AKAD JUAL BELI Murabahah, Salam & Istishna’
Pengertian Jual Beli Jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan (sesuai syari’ah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang dengan barang, barang dengan barang yang biasa kita kenal dengan barter dan uang dengan uang. Pertukaran uang dengan barang atau jual beli dapat dilakukan baik secara tunai ataupun pembelian tangguh.
Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Dalil Hukum Murabahah Dalil-dalil yang menunjukkan diperbolehkannya jual beli secara murabahah: Al-Qur’an. “...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al Baqoroh: 275) 2. Hadits. Dari Suhaib Ar rumi r.a. bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: Jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Dalil Dibolehkan Murabahah 3. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
Skema Murabahah Negoisasi & Persyaratan 1 2 Akad Jual Beli 6 Bayar NASABAH BANK SYARIAH 5 Terima Barang Beli Barang 3 4 Kirim SUPPLIER
Aplikasi Murabahah Antara lain : Pembiayaan Rumah Pembiayaan Mobil Pengadaan Barang Pembelian Barang Dagangan
Manfaat Murabahah Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Resiko pada Murabahah Di antara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain: Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
Resiko pada Murabahah Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan perjalanannya sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Dengan demikian bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain. Dijual; karena murabahah bersifat jual-beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default akan besar.
Kemudahan pada Murabahah Apabila pembeli mengalami kesulitan keuangan, maka penjual hendaknya memberi keringanan. Keringanan dapat berupa: Menghapus sisa tagihan, Membantu menjualkan obyek murabahah pada pihak lain atau, Melakukan restrukturisasi piutang.
Bentuk Restrukturisasi Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil. Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap (tidak boleh ditambah) dan perpanjangan masa pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya angsuran menjadi lebih kecil. Mengkonversi akad murabahah, dengan cara menjual obyek murabahah kepada penjual sesuai dengan nilai pasar, kemudian dari uang yang ada digunakan untuk melunasi sisa tagihan. Kelebihannya (bila ada) digunakan sebagai uang muka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad mudharabah musytarakah atau musyarakah. Sebaliknya, kekurangannya tetap menjadi utang pembeli yang cara pembayarannya disepakati bersama.
Salam Salam adalah akad jual beli dimana pembeli membayar terlebih dahulu, barang diserahkan kemudian. Asal kata : As Salaf (pendahuluan) karena pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Terminologi : Para fuqaha menamainya al mahawi’ij (barang barang mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada ditempat. Dilihat dari sisi pembeli ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari sementara si penjual sangat membutuhkan uang tersebut. Beda dengan Ijon : tidak ada gharar. Salam kebalikan dari murabahah.
Definisi Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Dalil Hukum Salam Dalil-dalil yang menunjukkan diperbolehkannya jual beli secara Salam: Al-Qur’an. “...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al Baqoroh: 275) 2. Hadits. Dari Suhaib Ar rumi r.a. bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: Jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Dalil Dibolehkan Salam “Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR.Bukhari Muslim). 3. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Salam.
Skema Salam 3 Kirim Barang Pesanan Negoisasi & 1 Persyaratan PENJUAL/ PETANI 2 Kirim Dokumen BANK SYARIAH
Karakteristik Salam Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan. Harga, spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan aset yang dipesan sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi.
Manfaat Salam Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Ketentuan Salam Barang tersebut harus dapat dibedakan/ diidentifikasi mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya sehingga tidak ada gharar. Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi /ditakar/ ditimbang. Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastiahan yaitu harus ada pada waktu yang ditentukan. Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan
Ketentuan Salam Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang telah diterima Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka si penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan produk yang sesuai dengan akad.
Ketentuan Salam Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih menolaknya atau menerima. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak boleh meminta kembali sebagian uangnya atau (diskon), Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan tidak boleh mwnuntut penambahan harga.
Yang Membatalkan Salam Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah dan pembeli membatalkan.
Istishna’ Istishnâ’ secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata dasar (استصنع-يستصنع-استصناع) yang artinya: meminta/menyuruh orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Contoh: استصنع أحمد بابا (Ahmad meminta seseorang untuk membuatkan pintu). Sedangkan makna istishnâ’ secara terminologi menurut sebagian ulama Hanafiyyah adalah suatu akad terhadap suatu barang yang tertanggung dengan syarat mengerjakannya, maka jika ada seseorang berkata kepada seseorang yang ahli dalam membuat sesuatu, “buatkan untukku sesuatu dengan harga sekian dirham”, dan orang tersebut menerimanya.
Isthisna’ menurut pendapat Ulama Menurut sebagian ulama Hanafiyyah adalah suatu akad terhadap suatu barang yang tertanggung dengan syarat mengerjakannya, maka jika ada seseorang berkata kepada seseorang yang ahli dalam membuat sesuatu, “buatkan untukku sesuatu dengan harga sekian dirham”, dan orang tersebut menerimanya, maka akad Istishnâ’ pun telah terjadi dalam pandangan ulama Hanafiyyah. Makna istishnâ’ menurut ulama Hanabilah adalah jual- beli barang yang bukan miliknya dan bukan termasuk ba’i salam, maka dalam hal ini mereka menyamakan antara akad Istishnâ’ dengan jual-beli shun’ah.
Isthisna’ menurut pendapat Ulama Namun ulama Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat, bahwa akad istishnâ’ itu sama dengan akad salam, maka mereka pun memberikan definisi dan hukum-hukumnya merujuk pada akad salam, yaitu suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara membuatnya. Adapun definisi Istishnâ’ menurut Prof. Dr. Wahbah Zuhaili adalah akad yang dilakukan pembeli terhadap sesuatu yang dibuat oleh seorang pembuat yang bahan baku dan pembuatan barangnya dari pembuat tersebut, jika bahan baku dari pembeli maka akad ini bukan Istishnâ’ akan tetapi akad ijarah.
Dalil Hukum Isthisna’ 1. Al-Qur’an Mereka berkata: “Wahai Dzulkarnain! sungguh Ya'juj dan Ma'juj itu (sekelompok manusia) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?”. Dia (Dzulkarnain) berkata: "Apa yang telah dianugrahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka “. (Q.S Al-Kahfi: 94-95)
Dalil Hukum Isthisna’ 2. Hadits Dari Nafi’ dari ‘Abdillah; Bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam pernah meminta dibuatkan cincin dari emas. Apabila beliau memakainya, beliau selalu meletakkan mata cincin tersebut pada bagian dalam telapak tangan. Kemudian para sahabat pun meniru apa yang dilakukan oleh Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam. Pada suatu ketika, beliau duduk di atas mimbar dan langsung menanggalkan cincin itu sambil berkata: “Dulu aku selalu mengenakkan cincin ini dan meletakkan mata cincinnya di bagian dalam.” Lalu Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam membuang cincin itu seraya berkata: ‘Demi Allah saya tidak akan memakainya lagi.
Dalil Hukum Isthisna’ 3. Ijma’ Ulama sepakat memperbolehkan Istishna’ 4. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Istishna’.
Skema Istishna’ 3 Kirim Barang Pesanan Negoisasi & 1 Persyaratan PRODUSEN (PEMBUAT) 2 Tagih BANK SYARIAH
Syarat Akad Isthisna’ Kejelasan barang yang akan dibuat baik dari segi jenis, kadar dan sifatnya. Karena objek jual-beli itu harus diketahui dari segi unsur-unsur diatas, maka jika salah satu unsur tadi tidak ada, akadnya menjadi fasid, karena jahalah yang menimbulkan persengketaan itu memfasidkan akad. Barang yang dibuat beredar di kalangan masyarakat umum, seperti sepatu mobil dan lain-lain, jika barang tersebut tidak ada di pasaran maka hal ini diperbolehkan akan tetapi dengan asas akad salam jika telah terpenuhi semua persyaratannya. Tidak menyebutkan waktu tertentu, maka jika keduabelah pihak menyebutkan waktu tertentu untuk penyerahan objek tadi, maka akadnya menjadi fasid dan menurut ulama Hanafiyah akadnya berubah menjadi salam, dan ketika itu juga disyaratkan untuk memenuhi syarat-syarat dalam akad salam.
Rukun Isthisna’ Shîgah Yang dimaksud dengan shigah adalah ijab dan qabul. 2. ‘Aqidain Yaitu shani (pembuat) dan mustashni (pemesan). Ahliyyah Kamilah dalam bertransaksi. Wilayah. Ma`qud ‘Alaih Pada unsur ini, ada dua hal pokok, yaitu tsaman dan mutsaman
Hakikat Akad Isthisna’ Menurut Hakim Syahid Marwazi, Shafar, Muhammad bin Salamah dan Shahibul Mansur, bahwa Istishnâ’ termasuk wa’dun (janji) bukan akad, hal ini terjadi tanpa ada ijab dan qabul (ba’I muatha’) ketika barang pesanan sudah selesai, oleh karena itu tidak adanya paksaan dari pemesan, beda halnya pada akad salam. Pendapat rajih menurut madzhab hanafi, bahwa Istishnâ’ adalah jual beli barang yang dibuat bukan jasa dari pembuat, bukan juga termasuk janji atau ijarah, maka jika seorang pembuat mendatangkan sesuatu yang belum dibuatnya atau membuatkan sesuatu sebelum adanya akad dengan pemesan dengan sifat yang diinginkan, hal ini diperbolehkan.
Hakikat Akad Isthisna’ Keadaan dimana kedua belah pihak mengadakan akad dan pihak pembuat belum memulai pembuatannya, ulama Hanafiyah sudah bersepakat bahwa akad ini ghair lazim. Keadaan dimana sudah terlaksanakannya akad dan barang pesananpun sudah selesai dikerjakan akan tetapi pemesan belum melihat barang pesanan tersebut maka akadnya ghair lazim, sehingga pembuat pun boleh juga menjualkan ke orang lain. Keadaan dimana barang pesanan pemesan sudah selesai dan barang tersebut sudah diperlihatkan kepada pemesan atau yang mewakilinya, namun barang tersebut sesuai dengan sifat yang ditentukan pemesan atau tidaknya.
Bentuk Investasi Isthisna’ Akad Muqawalah Istishnâ’ Mawazi Istishnâ’ Muqsith Tsanadat Istishnâ’
In Every Pursuit, Do Your Best Thank You! In Every Pursuit, Do Your Best