LARUTAN I: Larutan Ideal dan sifat koligatif

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Peserta mengerti tahap-tahap pada ADC
Advertisements

KIMIA UNSUR-UNSUR TRANSISI
PERTEMUAN 3 Algoritma & Pemrograman
Penyelidikan Operasi 1. Konsep Optimisasi.
KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
Penyusunan Data Baseline dan Perhitungan Capaian Kegiatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DIREKTORAT.
BALTHAZAR KREUTA, SE, M.SI
PENGEMBANGAN KARIR DOSEN Disarikan dari berbagai sumber oleh:
Identitas, persamaan dan pertidaksamaan trigonometri
ANGGOTA KELOMPOK WISNU WIDHU ( ) WILDAN ANUGERAH ( )
METODE PENDUGAAN ALTERNATIF
Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf’an, M.Kom
GERAK SUGIYO, SPd.M.Kom.
Uji Hipotesis Luthfina Ariyani.
SOSIALISASI PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) POLIO 2016
PENGEMBANGAN BUTIR SOAL
Uji mana yang terbaik?.
Analisis Regresi linear berganda
PEERSIAPAN DAN PENERAPAN ISO/IEC 17025:2005 OLEH: YAYAN SETIAWAN
E Penilaian Proses dan Hasil Belajar
b. Kematian (mortalitas)
Ilmu Komputasi BAGUS ADHI KUSUMA
Uji Hipotesis dengan SPSS
OVERVIEW PERUBAHAN PSAK EFFEKTIF 2015
Pengolahan Citra Berwarna
Teori Produksi & Teori Biaya Produksi
Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
PERSIAPAN UN MATEMATIKA
Kriptografi.
1 Bab Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi.
Ekonomi untuk SMA/MA kelas XI Oleh: Alam S..
ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL DALAM PEREKONOMIAN TIGA SEKTOR
Dosen: Atina Ahdika, S.Si., M.Si.
Anggaran biaya konversi
Junaidi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi
Pemodelan dan Analisis
Bab 4 Multivibrator By : M. Ramdhani.
Analisis Regresi – (Lanjutan)
Perkembangan teknologi masa kini dalam kaitannya dengan logika fazi
DISTRIBUSI PELUANG KONTINU
FETAL PHASE Embryolgy II
Yusuf Enril Fathurrohman
3D Viewing & Projection.
Sampling Pekerjaan.
Gerbang Logika Dwi Indra Oktoviandy (A )
SUGIYO Fisika II UDINUS 2014
D10K-6C01 Pengolahan Citra PCD-04 Algoritma Pengolahan Citra 1
Perpajakan di Indonesia
Bab 2 Kinerja Perusahaan dan Analisis Laporan Keuangan
Penyusunan Anggaran Bahan Baku
MOMENTUM, IMPULS, HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM DAN TUMBUKAN
Theory of Computation 3. Math Fundamental 2: Graph, String, Logic
Strategi Tata Letak.
Theory of Computation 2. Math Fundamental 1: Set, Sequence, Function
METODE PENELITIAN.
(Skewness dan kurtosis)
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dasar-dasar piranti photonik
Klasifikasi Dokumen Teks Berbahasa Indonesia
Mekflu_1 Rangkaian Pipa.
Digital to Analog Conversion dan Rekonstruksi Sinyal Tujuan Belajar 1
SEKSI NERACA WILAYAH DAN ANALISIS BPS KABUPATEN TEMANGGUNG
ASPEK KEPEGAWAIAN DALAM PENILAIAN ANGKA KREDIT
RANGKAIAN DIODA TK2092 Elektronika Dasar Semester Ganjil 2015/2016
Ruang Euclides dan Ruang Vektor 1.
Bab Anuitas Aritmetrik dan Geometrik
Penyelidikan Operasi Pemrograman Dinamik Deterministik.
Kesetimbangan Fase dalam sistem sederhana (Aturan fase)
ANALISIS STRUKTUR MODAL
Transcript presentasi:

LARUTAN I: Larutan Ideal dan sifat koligatif

Jenis Larutan What do you understand: Larutan Jenis Larutan Larutan biner, terner, kuarterner Pelarut zat terlarut

Larutan: suatu campuran homogen (fase tunggal) dari spesies kimia yang terdispersi pada skala molekular. Jenis Larutan: gas, cairan, atau padat Larutan biner, terner, kuarterner: Larutan biner terdiri atas dua unsur, larutan terner tiga unsur, kuarterner empat unsur Pelarut: konstituen dengan jumlah yang terbesar zat terlarut: suatu konstituen – satu atau lebih– yang jumlahnya relatif kecil

 Jenis larutan  Contoh Larutan gas Campuran gas atau uap Larutan cair Padatan, cairan, atau gas, terlarut dalam cairan Larutan padatan   Gas terlarut dalam padatan H2 dalam palladium, N2 dalam titanium Zat cair terlarut dalam padatan Merkuri dalam emas Zat padat terlarut dalam zat padat Tembaga dalam emas, seng dalam tembaga, berbagai alloy

Larutan Ideal Perhatikan suatu larutan yang tersusun atas pelarut volatil dan satu atau lebih zat terlarut involatil, dan amati kesetimbangan antara larutan dan uap. Jika suatu cairan murni ditempatkan dalam kontainer yang pada awalnya dikosongkan, cairan menguap sampai ruang di atas cairan terisi dengan uap air. Temperatur sistem dijaga tetap. Pada kesetimbangan, tekanan yang ditentukan untuk uap air itu adalah po, tekanan uap air cairan yang murni. Jika suatu zat yang tidak menguap dilarutkan dalam cairan, tekanan uap air pada kesetimbangan p di atas larutan teramati menjadi kurang daripada di atas cairan yang murni.

