Ayo ‘Menyembah’ Industri Rokok Menyembah selain Tuhan, dalam konteks Islam, sangat terlarang (syirik). Tetapi, dalam keseharian, baik secara sosial, ekonomi,

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Siapa Bilang Rokok Haram???
Advertisements

Dirangkum dari materi seminar Oleh : Dra. Yang Roswita, MSi
SEKILAS GAMBARAN KINERJA
Sejak pertama kali meluap, 29 Mei 2006, banjir Lapindo telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah. Menurut berbagai sumber data di lapangan, sampai.
PERAN DPR DALAM PROSES DEMOKRATISASI DI INDONESIA
Hari Anti Tembakau se-Dunia 2012 Hasil Riset Media Isu Tembakau & Rokok di Indonesia
BAHAYA MEROKOK TERHADAP TUBUH
Pemutusan Hubungan Karyawan
BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN
MENTERI KESEHATAN KESIAPAN PEMERINTAH UNTUK IMPLEMENTASI PP NO. 109 TAHUN 2012 (KEMENKES) Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh Selamat pagi.
LAKI – LAKI MATI LEBIH DULU DARIPADA PEREMPUAN
Bahan Perkuliahan Hukum Anggaran Negara
By:Fawwaz Ghiffary Zain
KALIMAT BERITA NEGATIF.
Aspek Ekonomi, Sosial, dan Politik
1. Kuatkan tekad dengan mempelajari dampak rokok
ASAP ROKOK Nikotin Tar Karbon monoksida Senyawa radio aktif
PROSES PERADILAN HAM.
Week 9: Political Economy of Mass Media Week 9: Political Economy of Mass Media By Drs. Rendro D. Soehoed, MSi. Institut Bisnis & Informatika Indonesia.
TEKS DISKUSI PENGERTIAN : Secara singkat, teks diskusi adalah sebuah teks yang memberikan dua pendapat berbeda mengenai suatu hal (satu "pro" dan satu.
PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF DISAMPAIKAN OLEH : QUIT TOBACCO INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN UGM.
Regulasi Kampanye Pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur, Bupati & Wakil Bupati dan/atau Walikota & Wakil Walikota SUHARDI SOUD, SE.
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
BADAN LEGISLASI DPR RI JAKARTA, 25 APRIL 2016
HUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 17 CIPUTAT Fajri Azhari Univesitas.
Anak Harus Tahu Bahaya Rokok
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Rokok VS Ekonomi: Mitos dan Fakta Mitos: Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar. Fakta: Negara membayar biaya lebih.
PERMASALAHAN ROKOK DI INDONESIA DAN SOLUSINYA
Muhamad Adrian H Muhammad Rian Naufal Afrianzah .k
Presiden dan DPR.
HIDUP SEHAT TANPA ROKOK kondisi di Belanda dan Indonesia
Merokok adalah Pintu Menuju Narkoba Mengapa orang harus merokok
Perempuan dan Bahaya Rokok
SMOKING AND SMUGGLING Studi kasus indonesia Anggota kelompok :
KELOMPOK BAB 3 Menganalisis Kewenangan Lembaga-Lembaga
NARKOBA, SEKS BEBAS, HIV/AIDS DAN GENERASI BANGSA
Hasil Riset Media Hari Anti Tembakau se-Dunia 2012
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA
Fungsi, Wewenang, dan Hak
PENYAKIT YANG PALING MEMATIKAN DI DUNIA
PENGADILAN HAM Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di Lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau.
BAHASA INDONESIA KELAS IV
MPOWER dan Rokok Tanggal 12 Mei 1994, sebuah paket berisi 4
BAHAYA MEROKOK.
Hukum Administrasi Negara
Mendefinisikan dan Menganalisis Masalah
BONUS DEMOGRAFI DESY ACHIRILFANI RIZKA INDAYANI Pendidikan Lingkungan
HAK ASASI MANUSIA DR.SUHARTO,SH,M.Hum.
NARKOBA, SEKS BEBAS, HIV/AIDS DAN GENERASI BANGSA
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC
Aturan dan Larangan Kampanye
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Politik dan Strategi Nasional
PENDAHULUAN DAN PENGANTAR FISIOTERAPI DISASTER
NARKOBA, PSIKOTROPIKA, ZAT ADIKTIF (NAPZA)
KELOMPOK 6 APAKAH MEROKOK MELANGGAR HAM? DISUSUN OLEH:FITRAH REZEKI BAGAS NOVKA M TAQWALLAH RISKIAN MUHAMMAD ADLI APAKAH MEROKOK MELANGGAR HAM? DISUSUN.
BAHAYA MEROKOK KKN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA.
