Kesiapan Kolegium Menghadapi Masuknya Dokter Spesialis WNA R. Sjamsuhidajat Kolegium Ilmu Bedah Indonesia
Apakah Dokter Spesialis WNA akan masuk dan bekerja di Indonesia? Jawabnya adalah: YA. Apa alasannya: Karena dengan sistem yang ada sekarang tidak pernah akan dapat terpenuhi jumlah kebutuhan dokter spesialis yang diperlukan dalam pelayanan kesehatan. Menteri yang bertanggung jawab untuk mengatur sistem pelayanan kesehatan dapat menetapkan perlunya tambahan tenaga dokter spesialis WNA.
Apa sebabnya jumlah dokter spesialis yang ada sekarang masih tetap kurang? Relatif: karena terjadi maldistribusi “deployment” dokter spesialis yang ada sekarang. Apa sebabnya: karena tidak terdapat kesamaan pandangan antara Menteri dan para dokter spesialis tentang tentang “service coverage” secara nasional. Absolut: memang jumlah dokter spesialis semua bidang dilihat dari segi ratio penduduk/dokter spesialis adalah kurang. Belum lagi jika dipertimbangkan sifat keterpencaran daerah kepulauan yang harus mendapat pelayanan.
Apakah (Pemerintah) Indonesia dapat mengatur masuknya dokter spesialis WNA ke Indonesia? Pasti dapat. Negara yang berdaulat harus dapat mengatur rumah tangga sendiri, tanpa diganggu oleh tekanan dari luar negeri. Pemerintah Indonesia dapat menetapkan (sebagai contoh) kebijakan sebagai berikut: Tahap pertama: membuka kesempatan untuk rumah sakit kabupaten saja, selama tiga atau lima tahun. Tahap kedua: membuka kesempatan untuk rumah sakit swasta di kota-kota yang tidak dinyatakan “tertutup”.
Apa peran kolegium yang mendidik dokter spesialis? Dokumen ASEAN MRA-MP (ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners) membuka kesempatan untuk melakukan “exercise” sampai akhir tahun 2015 atau lebih lama lagi, tergantung kesiapan setiap kolegium. Kolegium perlu menyadari kedudukan dan perannya dalam menyelesaikan tugas yang diamanatkan oleh ASEAN MRA ini. Kolegium merupakan ujung tombak untuk merintis jalan menuju terselesaikannya ASEAN MRA ini.
Apakah yang merupakan KUNCI untuk saling mengakui? “Kunci” untuk saling mengakui antara dokter spesialis dua negara adalah kompetensi yang sama atau setara. Bagaimanakah kompetensi dua kelompok dokter spesialis bidang yang sama dari dua negara dapat diketahui sama atau setara? Jawabnya adalah apabila “benchmark” yang digunakan untuk menilai kompetensi adalah sama. Ini mudah dicapai jika dua negara tersebut berasal dari mazhab yang sama. Indonesia tidak merupakan pengikut mazhab yang manapun.
Apa yang dapat dilakukan oleh setiap kolegium dokter spesialis, menghadapi MRA? Kolegium Ilmu Bedah Indonesia sudah mulai merintis pertemuan-pertemuan dengan empat kolegium bedah di ASEAN, yaitu Singapore, Malaysia, Filipina dan Thailand. Rekaman yang dilakukan dengan kolegium bedah Singapore disampaikan dalam bentuk cuplikan dari korespondensi email antara kedua kolegium, sejak November 2010; Kegiatan serupa juga dilakukan dengan kolegium di Malaysia, Filipina dan Thailand.
Apakah yang dilakukan oleh Kolegium Ilmu Bedah Indonesia ini memang berguna untuk mencapai tujuan MRA? Pada dua kesempatan dalam tahun 2011 dan 2012 telah diakui oleh Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar, bahwa apa yang dirintis oleh Kolegium Ilmu Bedah Indonesia merupakan “best practice” dalam menangkap makna MRA-MP.
