REVIEW MANAJEMEN OBAT DI RS Dr. Haris Budi Widodo, drg., M.Kes., A.P., SIP.
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.
Dalam sistem manajemen obat, masing- masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan memadukan keputusan seleksi dan seterusnya.
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor- faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SlM). Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap- tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh lnstalasi Farmasi Rumah Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan Rl melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan Terapi, Formularium dan Pedoman Pengobatan.
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan mengenai obat.
Formularium merupakan referensi yang berisi informasi yang selektif dan relevan untuk dokter penulis resep, penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan lainnya. Pedoman pengobatan mutu standar pelayanan medis yang merupakan standar pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total biaya kesehatan. Menurut Depkes Rl secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan.
Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit. Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan.
1. Seleksi dan perencanaan Tersedianya berbagai macam obat di pasaran, membuat para dokter tidak mungkin up to date dan membandingkan berbagai macam obat tersebut. Produk obat yang sangat bervariasi juga menyebabkan tidak konsistennya pola peresepan dalam suatu sarana pelayanan kesehatan. Hal ini akan menyulitkan dalam proses pengadaan obat. Disinilah letak peran seleksi dan perencanaan obat.
Seleksi Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian
Kriteria seleksi obat menurut DOEN: Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien Memiliki rasio risiko manfaat yang paling menguntungkan Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan Obat mudah diperoleh
Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Dalam pengelolaan obat yang baik perencanaan idealnya dilakukan dengan berdasarkan atas data yang diperoleh dari tahap akhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di IFRS, apabila lemah dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan dalam suatu siklus manajemen secara keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau kadaluarsa.
Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Ada beberapa macam metode perencanaan, yaitu:
1) Metode morbiditas epidemiologi Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul di masyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu:
a) Menentukan beban penyakit Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakan penyakit yang akan dihadapi pada periode mendatang Lakukan stratifikasi/pengelompokan masing-masing jenis, misalnya anak atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau alternatif. Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase (prevalensi) tiap penyakit.
b) Menentukan pedoman pengobatan Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat, bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk masing-masing kelompok penyakit.
c) Menentukan obat dan jumlahnya Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuk sediaan, dan lain-lain. Perencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebih ideal, namun prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementara kelemahannya yaitu seringkali standar pengobatan belum tersedia atau belum disepakati dan data morbiditas tidak akurat.
2) Metode konsumsi Metode konsumsi adalah metode perencanaan obat berdasarkan pada kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya. Metode ini banyak digunakan di Apotek.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: Pastikan beberapa kondisi berikut: Dapatkah diasumsikan pola pengobatan periode yang lalu baik atau rasional? Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar? Apakah data stok, distribusi dan penggunaan obat lengkap dan akurat? Apakah banyak terjadi kecelakaan (Obat rusak, tumpah, kadaluwarsa) dan kehilangan obat? Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?
b) Lakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan datang Hitung kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan pada periode yang lalu Lakukan estimasi periode yang akan datang dengan memperhatikan: Perubahan populasi daerah cakupan pelayanan, perubahan cakupan pelayanan Pola morbiditas, kecenderungan perubahan insidensi Penambahan fasilitas pelayanan
c) Perhitungan Tentukan metode konsumsi Hitung pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu Koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan obat Koreksi langkah sebelumnya (koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan obat) terhadap stock out. Lakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah 1dan 2 Hitung periode yang akan datang untuk tiap jenis obat
Perencanaan obat dengan metode konsumsi akan memakan waktu lebih banyak tetapi lebih mudah dilakukan, namun aspek medik penggunaan obat kurang dapat dipantau. Kelemahannya yaitu kebiasaan pengobatan yang tidak rasional seolah-olah ditolerir. 3) Metode gabungan, metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode di atas.
Dalam Undang-undang Republik lndonesia No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan kaitannya dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope lndonesia dan atau buku standar lain. Pedoman perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan.
Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis- jenis obat yang dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut mempunyai nilai sekitar 15% dengan jumlah obat sekitar 10% - 80%, dan golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80 % - 100%.
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat ke dalam tiga kategori, Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan, kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis. Analisa kombinasi metode ABC dan VEN yaitu dengan melakukan pendekatan mana yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana.
Pengadaan Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui: Pembelian: Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan Produksi/pembuatan sediaan farmasi: Produksi Steril Produksi Non Steril Sumbangan/droping hibah pembelian secara tender.
Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan. Pengadaan memegang peranan yang penting, karena dengan pengadaan rumah sakit akan mendapatkan obat dengan harga, mutu dan jumlah, yang sesuai dengan kebutuhan. Rumah sakit tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien jika persediaan obat tidak ada, hal ini dapat berakibat fatal bagi pasien dan akan mengurangi keuntungan yang seharusnya dapat diterima rumah sakit.
Keputusan Presiden no. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berlaku untuk pengadaan obat di rumah sakit milik pemerintah, pengadaan obat ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam Keppres ini, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan:
Penyedia barang jasa, yaitu dengan menggunakan badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa. Pengadaan barang/jasa swakelola, yaitu direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh institusi pemerintah penanggungjawab anggaran atau institusi pemerintah penerima kuasa dari penanggungjawab anggaran atau kelompok masyarakat penerima hibah.
Swakelola dapat dilaksanakan oleh pengguna barang/jasa, instansi pemerintah lain, kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah. Untuk menentukan sistem pengadaan perlu mempertimbangkan jenis, sifat, dan nilai barang/jasa yang ada.
Prinsip pengadaan barang jasa yaitu: Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.
Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya Adil tidak diskriminati berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan fugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Metoda Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa: a. Pelelangan umum Adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umurn sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Semua pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan dengan pelelangan umum.
b. Pemilihan langsung Yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak- banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui intemet, pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp 100.000.000,00.
b. Pelelangan terbatas Dalam hal jumlah penyedia barang/iasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yaang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
d. Penunjukan langsung Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kiteria sebagai berikut: 1). Keadaan tertentu, yaitu: Penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda, atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam; dan/atau Pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh presiden; dan atau Pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp 50.000.000,00 dengan ketentuan : Untuk keperluan sendiri; dan/atau Teknologi sederhana; dari atau Resiko kecil; dan atau Dilaksanakan oleh penyedia barang/ jasa usaha orang perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk koperasi kecil.
2. Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu : Pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; atau Pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten; atau Merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar dan harga yang relatif stabil; atau Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya.
Proses pengadaan obat memiliki beberapa proses yang baku, dan merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar obat-obatan yang diadakan, menentukan jumlah item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan; memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang dan memeriksa, melakukan pembayaran serta menyimpan yang kemudian didistribusikan.
Agar proses pengadaan berjalan lancar dan dengan manjemen yang baik memerlukan struktur komponen berupa personel yang terlatih dan menguasai permasalahan pengadaan, adanya prosedur yang jelas dan terdokumentasi didasarkan pada pedoman baku, sistem informasi yang baik, didukung oleh dana dan fasilitas yang memadai.
Tiga elemen penting pada proses pengadaan yaitu: Metode pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu, waktu dan kelancaran bagi semua pihak. Order pemesanan, agar barang sesuai macam, waktu dan tempat. 3. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan : Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya Mudah tidaknya meledak/terbakar Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas obat, mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, melindungi permintaan yang naik turun, melindungi pelayanan dari pengiriman yang terlambat, menambah keuntungan bila pembelian banyak, menghemat biaya pemesanan, dan mengurangi kerusakan dan kehilangan.
Kegiatan dari penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut : Menerima obat/barang dan dokumen- dokumen pendukungnya antara lain surat pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur obat/barang. Memeriksa obat/barang dengan dokumen- dokumen yang bersangkutan baik dari segi jumlah, mutu, expire date, merk, harga, Menciptakan suatu sistem penataan yang lebih efektif untuk lebih memperlancar arus barang.
Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain yang pertama sistem First In First out (FlFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan dibelakang obat yang terdahulu, yang kedua Last in First out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan didepan obat yang datang dahulu, yang ketiga First Expired First out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudian. Ada beberapa cara penempatan obat yang dapat dilakukan yaitu menurut jenisnya, menurut abjad, menurut pabrik yang memproduksi dan menurut khasiat farmakoterapinya.
4. Distribusi Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada Metode sentralisasi atau desentralisasi Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi Sistem distribusi obat di rumah sakit terbagi menjadi pendistribusian obat untuk pasien rawat inap, rawat jalan, dan distribusi obat di luar jam kerja.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat jalan Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotik Rumah Sakit.
Pendistribusian obat di luar jam kerja Merupakan kegiatan pendistribusian obat- obatan untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam keria yang diselenggarakan oleh: Apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 iam Ruang rawat yang menyediakan obat- obat emergensi
Sistem pelayanan distribusi terdiri dari: Sistem persediaan lengkap di ruangan Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggung jawab perawat ruangan. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi. Sistem resep perorangan Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui lnstalasi Farmasi. c. Sistem unit dosis Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa.
5. Penggunaan Penggunaan obat adalah proses yang meliputi peresepan oleh dokter, pelayanan obat oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien. Seorang dokter diharapkan rnembuat peresepan yang rasional, dengan indikasi yang tepat, dosis yang tepat, memperhatikan efek samping dan kontra indikasinya serta mempertimbangkan harga dan kewaiarannya. Obat yang ditulis dokter pada resep selanjutnya menjadi tugas farmasi untuk menyiapkan dan menyerahkan kepada pasien.
Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria obat yang benar, indikasi yang tepat, obat yang manjur, aman, cocok untuk pasien dan biaya terjangkau, ketepatan dosis, cara pemakaian dan lama yang sesuai, sesuai dengan kondisi pasien, tepat pelayanan, serta ditaati oleh pasien. Manfaat penggunaan obat yang rasional adalah meningkatkan mutu pelayanan, mencegah pemborosan sumber dana, dan meningkatkan akses terhadap obat esensial.
Sebaliknya penggunaan obat dikatakan tidak rasional yaitu jika: Pemakaian obat dimana sebenarnya indikasi pemakaiannya secara medik tidak ada atau samar-samar Pemilihan obat yang keliru untuk indikasi penyakit tertentu Cara pemakaian obat, dosis, frekuensi dan lama pemberian tidak sesuai Pemakaian obat dengan potensi toksisitas atau efek samping lebih besar padahal obat lain yang sama kemanfaatan (efficacy) dengan potensi efek samping lebih kecil juga ada
Pemakaian obat-obat mahal padahal alternatif yang lebih murah dengan kemanfaatan dan keamanan yang sama tersedia Tidak memberikan pengobatan yang sudah diketahui dan diterima kemanfaatan dan keamanannya (established efficacy and safety) Memberikan pengobatan dengan obat-obat yang kemanfaatannya dan keamanannya masih diragukan Pemakaian obat yang semata-mata didasarkan pada pengalaman individual tanpa mengacu pada sumber informasi ilmiah yang layak, atau hanya didasari pada sumber informasi yang diragukan kebenarannya
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional antara lain: Pembuat resep Pasien/masyarakat Sistem perencanaan dan pengelolaan obat Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan lnformasi dan iklan obat, persaingan praktek dan pengobatan sesuai dengan permintaan pasien
Dampak peresepan yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak yang negatif yaitu diantaranya dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan baik secara langsung maupun tidak langsung, dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan yang akan sangat dirasakan oleh pasien, dampak terhadap kemungkinan efek samping obat, dan dampak psikososial.
Standar Pelayanan Minimal RS untuk jenis pelayanam farmasi
Instrumen Mengukur Kemampuan RS
Instumen penilaian penampilan kerja rumah sakit umum
lndikator Efisiensi Pengelolaan Obat