BAHAYA MEROKOK UNTUK KALANGAN REMAJA
Pemerintah Biarkan Iklan Rokok
UNDANG UNDANG KESEHATAN
MAHKAMAH AGUNG (MA) MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) KOMISI YUDISIAL (KY)
PENGAWASAN PRA MASA KAMPANYE PEMILU 2019
Longgarnya Regulasi Rokok Masuknya raksasa industri rokok dunia ke negeri ini bukanlah hal yang patut dibanggakan. Ini justru mencemaskan karena menunjukkan.
Studi Rokok Ilegal di Indonesia
Transcript presentasi:

Ayo ‘Menyembah’ Industri Rokok Menyembah selain Tuhan, dalam konteks Islam, sangat terlarang (syirik). Tetapi, dalam keseharian, baik secara sosial, ekonomi, politik bahkan budaya, praktik semacam itu lazim terjadi. Trendnya malah mengalami eskalasi yang amat kuat. Ada satu bukti empiris betapa praktik itu terus menggurita, yaitu “menyembah” industri rokok. Kelihatannya aneh bin ajaib, tapi itulah fenomenanya. Pemerintah dan masyarakat menjadi “penyembah” setia industri rokok. Entitas ekonomi yang satu ini dipuja, bak Tuhan saja. Cukai dan pajak Rp 50 trilyun ke kas APBN plus trilyunan rupiah lainnya, serta terserapnya ratusan ribu pekerja menjadi instrumen efektif untuk menuhankannya. Efek candu yang ditimbulkan, yang tegas tercantum dalam bungkus dan iklannya (bahwa “rokok bisa mengakibatkan serangan jantung, kanker paru serta gangguan kehamilan dan janin”) menjadi slilit kecil yang tak tampak. Akibatnya Pemerintah nyaris tak memperdulikan pengendalian penggunaan tembakau (tobacco control) di negeri ini. Mau bukti? Ketika 192 negara anggota World Health Organisation (WHO) menundukkan diri dalam Kerangka Konvensi Pengendalian Dampak Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC), Pemerintah Indonesia bergeming, hingga detik ini. Padahal, Pemerintah Indonesia adalah salah satu penggagas dan pembahas draf FCTC, yang kini telah menjadi hukum internasional. Memang, Pemerintah pernah membuat terobosan kebijakan untuk membatasi ruang gerak industri madat ini. Setidaknya, via Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 1999 tentang Penanggulangan Masalah Merokok bagi Kesehatan, mereka pernah dibuat bak cacing kepanasan. PP ini memerintahkan agar kandungan tar/nikotin pada rokok dibatasi, maksimum 20 mg untuk tar, dan 1,5 mg untuk nikotin. PP ini juga melarang total iklan rokok (total ban) di media masa elektronik. Tetapi, daya patuk PP ini hanya seumur jagung. Presiden Gus Dur via PP No. 32 Tahun 2000 dan Presiden Megawati via PP No. 19 Tahun 2003, telah menggergaji “taring” PP No. 81/1999. PP yang secara minimalis menjadi tombo ati bagi pengendalian bahaya tembakau ini, rontok. Dalang dibalik drama ini, tiada yang lain, ya, industri rokok. Juga publik, sejatinya tidak diam dengan situasi ini. YLKI, bersama 11 lembaga swadaya masyarakat (LSM), pernah melakukan gugatan uji materiil PP No. 19/2003, ke Mahkamah Agung. Hasilnya, bisa diduga, kalah. Gugatan legal standing atas pelanggaran jam tayang iklan rokok, juga ditempuh. Lagi-lagi, sejak dari Pengadilan Negeri hingga kasasi ke Mahkamah Agung, kalah pula. Alih-alih, industri rokok malah menggugat balik, karena merasa tercemar nama baik dan penjualannya turun. Aneh! Advokasi pengendalian tembakau di Indonesia bak menabrak tembok besar yang amat kokoh, nyaris tak tersentuh. Hampir tidak ada, baik perseorangan maupun kelembagaan yang tidak “menyembah” (baca: terbeli) industri rokok. Bukan saja terbeli secara materi, tetapi juga pemikiran, ucapan, tindakan dan kebijakannya. Ormas keagamaan, partai politik, bupati, gubernur, menteri (termasuk Menteri Kesehatan), dan sang Presiden sekalipun, semua dalam genggaman industri ini. Ormas keagamaan terbesar di negeri ini, bahkan mempunyai pabrik rokok, berkolaborasi dengan industri rokok besar. Akibatnya, nyaris mustahil ‘fatwa haram’ merokok meluncur dari “mulut” ormas ini. Bagaimana mengharamkannya, jika sang kyai ikut klepas-klepus, dan kue organisasinya pun dipasok dari industri rokok? Di Timur Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei, sudah lama rokok diharamkan.

