PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA YANG MELIBATKAN ANAK LBH BALI WCC ( LEMBAGA BANTUAN HUKUM BALI WOMEN CRISIS CENTER ) NI NENGAH BUDAWATI, SH,. MH 0817351803
UU YANG MENGATUR Undang-undang terbaru yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) mulai diberlakukan 2 tahun kemudian disebutkan dalam Ketentuan Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). Artinya UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31 Juli 2014. UU SPPA ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Pengadilan Anak”)
TUJUANNYA Agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. UU Pengadilan Anak Nomor 3 tahun 1997 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
SUBSTANSINYA Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. (dalam bagian Penjelasan Umum UU SPPA.)
Restorative justice adalah gerakan baru di bidang viktimologi dan kriminologi. Mengakui bahwa kejahatan menyebabkan cedera pada orang-orang dan masyarakat, menegaskan bahwa perbaikan pengadilan mereka cedera dan bahwa para pihak diizinkan untuk berpartisipasi dalam proses tersebut. Program Restorative justice, oleh karena itu, memungkinkan korban, pelaku dan anggota yang terkena dampak dari masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam menanggapi kejahatan. Berfungsi sebagai fasilitator dari sistem yang bertujuan pelaku akuntabilitas, reparasi kepada korban dan partisipasi penuh oleh korban, pelaku dan masyarakat.
Menurut Prinsip-Prinsip Dasar, sebuah “hasil restoratif” adalah kesepakatan yang dicapai sebagai hasil dari suatu proses restoratif. Perjanjian tersebut mungkin termasuk rujukan ke program-program seperti reparasi, restitusi, dan masyarakat jasa, “ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu dan kolektif dan tanggung jawab berbagai pihak dan mencapai reintegrasi korban dan pelaku”. Hal ini juga dapat dikombinasikan dengan langkah-langkah lain dalam kasus yang melibatkan pelanggaran serius.
Adapun restorative justice, yang diwujudkan dalam bentuk program, harus memiliki karakteristik sebagai berikut: Sebuah respon fleksibel untuk keadaan kejahatan, pelaku dan korban, yang memungkinkan setiap kasus harus dipertimbangkan secara individual; Tanggapan terhadap kejahatan yang menghormati martabat dan kesetaraan setiap orang, membangun pemahaman dan mempromosikan harmoni sosial melalui penyembuhan korban, pelaku dan masyarakat;
Sebuah alternatif dalam banyak kasus ke sistem peradilan pidana formal dan dampaknya stigmatisasi pada pelanggar; Sebuah pendekatan yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan proses peradilan pidana tradisional dan sanksi; Sebuah pendekatan yang menggabungkan memecahkan dan mengatasi penyebab yang mendasari konflik masalah;
Sebuah pendekatan yang membahas kerugian dan kebutuhan korban; Sebuah pendekatan yang mendorong pelaku untuk mendapatkan wawasan tentang penyebab dan dampak perilaku nya dan mengambil tanggung jawab dengan cara yang bermakna; Sebuah pendekatan yang fleksibel dan variabel yang dapat disesuaikan dengan keadaan, tradisi hukum, prinsip-prinsip dan filosofi yang mendasar pada sistem peradilan pidana nasional yang telah ditetapkan; Sebuah pendekatan yang cocok untuk berurusan dengan berbagai macam pelanggaran dan pelaku, termasuk banyak pelanggaran yang sangat serius;
Tanggapan terhadap kejahatan yang sangat cocok untuk situasi di mana pelaku anak yang terlibat dan di mana merupakan tujuan penting dari intervensi ini adalah untuk mengajarkan para pelanggar beberapa nilai-nilai dan keterampilan baru; Sebuah respon yang mengakui peran masyarakat sebagai tempat utama mencegah dan menanggapi kejahatan dan gangguan sosial.
Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
Diversi Adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
DIMANA PERAN MASYARAKAT DALAM HAL ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM, MASYARAKAT dapat berpartisipasi melalui sebuah lembaga yang mengawasi pelaksanaan sistem peradian pidana.Masyarakat harus terlibat langsung dalam penegakan hukum pidana. Partisipasi masyarakat ini sangatlah penting, karena dari pandangan pandangan masyarakatlah dapat dinilai apakah proses penyelesaian perkara pidana itu dapat mewujudkan keadilan atau tidak.
LANJUTAN....... Penyelesaian perkara pidana hendaknya tidak dimonopoli oleh aparat penegak hukum. Justru dalam penyelesaian itulah masyarakat dilibatkan, sehingga tercapai keadaan yang seimbang. Penyelesaian dilakukan musyawarah dengan melibatkan keluarga pelaku, korban, dan masyarakat tempat kejadian perkara.
LANJUTAN Aparat penegak hukum seharusnya memfasilitasi musyarawah tersebut, dan melaksanakan apa yang telah disepakati dalam musyawarah. Hasil musyawarah menunjukkan bahwa perkara ini diselesaikan secara damai.
PERAN MASYARAKAT DIATUR DALAM..... UU SPPA mengatur dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, PENYIDIK bersama Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: (lihat Pasal 21 UU SPPA)
Menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali ; atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Petugas kemasyarakatan yang terdiri dari pembimbing kemasyarakatan , pekerja sosial profesional, dan tenaga kesejahteraan sosial bertugas melakukan pendampingan, pembimbingan , sampai pemeriksaan perkara anak di pengadilan
HAK-HAK ANAK Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak: (Pasal 3 UU SPPA) diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif melakukan kegiatan rekreasional;
ALUR PENANGANAN KASUS PIDANA ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK Proses Peradilan Pidana Formal (Penyelidikan/Penyidikan Penuntutan Persidangan Pengadilan) Program Diversi/Proses musyawarah hakim , PU, BAPAS, Pelaku/Ortu, Korban, LSM, Dinsos, Masyarakat Memiliki Dampak Buruk Bagi Perkembangan Fisik dan Psikis Anak Proses kekeluargaan Mengandung Nilai-nilai Keadilan Restoratif
Demi Kepentingan Terbaik Anak Berpotensi Melanggar Hak-hak Asasi Anak Melindungi Hak-hak Asasi Anak diantaranya; Hak Atas Kelangsungan Hidup, Hak untuk Berkembang, Hak Atas Perlindungan, dan Hak untuk Berpatisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Demi Kepentingan Terbaik Anak
TERIMA KASIH