuk dapat diulang persis (exactly) seperti sebelumnya, seperti halnya cuaca yang tidak dapat diprediksi. Berdasarkan pernyataan ini, jika kita mengatakan bahwa klasifikasi adalah logik, maka kita tahu bahwa itu bukan klasifikasi unit biologi, sementara jika kita mengatakan bahwa klasifikasi itu sebuah upaya/usaha maka kita akan siap untuk mendapatkan keganjilan dari eksperimen seorang biologist yang selalu bekerja dengan unit-unit dari ciptaannya sendiri yaitu: bakterologist pasti dan harus tidak pernah lupa bahwa genus dan spesies merupakan konsep artifisial dan bahwa bakteri sulit untuk diklasifikasi.
Pada masa awal era Darwin, teori Aristotle banyak digunakan dan ide untuk mengklasifikasi biasanya berdasarkan pada hal “essential nature” dengan subdivisi yang diulang-ulang, tetapi setelah Darwin menerbitkan teori evolusinya (dengan menggunakan data fosil) maka teori Darwin ini menjadi populer digunakan. Namun demikian, aplikasi metode filetik (phyletic: berhubungan dengan garis keturunan evolusi dari perkembangan spesies organisma= filogenetik) untuk klasifikasi bakteri sangat tidak praktis karena: tidak adanya bukti fosil yang dapat digunakan kurangnya informasi tentang tingkat evolusi yang konvergen kesederhanaan morfologi bakteri Luasnya variasi biologi yang terjadi pada saat reproduksi organisma yang berlangsung cepat sebagai hasil dari mutasi, adaptasi dan transfer gen lateral.
Sampai saat ini, klasifikasi bakteri alami yang paling banyak digunakan adalah phenetic=fenetik (sistem klasifikasi organisma berdasarkan keseluruhan persamaan yang teramati sebagai pengganti dari hubungan kekerabatan atau filogenetik) yaitu dalam hal ini pengamatan dari fenotip dan genotip berdasarkan pada bermacam-macam sifat yang dianalisis dengan menggunakan metode numerik dan tidak mencoba untuk melibatkan hubungan kekerabatan (evolutionary relationship). Grup/kelompok ini disebut “polythetic” yaitu mereka terbentuk dari anggota-anggota yang mempunyai bermacam karakter umum dan mereka sangat toleran terhadap beberapa karakter khusus sebagai hasil dari variasi biologi.
2. Klasifikasi Artifisial Istilah artifisial sebelumnya dipakai untuk klasifikasi yang dibuat untuk tujuan tertentu misalnya untuk membedakan antara anggota yang patogen dan yang tidak patogen dari 1 genus. Kelompok/grup ini disebut “monothetic” karena mereka dikelompokkan hanya berdasarkan 1 karakter saja. Sekarang klasifikasi bakteri secara filetik sedang dikembangkan karena: sebagai hasil dari perkembangan studi molekular perkembangan yang pesat dalam metode identifikasi dan kesadaran yang meningkat dari dampak klasifikasi bakteri yang sangat kaku misalnya antara patogen dan non-patogen, Maka definisi dan aplikasi bermacam-macam klasifikasi mikroba sedang dalam tahap perubahan Klasifikasi bakteri secara filogenetik atau alami sekarang ini berdasarkan kepada informasi genotip dan taksonomi fenetik dianggap sebagai klasifikasi artifisial yaitu dikatakan mempunyai tujuan umum ketika polythetic dan dikatakan tujuan khusus ketika monothetic.
3. Tujuan Klasifikasi A. Klasifikasi filogenetik (phylogenetic) Dugaan evolusi bakteri hanya merupakan bagian kecil dalam perkembangan mikrobiologi atau teori evolusi secara umum, maka anggapan tersebut menyebabkan rentang evolusi dan sejarah bakteri lebih banyak dibandingkan rentang evolusi dan sejarah eukariot. Evolusi bakteri terjadi sepanjang 3.5 milyar tahun dan menempati sebagian besar evolusi kehidupan di bumi dan proses geokimianya yang terjadi selama 4.6 milyar tahun (Gambar dibawah). Teori “Endosymbiont” menduga bahwa bakteri berperan penting dalam evolusi sel eukariot dengan kloroplast dan mitokondria yang mempunyai ancestor prokariot. Walaupun kita tidak mempunyai informasi dalam skala waktu, mempelajari filogeni bakteri akan sangat membantu dalam: melakukan klasifikasi bakteri secara alami mengerti evolusi bakteri Memberikan pandangan/wawasan baru dalam aspek biologi secara umum yaitu akan mengetahui asal-usul kehidupan sel dan perkembangan eukariot.