Menteri Kesehatan (Menkes), Siti Fadillah Supari, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pengendalian bahaya tembakau, ucapan dan kebijakannya justru kontra produktif. Selain tetap cuek bebek terhadap FCTC, ucapan Menkes acap melukai para aktivis pengendalian bahaya tembakau. Misalnya mengatakan, “Wah, gimana ya, wong industri rokok memang memberikan cukai yang sangat besar kepada negara”. Kalimat semacam ini hanya pantas meluncur dari mulut Menteri Perindustrian/Perdagangan, bukan mulut seorang Menkes! Mengharap anggota DPR atau bahkan Presiden? Ah, tampaknya jauh panggang dari api. Forum Parlemen Indonesia, yang menyorongkan draf UU Pengendalian Dampak Produk Tembakau, dan telah mengantongi political endorsmen 243 anggota DPR (41 %), kandas juga. Tanpa alasan jelas, Badan Legislasi DPR menolak draf RUU tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional 2008/2009. Presiden Yudhoyono, sami mawon. Atas dalih pengentasan kemiskinan, Presiden malah mensponsori pendirian pabrik rokok di kampungnya, Pacitan, Jawa Timur. Padahal, industri rokok sejatinya menjadi biang atas kemiskinan akut. Ani Yudhoyono, sang Ibu Negara, bahkan wanti-wanti kepada pimpinan sebuah LSM bahwa dirinya bisa membantu apa saja yang diminta LSM tersebut, kecuali satu: bicara masalah rokok! Padahal pimpinan LSM itu datang dalam rangka mengusung isu bahaya tembakau bagi generasi muda. Tak terkecuali media massa, fungsi kontrol sosialnya nyaris tumpul saat vis a vis dengan industri rokok. Tingginya kue iklan rokok yang diterima, diduga menjadi penyebab utama. Sebuah stasiun televisi yang muda usia, 75 persen kue iklannya (hampir Rp 1 trilyun) dari industri rokok. Tetapi pemberi kue berpesan, “Jangan sekali-kali membuat talkshow tentang rokok ya”. Media masa cetak terbesar di negeri ini (Kompas) tak luput menjadi “penyembah” industri rokok. Padahal Kompas pernah menerima tobacco control award dari WHO (1998) atas kepeduliannya terhadap bahaya rokok. Lebih ‘gila’ lagi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum YLKI cs. Sebagai penggugat, YLKI cs dihukum untuk minta maaf dan memulihkan nama baik tergugat, PT Djarum Kudus cs (perkara No. 278/PDT/PN Jaksel tentang gugatan legal standing atas pelanggaran jam tayang iklan rokok). Dari sisi politik advokasi ini merupakan pukulan knock out. Sama saja MA menyorongkan YLKI cs menjadi “penyembah” industri rokok. Jika ini terjadi, kiamat bagi advokasi pengendalian bahaya tembakau di Indonesia! Pada akhirnya, jika beberapa fakta sosial berikut ini ingin tetap langgeng di negeri ini, ya, industri rokok sebaiknya kita sembah bersama. Pertama, pengucilan komunitas internasional, karena Pemerintah Indonesia abai dengan FCTC, yang notabene menjadi pembahas aktif dan sepakat bulat terhadap substansinya. Komunitas internasional protes keras karena Pemerintah Indonesia inkonsisten, mencla-mencle. Kedua, eskalasi penggunaan narkoba dan penyakit sosial lainnya. Ingat, 90 persen pengguna narkoba adalah perokok berat. Artinya korelasi antara penggunaan narkoba dan rokok amat kuat. Hasil disertasi Rita Damayanti (dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) juga membuktikan, pengguna rokok berpotensi untuk terjerumus pada perilaku sex bebas, dan akhirnya terkena HIV/AIDS. Ketiga, ini yang klasik, peningkatan penderita kanker paru, jantung koroner, dan tuberculosis (TB). Ketiga penyakit ini primadonanya Indonesia dan salah satu pencetus utamanya adalah rokok. Sembilan dari 10 penderita kanker paru adalah perokok berat. Indonesia menduduki rating tiga besar di dunia untuk penyakit TB. Keempat, peningkatan penggunaan rokok di kalangan anak-anak, pelajar, dan remaja. Prevalensi merokok di kalangan remaja Indonesia, menurut WHO, adalah tercepat di dunia (14,5 persen). Iklan, sponsorship, dan pemasaran iklan rokok yang amat gencar, menjadi pemicunya. Bahkan salah satu taktik marketing perusahaan rokok terbesar di negeri ini adalah mensponsori perayaan ulang tahun anak-anak secara gratis. Sekarang tinggal kita pilih, tetap ‘menuhankan’ industri rokok, atau sebaliknya, mengendalikannya. Yang jelas, menurut ASEAN Tobacco Control Report Card, di Indonesia saat ini terdapat 56,6 juta perokok aktif. Separo dari perokok aktif itu adalah usia produktif, terutama generasi muda. Akankah masa depan mereka kita gadaikan demi segepok fulus, yang sejatinya tak setara dengan biaya kesehatan, plus biaya sosial ekonomi lainnya? Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI dan Ketua Bidang Advokasi Komnas Penanggulangan Tembakau