Sejarah timbulnya “adaptasi” Alasan utama: sejak selesai Perang Dunia Kedua pengakuan dokter Indonesia oleh Belanda tidak terjadi lagi. Kalupun ada, maka lulusan Jakarta dan Surabaya masih diakui sampai sekitar tahun 1970. Sumber: Wet tot de Uitoefening der Geneeskunst sebelum PD II dan sesudah PD II. Indonesia tidak mempunyai hubungan dengan negara manapun di dunia tentang pengakuan timbal balik para dokter. Kalau terjadi pengakuan, maka dasarnya adalah kompetensi perorangan. 9/14/2013
Mengapa diperlukan adaptasi? Pada awal tahun 1970-an dihadapi masalah kembalinya para dokter dan dokter spesialis yang dididik di luar negeri sesudah menyelesaikan pemdidikan mereka. Jumlah terbesar adalah yang ada di Jerman. Kemudian menyusul Kanada. Pada suatu rapat di Kamar Direktur Utama RSCM Prof Rukmono, berkumpul Kepada Bagian Bedah RSCM Prof H. Djamaloeddin dan Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Prof Dradjat D. Prawiranegara.
Pertemuan tersebut menyepakati dua hal penting: Indonesia sampai saat itu tidak memiliki kebijakan mengakui secara timbal balik dokter dan dokter spesialis dari negara manapun di dunia. Oleh karena itu para dokter dan dokter spesialis lulusan luar negeri manapun tidak dapat diijinkan bekerja di Indonesia. Ditetapkan kebijakan melakukan “adaptasi” bagi setiap dokter dan dokter spesialis yang kembali ke Indonesia agar dapat berpraktik di Indonesia. Masa adaptasi adalah satu tahun untuk dokter dan enam bulan untuk dokter spesialis.
Makna adaptasi Walaupun tidak tepat sama, pendidikan dokter dan dokter spesialis di seluruh dunia tentu ada kesamaannya. Bagi para dokter dan dokter spesialis yang menyelesaikan pendidikannya di negara yang “dingin” ditetapkan perlunya penambahan kemampuan untuk menyelesaikan masalah penyakit tropis yang ada di Indonesia. Oleh karena itu ditetapkan: adaptasi adalah untuk menambah kemampuan dalam bidang kedokteran tropis saja.
Semua ijazah sarjana lulusan luar negeri harus diperiksa oleh Panitia Penilai Ijazah Sarjana Lulusan Luar Negeri, sebuah badan yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Semua ijazah sarjana kedokteran luar negeri diperiksa keasliannya oleh Panitia ini. Setelah lolos pengkajian oleh PPISLLN, baru diserahkan kepada (waktu itu) Konsorsium Ilmu Kedokteran untuk dilaksanakan proses adaptasi, bekerjasama dengan semua fakultas kedokteran di Indonesia.
Adaptasi dokter spesialis Pola pendidikan dan pelatihan dokter spesialis di luar negeri berbeda-beda. Ada yang terkait dengan universitas/fakultas kedokteran, ada yang dikelola oleh lembaga lain. Perlakuan terhadap ijazah mereka oleh PPISLLN pada dasarnya sama dengan dokter. Jika sudah lolos kajian oleh PPISLLN, maka proses berikutnya dilakukan melalui CMS bekerjasama dengan Kolegium Dokter Spesialis di Indonesia atau Perhimpunan Dokter Spesialis (sebelum terbentuk Kolegium).
Adaptasi bagi dokter dan dokter spesialis WNA lulusan luar negeri Pada kenyataannya hampir tidak ada WNA yang meminta adaptasi dan ingin bekerja di Indonesia. Kalaupun ada, maka akan diperlakukan sama dengan WNI yang kembali dari luar negeri. Apakah dokter tersebut kemudian diizinkan untuk bekerja di Indonesia, tergantung dari kebijakan dan peraturan di Indonesia. Bukan dari penyamaan kemampuannya.
Adaptasi merupakan usaha untuk mengakui kemampuan seseorang setelah disamakan dengan kemampuan yang dipersyaratkan oleh Negara bagi dokter dan dokter spesialis. Ini adalah individual recognition, bukan pengakuan yang didasarkan oleh kesamaan kommpetensi berdasarkan kesamaan sistem pendidikan. MRA-MP mempunyai makna pencapaian kesamaan kemampuan/kompetensi yang diakui secara timbal balik (dua negara) dan didasarkan pada kesamaan sistem pendidikan.
