KONSEP AL-HAAKIM (PEMBUAT HUKUM)
DESKRIPSI AL HAAKIM Al-Haakim adalah Sumber yang berhak mengeluarkan hukum tentang perbuatan manusia (al-af’al) dan hukum benda (al-asyyaa’). Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul, bahwa al haakim hanyalah Allah SWT, bukan manusia. Note : inilah perbedaan mendasar Islam dengan demokrasi, dimana demokrasi menetapkan manusia sebagai pembuat hukum. Itulah yang disebut prinsip kedaulatan di tangan rakyat/manusia (the sovereignty belongs to the people). Prinsip ini bertentangan dengan Aqidah Islam (QS Al An’aam : 57): إِنِ الحُكمُ إِلّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيرُ الفٰصِلينَ “menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dialah Zat yang Maha Memutuskan kebenaran, sedangkan Dialah sebaik-baik Pemberi keputusan”
Dalil AL HAAKIM Para ulama menetapkan bahwa al haakim hanyalah Allah SWT, berdasarkan dua dalil : Pertama, dalil aqli, yaitu pembuktian berdasarkan akal bahwa manusia tidak mungkin mampu menetapkan hukum untuk mengatur manusia itu sendiri. Kedua, dalil naqli, Yaitu dalil-dalil nash Al Qur`an atau As Sunnah yang mewajibkan manusia berhukum dengan hukum Allah, atau yang mengharamkan manusia berhukum dengan selain hukum Allah.
AL HAAKIM DALIL AQLI : Bahwasanya manusia mempunyai jangkauan akal yang terbatas. Akal manusia hanya mampu menjangkau fakta yang dapat diindera (al waqi’ al mahsus). Definisi akal : “Proses pemindahan penginderaan terhadap fakta ke dalam otak melalui panca indera, yang kemudian ditafsirkan dengan pengetahuan sebelumnya.”(Hafidz Abdurrahman MA, Diskursus Islam Politik & Spiritual hlm 58).
AL HAAKIM Berdasarkan definisi itu, maka akal manusia tidak mungkin menjangkau hakikat suatu perbuatan dipuji Allah atau dicela Allah. Bahwa sholat, shaum, bagi hasil itu hasan (dipuji Allah), tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Bahwa zina, riba (bunga) itu qabih (dicela Allah), juga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Pujian (hasan) dan celaan (qabih) Allah hanya dapat diketahui lewat wahyu, tak mungkin diketahui oleh akal secara langsung.
AL HAAKIM DALIL NAQLI : Banyak sekali nash Al Qur`an atau As Sunnah yang mewajibkan manusia berhukum dengan hukum Allah, atau yang mengharamkan manusia berhukum dengan selain hukum Allah. QS An Nisaa`:59, 65; QS An Nuur:63; QS Al Maidah:49; QS Al An’aam : 57; dll. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. QS An Nisaa` : 59
Lanjutan DALIL NAQLI : فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمً Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. QS An Nisaa` :65 فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. QS An Nuur:63 Bagi yg menolak hukum Allah SWT, silakan keluar dari kolong langit bumi. Dalam hadits Qudsy, Allah berfirman: “Jika kamu tidak rida dengan ketetapanKu, tidak mensyukuri nikmatKu, dan tidak sabar atas cobaan yang Aku beri, maka hendaklah kamu keluar dari kolong langit dan bumi Ku, dan carilah tuhan selain Aku”
Lanjutan DALIL NAQLI : وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. QS Al Maidah:49 Sabda Rasulullah SAW,”Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR Muslim no 3242). Dari uraian di atas jelas bahwa yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan hukum atas perbuatan (al-af’al) dan hukum benda (al-asyyaa’) adalah syara’ yaitu Allah SWT bukan akal manusia. Inilah yang disebut dengan HUKUM SYARA’/SYARIAT
HUKUM SYARA’/SYARIAT Hukum syara’ adalah Khithaabus Syari’ (Seruan Allah sebagai pembuat hukum). Apa saja yang terkait dengan Khithaabus Syari’: Hukum perbuatan manusia. (af’aal) Hukum benda-benda yang digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya (asy-yaa`).
Kaitannya dengan Muamalah Ada Perbedaan antara Benda (Barang) dengan Perbuatan Benda = الا شيا ء = ما Perbuatan الا فعا ل = Pertanyaanya, Muamalah termasuk Benda atau Perbuatan?
Kaidah Syara’ Yang Tepat [الأَصْلُ فِيْ الأَشْيَاءِ الاِبَاحَةُ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيْم] Asal (hukum) dari sesuatu (barang atau materi) adalah ibahah (boleh) selama belum ada dalil yang mengharamkannya (Qs Al-Baqarah [2 ]:29), (Lukman [31]: 20) Hukum Syara’ :Hukum Benda ada 2 Halal dan Haram. [اَلأَصْلُ فِيْ الأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِالْحُكْمِ الشَّرْعِي] (Hukum Asal Perbuatan adalah terikat dengan hukum Syariat) ) Kitab Fikrul Islam, Muhammad Ismail, Beirut) Hukum Syara’ : Ahkamul khamsa (hkm perbuatan ada 5)Wajib, sunah,mubah,makruh, dan haram. Perbuatan =Qs(Al Hijr[15]:92-93), (Yunus [10]: 61)
Kesimpulan: karena muamalah termasuk perbuatan, maka hukum asal muamalah adalah terikat hukum syara/ahkamul khamsa. Jadi seorang muslim harus mengetahui dulu hukum Allah tentang suatu perbuatan sebelum mengerjakannya.
sumber KH. M. Shiddiq al-Jawi, M.S.I.