Evolusi kehidupan di bumi
B. Klasifikasi Fenetik (Phenetic) Klasifikasi ini mempunyai 2 tujuan yang saling berhubungan yaitu untuk identifikasi dan prediksi. Untuk melakukan ini, maka dilakukan langkah-langkah sbb: Kerjakan untuk 1 nama organisma yang tidak diketahui (1 spesies) dengan proses/teknik eliminasi Bandingkan dengan informasi yang tersedia dari strain-strain lain dari spesies itu Buat prediksi secara umum tentang sifat-sifat spesies tersebut Jika klasifikasi secara akurat mencerminkan keseluruhan persamaan dari semua anggotanya, maka akan menghasilkan identifikasi yang dapat dipercaya dan akan sangat efisien dalam penyimpanan dan akses data karena data tersebut akan memberikan rangkuman informasi tentang sifat-sifat organisma tsb dengan baik dan untuk itu akan mempunyai nilai prediksi yang tinggi. Sistem identifikasi akan baik, jika sistem klasifikasinya merupakan sistem klasifikasi tujuan umum dengan data yang baik dan informasi yang sangat lengkap. Sedangkan jika sistem klasifikasinya tidak lengkap yaitu hanya berdasarkan pada beberapa kriteria saja, maka sistem identifikasi akan sangat lambat dan sulit.
4. Other Qualities Dalam klasifikasi yang baik dan efektif, kita harus memperhatikan beberapa persyaratan berikut: Stabilitas dari klasifikasi: anggota dan definisi dari taxa harus stabil yaitu tetap selalu dalam perubahan, tetapi perubahan itu tidak terlalu membingungkan bagi pengguna yaitu klasifikasi harus selalu di update sesuai dengan perkembangan ilmu. Hal ini memang akan menjadi masalah, tetapi sangat berguna karena akan selalu dapat masukan informasi baru dan anggota baru sehingga akan mencegah perubahan yang radikal dalam klasifikasi. Klasifikasi harus dibuat berdasarkan eksperimen scientifik yang “reproducible” dan mempunyai dasar secara empiris (dan bukan teori).
5. Nomenklatur (Tata Nama) Pemberian nama sangat penting yang berfungsi/bertindak sebagai alat komunikasi Nama harus jelas (tidak ambigu), universal dan stabil Nama tidak perlu deskriptif karena hanya merupakan label Satu organisma mungkin mempunyai banyak nama umum yang berbeda di seluruh dunia disebabkan oleh daerahnya atau latar belakang orang yang menggunakannya sehingga nama yang sama mungkin dengan bebas dipakai untuk organisma-organisma lain. Dengan demikian, nama-nama umum tersebut tidak cocok digunakan untuk tujuan biologi atau nama scientifik. Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka dibuatlah aturan khusus dalam nomenklatur (yang disebut “Codes of nomenclature”) dengan tujuan untuk meminimalkan kebingungan yang akan terjadi nantinya dalam penamaan. Namun demikian, harus diperhatikan bahwa agar klasifikasi terus berkembang dan tidak ketinggalan zaman, maka perubahan nama tetap perlu.
6. Konsep Spesies dan “Lower Ranks” Spesies merupakan unit dasar dan konsep artifisial yang tidak berdiri sendiri. Suatu spesies bakteri digambarkan sebagai suatu kelompok strain (strain adalah “clones” yang berasal dari isolasi tunggal dalam kultur murni) yang mempunyai banyak ciri umum dan berbeda nyata dengan strain-strain yang lain). Intrepretasi definisi spesies ini sangat subjektif dan biasanya tergantung pada penilaian dan prasangka dari pribadi penelitinya. Taxospecies: persamaan fenetik yang tinggi Suatu spesies bakteri sebaiknya didefinisikan berdasarkan “genetic relatedness atau DNA relatedness (genomic species)” atau berdasarkan “interbreeding” (genetic transfer = genospecies). Cowan juga membuat kesimpulan bahwa suatu spesies adalah suatu kelompok organisma yang didefinsikan secara subjektif oleh taksnomonist.
Spesies mungkin dibagi menjadi sub-spesies berdasarkan variasi fenotip yang konsisten dari strain atau berdasarkan kelompok/grup strain yang telah terdefinisi secara genetik. Suatu contoh adalah Treponema pallidum dibagi menjadi 3 sub-spesies: T. pallidum subsp. pallidum (penyakit venereal and congenital syphilis) T. pallidum subsp. Endemicum (penyakit endemic syphilis) T. pallidum subsp. Pertenue (penyakit yaws atau framboesia) Ketiga sub-spesies tersebut mempunyai 100% DNA relatedness, tetapi mereka menyebabkan 3 jenis penyakit yang berbeda (lihat dalam kurung) dan mempunyai tingkat infeksi yang berbeda-beda terhadap laboratory animals.