Mutual Recognition Arrangement adalah sebuah kesempatan selama enam tahun (2009 sampai 2015) untuk mengubahnya menjadi Mutual Recognition Agreement. Hanya dengan usaha yang terarah dan terjadwal kita dapat melakukan perubahan ini, walaupun sudah berlalu empat tahun. Rasanya, perubahan ini belum akan selesai pada akhir 2015. Perasaan yang masih menolak masuknya dokter dan dokter spesialis WNA ke Indonesia pasti akan menolak upaya melakukan perubahan ini.
Sikap proteksionistis Sikap yang proteksionistis yang melawan terhadap masuknya dokter WNA ke Indonesia ini sebagian besar didasarkan pada kenyataan bahwa tingkat kemampuan dokter kita dirasakan masih ada di bawah kemampuan dokter WNA manapun. Jika ini memang suatu kenyataan, maka jalan keluarnya adalah meningkatkan kemampuan dokter kita agar dapat meyamai kemampuan dokter WNA dari negara tetangga lebih dulu. Untuk itu diperlukan BENCHMARKING yang benar.
Selain benchmarking, di Indonesia harus ada perubahan sistem pendidikan dokter dan dokter spesialis yang secara lebih cepat dapat meningkatkan jumlah lulusan agar dapat mengejar kekurangan dokter dan dokter spesialis dalam waktu yang disepakati, misalnya sepuluh tahun. Seluruh komponen pendidikan yang ada sekarang seharusnya duduk bersama dan menyusun strategi untuk dapat mencapai tujuan ini.
Kerjasama dengan Royal College of Sureons of Edinburgh Walaupun masih belum difahami secara penuh, dan bahkan ada perasaan yang tidak menyetujui, Kolegium Ilmu Bedah Indonesia sudah menjalin kerjasama dengan RCSEd sejak akhir tahun 2011 untuk benchmarking. Usaha kearah ini terus disosialisasikan ke dalam tubuh Kolegium, sambil menyusun roadmap untuk diselesaikan dalam kurun waktu lima tahun.
Bagaimana menambah kemampuan meluluskan lebih banyak dokter dan dokter spesialis? Kita mengambil contoh: DKI. Di wilayah DKI terdapat lebih dari 100 rumah sakit yang mutu pelayanannya berbeda-beda. Kalau di antara rumah sakit tersebut terdapat 40 atau 50 rumah sakit yang dapat dikenal mutu pelayanannya untuk digunakan menjadi rumah sakit pendidikan, maka kita akan memiliki kapasiras pendidikan yang meningkat. Di seluruh Indonesia terdapat lebih dari 500 rumah sakit kapupaten yang dapat dinilai mutu pelayanannya. Belum lagi rumah rumah sakit swasta.
Hipotetis: (untuk satu jenis spesialisasi primer) Kalau di seluruh Indonesia terdapat 400 RS yang sanggup menjadi RS Pendidikan, dan setiap semester di setiap RS tersebut menerima satu PPDS, maka student body pada setiap RS adalah antara 8 dan 10. Setiap semester dapat diluluskan 400 orang spesialis. Setiap lima tahun, 4000 orang spesialis. Ini dapat dikalibrasi berdasarkan kebutuhan nyata.
1. Pelayanan kesehatan primer, 7500 Puskesmas 2. Pelayanan di RS sekunder, 500 RS Kabupaten 3 3. Pelayanan di RS tersier , 30 provinsi a% + b% = 80-85% kasus nasional terselesaikan. Kompetensi semua dokter spesialis primer harus 2 = b% mampu menyelesaikan 80-85% kasus tersebut. 3 hanya menampung kasus subspesislistik di RS tersier (yang jumlahnya hanya 30 saja di seluruh 1 = a% Indonesia), sebanyak 15-20% kasus nasional.
Apa yang akan terjadi jika kita pertahankan status quo Kita tetap menolak dokter WNA Jumlah lulusan bertambah hanya sedikit Pelayanan kesehatan tidak merata Tribalisne tetap terjadi, mungkin memburuk Ketidak-puasan akan tetap ada, berlanjut YANG AKAN BERUBAH: SJSN dan BPJS akan berlaku.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH