DISTRIBUSI KEKAYAAN (bab 18, hlm.391)
JABARAN PILAR-PILAR SISTEM EKONOMI ISLAM Dalam pandangan Islam, kepemilikan dibagi 3: Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah) Kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah) Kepemilikan negara (milkiyah daulah) Pemanfaatan kepemilikan dibagi 2: Konsumtif (infaqul mal) Produktif (tanmiyatul mal) Distribusi kekayaan dibagi 2: Distribusi antar individu. Distribusi oleh negara.
? DISTRIBUSI KEKAYAAN SELURUH HARTA KEKAYAAN KEPEMILIKAN INDIVIDU KEPEMILIKAN NEGARA JIZYAH KHARAJ GHANIMAH FA’I ‘USYUR 20% RIKAZ HARTA TANPA AHLI WARIS HARTA ORANG MURTAD BERBAGAI LAHAN, BANGUNAN MILIK NEGARA KEPEMILIKAN UMUM BARANG YANG MENJADI KEBUTUHAN UMUM TAMBANG DALAM JUMLAH BESAR BARANG YANG TIDAK DAPAT DIMILIKI INDIVIDU MEKANISME PASAR SYARI’AH DIKELOLA OLEH NEGARA DIKELOLA OLEH NEGARA ?
MEKANISME PASAR SYARI’AH HUKUM PERDAGANGAN DN 2 INDIVIDU BEBAS BERDAGANG HARUS SESUAI RUKUN DAN SYARAT HUKUM PERDAGANGAN LN 2 MENGIKUTI STATUS PEDAGANGNYA BEBAS BEA CUKAI UNTUK WN WNA MENGIKUTI NEGARA YBS DENGAN UANG EMAS DAN PERAK KURS BEBAS, KONTAN, DITEMPAT HUKUM KETENAGAKERJAAN 5 UPAH ATAS DASAR MANFAAT YANG DIBERIKAN HARUS JELAS JENIS, MASA, UPAH & TENAGA TIDAK BOLEH ADA UMR PASAR BARANG DAN JASA PASAR TENAGA KERJA HUKUM INDUSTRI 3 INDIVIDU BOLEH MEMILIKI ALAT PRODUKSI HARAM UNTUK MEMPRODUKSI YANG HARAM HARAM UNTUK MEMPRODUKSI MILIK UMUM PASAR KEUANGAN HUKUM PERBANKAN LARANGAN RIBA NASHI’AH PASAR LAHAN HUKUM PASAR MODAL LARANGAN RIBA NASHI’AH LARANGAN RIBA FADHAL LARANGAN MAYSIR (JUDI) TRANSAKSI KONTAN DAN DITEMPAT HUKUM –HUKUM LAHAN (PERTANIAN) 1 PENYATUAN KEPEMILIKAN LAHAN DAN PRODUKSI BOLEH MENGHIDUPKAN LAHAN MATI LARANGAN MENTERLANTARKAN LAHAN > 3 TAHUN LARANGAN MENYEWAKAN LAHAN PERTANIAN HUKUM INVESTASI 4 HARUS SESUAI SYIRKAH ISLAM LARANGAN PERSEROAN KAPITALISME
Teknis distribusi harta Dengan : POLITIK EKONOMI ISLAM SELURUH HARTA KEKAYAAN KEPEMILIKAN INDIVIDU KEPEMILIKAN NEGARA KEPEMILIKAN UMUM MEKANISME PASAR SYARI’AH DIKELOLA OLEH NEGARA DIKELOLA OLEH NEGARA BAITUL MAL (APBN): SEKTOR KEPEMILIKAN INDIVIDU SEKTOR KEPEMILIKAN UMUM SEKTOR KEPEMILIKAN NEGARA ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH KEBUTUHAN POKOK MASYARAKAT: PENDIDIKAN, KESEHATAN, KEAMANAN KEBUTUHAN POKOK INDIVIDU: SANDANG, PANGAN, PAPAN MEMBANGUN INDUSTRI BERAT, INFRASTRUKTUR, BELANJA NEGARA
JABARAN PILAR-PILAR SISTEM EKONOMI ISLAM Dalam pandangan Islam, kepemilikan dibagi 3: Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah) Kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah) Kepemilikan negara (milkiyah daulah) Pemanfaatan kepemilikan dibagi 2: Konsumtif (infaqul mal) Produktif (tanmiyatul mal) Distribusi kekayaan dibagi 2: Distribusi antar individu. Distribusi oleh negara.
III. DISTRIBUSI KEKAYAAN 1. Distribusi antar individu (hal 393) Distribusi antar individu dapat melalui 3 kemungkinan: Melalui sebab-sebab kepemilikan, seperti bekerja, waris, hibah dsb. Melalui pola ekonomi (394) yang telah ada, seperti pertanian, perdagangan, industri, investasi (syirkah), dan ketenagakerjaan (ijarotul-ajir) Melalui pola non ekonomi (397) yang telah ditentukan, seperti zakat dan nafkah (wajib), shodaqoh, hadiah dan hibah (sunnah). Dorongan Islam untuk melangsungkan proses ditribusi tidak hanya bertumpu pada motif ekonomi, tetapi juga karena adanya motif meraih pahala yang sebanyak-banyaknya seperti pada pola non ekonomi.
JABARAN PILAR-PILAR SISTEM EKONOMI ISLAM Dalam pandangan Islam, kepemilikan dibagi 3: Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah) Kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah) Kepemilikan negara (milkiyah daulah) Pemanfaatan kepemilikan dibagi 2: Konsumtif (infaqul mal) Produktif (tanmiyatul mal) Distribusi kekayaan dibagi 2: Distribusi antar individu. Distribusi oleh negara.
2. Distribusi oleh Negara (402) Bidang Fiskal Sumber-sumber pemasukan negara Sumber pemasukan negara untuk kas Baitul Mal ada 3: (404) Dari sektor kepemilikan individu, seperti: shodaqoh, hibah, zakat dsb. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Dari sektor kepemilikan umum, seperti: tambang, bahan bakar minyak, gas, kehutanan dsb. Dari sektor kepemilikan negara, seperti: jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur dsb. Dalam kondisi normal negara tidak perlu memungut pajak dari rakyatnya. Pajak hanya dipungut bila keadaan kas Baitul Mal mengalami kekurangan.
Pengeluaran zakat hanya diperuntukkan bagi 8 ashnaf. 2. Pengeluaran Negara Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok berupa: sandang, pangan dan papan bagi setiap individu rakyatnya. Tanggung jawab itu berupa pengawasan dari negara agar jalur pemenuhan nafkah dari pihak yang dibebani kewajiban (sesuai jalur ahli waris), benar-benar dilaksanakan. Jika seluruh jalur ahlinya sudah tidak ada (tidak ada yang mampu), maka negara berkewajiban untuk mengeluarkan kas Baitul Mal untuk pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. Pengeluaran kas Baitul Mal berikutnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan primer bagi seluruh rakyatnya, yang meliputi: pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis. Pengeluaran zakat hanya diperuntukkan bagi 8 ashnaf.
2. Pengeluaran Negara, lanjutan Pengeluaran yang lain adalah untuk memenuhi kewajiban negara terhadap para pegawai negeri, tentara, pejabat pemerintah, hakim dsb. Pengeluaran Baitul Mal juga diperuntukkan bagi pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh rakyat, seperti: masjid, rumah sakit, jalan, jembatan, terminal, pasar, rel kereta api dsb. Kas Baitul Mal juga harus ada yang dicadangkan untuk pengeluaran pada kondisi-kondisi darurat, seperti: terjadinya paceklik, banjir, gunung meletus, gempa dsb. Penetapan pengeluaran anggaran belanja sepenuhnya mengikuti ketentuan syari’at dan hanya di tangan kepala negara saja hak untuk pengeluarannya. Kepala negara tidak perlu menunggu persetujuan DPR untuk mengeluarkan anggaran, sebagaimana yang ada pada sistem demokrasi saat ini.
B. Bidang Moneter Hukum asal bagi negara untuk mencetak mata uang sendiri adalah mubah. Motif mencetak mata uang dalam Islam= untuk memenuhi transaksi riil barang dan jasa Dalam keadaan tertentu yang mengharuskan, negara wajib mencetak mata uang sendiri. Mata uang yang wajib dicetak adalah emas dan perak. Jika tidak memungkinkan, bisa dalam bentuk mata uang kertas yang dijamin dengan emas dan perak yang disimpan (mata uang kertas substitusi). Perputaran uang di tengah masyarakat dikembalikan pada mekanisme pasar. Nilai mata uang emas dan perak ditentukan berdasarkan beratnya. Transaksi perdagangan tidak harus menggunakan emas dan perak dalam bentuk koin resmi, tetapi boleh dalam bentuk batangan, perhiasan dsb.
B. Bidang Moneter, lanjutan Kewajiban negara dalam pengendalian moneter: Melarang terjadinya transaksi utang-piutang yang membuahkan riba nashiah. Melarang terjadinya jual beli (sharf) yang sejenis yang membuahkan riba fadl. Melarang terjadinya jual beli mata uang yang tidak sejenis secara tidak kontan. Melarang terjadinya jual beli mata uang yang tidak sejenis yang tidak di tempat. Kurs yang dipakai bebas namun wajib kontan dan ditempat Melarang praktik penimbunan uang (kanzul mal). Menjaga agar transaksi ekspor-impor tetap menggunakan mata uang emas dan perak. Jika perdagangan dengan negara lain menggunakan uang kertas, maka negara harus mengawasi dan memastikan bahwa mata uang negara tersebut kuat dengan jaminan logam mulia.
Sumber : Dwi Condro Triono, Ph.D.