Untuk katagori dibawah sub-spesies (=infrasubspesific rank) dikenal dengan istilah “type” dan diberi suffix ‘var’. Biovar = Biotype (digunakan untuk strain yang mempunyai sifat biokimia dan fisiologi khusus) Serovar = Serotype (untuk strain yang punya sifat antigen khusus) Pathovar = Pathotype (untuk strain yang punya sifat patogen terhadap host tertentu) Phagovar = Phage type (untuk strain yang punya kemampuan lysis oleh bacteriophage tertentu) Morphovar = Morphotype (untuk strain dengan ciri-ciri morfologi khusus). Namum demikian, aturan tersebut tidak mempunyai kedudukan dalam nomenklatur tetapi sangat berguna dalam prakteknya, suatu contoh adalah pengenalan hampir 2000 serovar Salmonella untuk epidemiological tracing.
7. Genus dan “Higher Rank” Setiap spesies harus dimasukkan dalam suatu genus tertentu (genera, jika banyak). Genus dianggap sebagai suatu kelompok satu atau lebih spesies yang telah terdefinisi dengan baik yang dengan jelas sangat berbeda nyata dengan genus-genus yang lain. Dengan cara mempelajari “RNA relatedness”, akan membantu kita dalam mengklarifikasi konsep genus ini. Dalam konsep genus ini, jika kita tidak dapat memperoleh kejelasan genus yang mana yang cocok untuk suatu spesies, maka kita tidak dapat menempatkan spesies tsb dalam satu tempat tertentu dari suatu genus karena ini menyebabkan spesies tersebut tidak mempunyai keabsahan (validitas). Untuk itu, maka kita bisa menciptakan suatu genus baru untuk spesies tsb.
Higher rank atau tingkat yang lebih tinggi dari genus adalah sbb: Aturan lama yang sudah tidak terpakai:
Legionella pneumophila Subspecies Aturan baru yang kita pakai sekarang: Formal Rank Contoh Domain Bacteria Phylum Proteobacteria Class Alphaproteobacteria Order Legionellales Family Legionellaceae Genus Legionella Species Legionella pneumophila Subspecies Legionella pneumophila subsp. pneumophila Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (2005)
The International Code of Nomenclature of Bacteria (Sneath, 1992) atau dikenal juga dengan “Bacterial Code 1990 Revision” membuat aturan bentuk nama sbb: Nama harus universal dan mudah dikenal Nama scientific dari semua taxa harus menggunakan Bahasa Latin Setiap nama harus mempunyai posisi yang jelas dalam hirarki taksonomi dimana tingkat diatas genus mempunyai aturan nama: -aceae (untuk family) dan –ales (untuk order). Nama spesies mempunyai 2 bagian (nama genus dan julukan khusus = specific epithet) yaitu mengikuti aturan Linnaeus yang dikenal dengan sistem binomial atau binominal. Huruf awal nama genus adalah huruf besar sedangkan julukan khusus tidak dan keduanya ditulis miring atau digarisbawahi (ketika zaman dahulu kala tidak ada komputer masih menggunakan mesin ketik). Untuk spesies bisa disingkat sp.(jika 1 saja) dan spp. (jika banyak)
8. Stabilitas Nama Nama untuk setiap taxon harus dideskripsikan dengan detail agar dapat dipahami oleh peneliti lain. Sebelum adanya aturan nomenklatur, karakterisasi organisma seringkali tidak cukup detail sehingga nama yang diberikannya pada mereka tidak berarti (tidak mempunyai arti). Jadi tujuan utama dari “Bacteriological Code” adalah bahwa nama-nama yang diberikan harus stabil, jelas dan berarti (mempunyai arti). Sejak 1 Jan 1980 telah diterbitkan “The approved Lists of Bacterial Names” yang juga memberlakukan “ the principle of priority” yaitu bahwa nama pertama yang diberikan dari taxon itu yang benar.
9. Kultur “Type” Pengertian dari nama-nama selanjutnya diklarifikasi dengan dibentuknya “nomenclatural types” (type nomenklatur). Untuk level spesies, spesimen referensi untuk nama-nama tersebut disimpan sebagai “viable culture” di “National Collection of Type Cultures (NCTC) di London, “American Type Culture Collection (ATCC) di Washington dan “Microbial Type Culture Collection & Genebank (MTCC)” di India, dllsb. Dan ketika spesies baru diterbitkan/dipublish, author harus memberi nama “strain tipe (type strain) dan menyimpan kulturnya di salah satu tempat tsb. Jika “strain tipe” asli disebut: holotype Jika “strain tipe” asli hilang maka diusulkan “strain tipe” yang lain (disebut neotype). Kultur dapat dibeli oleh peneliti lain dan dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran taksonomi atau sebagi kontrol dalam laboratorium diagnostik. Untuk organisma yang belum dikultivasi, spesimen yang diawetkan bisa sebagai “tipe nomenklatur”.
Istilah “strain tipe” menyesatkan karena tidak adanya garansi bahwa strain yang akan diberi nama mempunyai karakteristik yang sama dari suatu takson secara keseluruhan. Walaupun mungkin strain tsb menampakkan karakteristik yang sama ketika suatu takson pertama kali dideskripsikan (yaitu barangkali hanya berdasarkan pada beberapa strain saja), pada prinsipnya pemberian nama itu untuk tujuan nomenklatur. Untuk itu, “strain tipe” seharusnya dianggap hanya sebagai spesimen referensi autentik. “Centrotype”: sebagian besar strain yang punya karakteristik yang sama dari suatu koleksi. “Type species”: setiap spesies yang mempunyai sebuah “strain tipe” dan merupakan salah satu dari spesies anggota dari suatu genus “Type genus”: salah satu dari genus dalam suatu famili.
Beberapa contoh dari “nomenclatural types” Kategori Takson Tipe Famili Vibrionaceae Vibrio Genus Vibrio cholerae Spesies National Collection of Type Cultures (NCTC) strain number 8021
10. Publikasi yang Valid (“VALID PUBLICATION”) Asumsi bahwa kerja/proses klasifikasinya memuaskan dan persamaan/ sinonimnya tidak akan/sedang muncul nantinya, maka “VALID PUBLICATION” dari taxon baru harus memasukkan 3 elemen berikut: Nama baru yang berbeda dari nama organisma yang lain dengan nama yang benar dan sesuai Deskripsi sifat taxon terutama sifat-sifat yang membedakan nya dari taxa lain yang membuat proporsi yang sesuai/cocok Pemberian “nama” suatu tipe.
Semua nama baru harus dipublish/ diterbitkan secara valid di “International Journals of Systematic Bacteriology (IJSB)” (nama dulu) dan sekarang punya nama IJSEM (International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology) yang merupakan publikasi resmi dari “the International Committee on Systematic Bacteriology (ICSB)”(nama dulu) atau International Committee on Systematic Prokaryotes (ICSP) (nama sekarang)`dan selalu meng-update “the Approved Lists” secara teratur. Atau nama baru boleh dipublish di jurnal lain yang dikenal, tetapi harus tercantum pada “Validation List of IJSB”. Tanggal publikasi efektifnya adalah tgl validasinya.
Rangkuman Prokariot diberi nama menurut aturan sistem binomial penamaan tumbuhan dan hewan. Semua spesies dinamai dengan kombinasi biner (sepasang) yang terdiri dari nama genus dan julukan khusus (specific epithet). Semua spesies berdasarkan pada suatu “type strain”. Suatu “type strain = strain tipe” adalah terbuat dari kultur hidup (jika mungkin) dari suatu organisma yang merupakan keturunan dari suatu strain yang telah ditunjuk sebagai “nomenklatural type = tipe nomenklatur” ketika nama spesies itu diberikan/diajukan pertama kalinya. Strain harus selalu dipertahankan dalam kultur murni dan karakteristiknya harus sangat dekat dengan karakteristik-karakteristik dalam deskripsi yang asli. Strain tipe tidak harus dan seringkali tidak mempunyai karakteristik yang sama dengan semua strain dari spesies. Strain tipe berfungsi sebagai suatu inti referensi jika taksonomi akan direvisi nantinya.
Ketika strain tipe hilang, maka suatu “neotype strain” dapat diusulkan/diajukan. Neotype strain harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat dari deskripsi yang asli. Semua taxa yang lebih tinggi mempunyai suatu “tipe” yang dipilih dari taxa yang lebih rendah. Suatu contoh, suatu genus mempunyai suatu “spesies tipe” dan dalam suatu ordo mempunyai suatu “genus tipe”. Dengan cara ini, maka semua level taksonomi (taxonomic rank) akhirnya dapat dihubungkan dengan suatu spesimen biologi atau “strain tipe”. Namun demikian, spesies merupakan satu-satunya level taksonomi yang didefinisikan berdasarkan suatu konsensus peneliti-peneliti dalam berbagai bidang yang berbeda.
Taksonomi prokariot diatur oleh ICSP (International Committee on Systematic Prokaryotes) dimana sebelumnya bernama ICSB (International Committee on Systematic Bacteriology). Ini merupakan suatu committee dari IUMS (International Union of Microbiological Societies). IUMS sendiri adalah suatu federasi ikatan/masyarakat national seperti misalnya ASM (American Society for Microbiology). IJSEM (International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology) dimana sebelumnya bernama IJSB (International Journal of Systematic Bacteriology) adalah publikasi resmi dari ICSP. Nomenklatur prokariot diatur oleh “International Code of Nomenclature of Bacteria (1990 Revision) atau bisa dipanggil juga “Bacteriological Code”. Hanya taxa yang dipublish secara valid yang mempunyai kedudukan resmi dalam “Bacteriological Code”. Taxa yang dideskripsikan sebelum 1980 diterbitkan secara valid dalam “Approved Lists of Bacterial Names”.
Untuk taxa yang diterbitkan setelah tahun 1980, makalah yang asli harus dipublish di IJSB atau dapat dipublish di jurnal lain asalkan tercantum pada “Validation List of IJSB”. Tanggal publikasi efektif nya adalah tgl validasi yang terdapat pada IJSB. Saat ini semua nama prokariot yang valid terdapat pada “Jean Euzeby’s website: http://www.bacterio.cict.fr/ Sistematik: mempelajari secara scientific jenis dan diversitas organisma dan hubungan kekerabatannya. Klasifikasi: pengelompokan organisma dalam kelompok/grup berdasarkan hubungan kekerabatan mereka yaitu berdasarkan pada genetik, fenetik dan filogenetik. Taksonomi: teori dan praktek mengklasifikasi organisma Identifikasi: proses penempatan suatu individu ke dalam suatu kelompok/grup tertentu. Taxon (Taxa): suatu kelompok taksonomi dari suatu level/ranking yang sudah memenuhi syarat dan layak untuk dimasukkan dalam suatu kategori khusus/spesifik.
Filogeni (Phylogeny): sejarah evolusi organisma. Filogeni prokariot sangat sulit dipelajari sampai ditemukannya metode/teknik molekuler saat ini. Teknik molekuler ini merupakan dasar/landasan untuk sistematik prokariot “The library metaphor”: Membayangkan bahwa setiap prokariot merupakan suatu buku di suatu perpustakaan dan tujuan kita adalah untuk mempelajari isi dari setiap buku tsb. Jika perpustakaan itu diorganisasi/dirancang secara acak atau sesuka hati, maka kita harus membaca setiap buku untuk mempelajari isi dari perpustakaan tsb. Jika perpustakaan diorganisasi/dirancang dalam sistem natural/alami, maka kita hanya harus membaca semua dari beberapa buku yang ingin kita baca dan hanya bagian-bagian dari buku yang lain. Isi yang tidak terbaca dari perpustakaan tsb dapat kita membuat kesimpulan dari lokasi/penempatan buku-bukunya. Sisi negatif nya adalah kita juga harus mengetahui prinsip dari organisasi/perancangannya.
Pengertian diversitas dan bagaimana diversitas diukur: Kita dapat membayangkan bermacam-macam diversitas yaitu berdasarkan morfologi, fungsional dan evolusi dari diversitas tsb. Setiap jenis diversitas mungkin merupakan salah satu interest untuk alasan yang berbeda. Setiap jenis diversitas dapat digunakan sebagai dasar untuk definisi spesies. Diversitas morfologi: edisi-edisi awal Bergey’s Manual mengklasifikasi organisma menurut bentuk organisma tersebut, karena karakteristik bentuk dapat dengan mudah diukur. Diversitas fungsional: dalam mempelajari patogenesis, kita biasanya tertarik dalam biodiversitas fungsional yaitu kemampuan organisma untuk menyebabkan bermacam jenis penyakit dalam host yang berbeda. Patologist tumbuhan seringkali memberikan nama spesies bakteri menurut tumbuhan yang terinfeksi oleh bakteri tsb. Ekologist mikroba seringkali mendiskusikan grup-grup prokariot menurut peranan prokariot tsb dalam siklus geokimia dlsb. Diversitas evolusi: mempertimbangkan nenek moyang/lelulur organisma. Organisma yang mempunyai nenek moyang umum terakhir (last common ancestor) berarti organisma tsb lebih tua dan punya diversitas lebih tinggi. Diversitas evolusi dapat menimbulkan sistem alami/natural dalam klasifikasi.