Gambar 4. 1 Tekanan uap sebagai fungsi x2 Gambar 4 Gambar 4.1 Tekanan uap sebagai fungsi x2 Gambar 4.2 Hukum Raoult untuk pelarut

Karena zat terlarut involatil, maka uap mengandung pelarut murni Karena zat terlarut involatil, maka uap mengandung pelarut murni. Selama zat involatil ditambah, tekanan dalam fase tekanan akan berkurang. Alur skematik tekanan uap pelarut terhadap fraksi mol zat terlarut involatil dalam larutan, x2, ditunjukkan dengan garis pada gambar 4.1. Pada x2 = 0, p = po; selama x2 meningkat, maka p berkurang. Ciri penting gambar 4.1 adalah bahwa tekanan uap larutan encer (x2 mendekati nol), mendekati garis putusputus yang menghubungkan po dan nol. Tergantung pada kombinasi pelarut dan zat terlarut tertentu, kurva tekanan uap eksperimen pada konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dapat terletak di bawah garis putusputus, seperti gambar 4.1, atau di atasnya, bahkan tepat terletak pada garis.

Tetapi untuk semua larutan kurva eksperimen adalah tangen dari garis putusputus pada x2 = 0, dan sangat mendekati garis putusputus selagi larutan menjadi semakin encer. Persamaan garis ideal (garis putusputus) adalah p = po  po x2 = po (1x2) Jika x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan, maka x + x2 = 1, dan persamaan menjadi p = x po (4.1) yang merupakan hukum Raoult (Gambar 4.2). Hukum ini menyatakan bahwa tekanan uap pelarut suatu larutan adalah sama dengan tekanan uap pelarut murni dikalikan dengan fraksi mol pelarut dalam larutan.

Dari persamaan (4.1), penurunan tekanan uap, po  p dapat dihitung po  p = po  x po = (1x)po po  p = x2 po (4.2) Tekanan uap turun secara proporsional terhadap fraksi mol zat terlarut. Jika ada beberapa zat terlarut, maka tetap berlaku p = x po ; tetapi dalam kasus, 1x = x2 + x3 + … dan po  p = (x2 + x3 +…)po (4.3) Dalam suatu larutan yang mengandung beberapa zat terlarut involatil, penurunan tekanan uap bergantung pada jumlah fraksi mol berbagai zat terlarut. Dalam campuran gas, rasio tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap air murni pada temperatur yang sama disebut kelembaban relatif. Jika dikalikan 100 disebut persen kelembaban relatif. Jadi 𝑅𝐻= 𝑝 𝑝 0 atau % 𝑅𝐻= 𝑝 𝑝 0 ×100

Bentuk Analitik Potensial Kimia Larutan Zat Ideal Jika larutan ada dalam kesetimbangan dengan uap, persyaratan hukum yang kedua adalah bahwa potensial kimia pelarut mempunyai nilai yang sama dalam larutan seperti di uap air, atau  liq =  vap (4.4) Di mana liq adalah potensial kimia pelarut dalam fase cair, vap potensial kimia pelarut dalam uap. Karena uap adalah pelarut murni di bawah tekanan p, ungkapan untuk vap diberikan oleh persamaan (1.47), diasumsikan bahwa uap adalah gas ideal vap = vap + RT ln p . Maka persamaan (4.4 ) menjadi liq = o vap + RT ln p

Dengan menggunakan hukum Raoult, p = x po , diperoleh liq = o vap + RT ln po + RT ln x Jika pelarut murni dalam kesetimbangan dengan uap, tekanan menjadi po; kondisi kesetimbangan adalah o liq = o vap + RT ln po Di mana  o liq adalah potensial kimia pelarut zat cair murni. Kemudian liq  o liq = RT ln x sehingga dapat ditulis  = o + RT ln x (4.5)

Potensial Kimia Zat Terlarut dalam Larutan Ideal Biner: Aplikasi Persamaan GibbsDuhem Persamaan GibbsDuhem dapat digunakan untuk menghitung potensial kimia zat terlarut dari pelarut sistem ideal biner. Persamaan GibbsDuhem persamaan (2.96) untuk sistem biner (T, p konstan )adalah nd + n2 d2 = 0 (4.6) Simbol tanpa subskrip persamaan (4. 6) berkaitan dengan pelarut; d 2 = (n/n2) d karena (n/n2) = x /x2 maka d 2 = (x/ x2) d

Untuk pelarut d = (RT/x ), sehingga 𝑑𝜇 2 =−𝑅𝑇 𝑑𝑥 2 𝑥 2 tetapi x + x2 = 1, sehingga dx + dx2 = 0 atau dx = dx2 Maka d 2 menjadi 𝑑𝜇 2 =𝑅𝑇 𝑑𝑥 2 𝑥 2 Hasil integrasi  2 = RT ln x2 + C (4.7) Jadi jika x2 = 1, 2 =  2o, dengan menggunakan harga ini dalam persamaan (4. 7) didapat  o 2 = C dan persamaan (4. 7) menjadi,  2 =  o 2 + RT ln x2 (4.8) Dalam uap di atas larutan tekanan uap zat terlarut diberikan oleh hukum Raoult : p2 = x2 p2o (4.9)

Sifat Koligatif Sifat koligatif adalah sifat yang tidak bergantung pada sifat dasar zat terlarut yang ada tetapi hanya pada jumlah relatif zat terlarut terhadap jumlah total molekul yang ada.

Gambar 4.3a Sifat koligatif Diagram  terhadap T menunjukkan dengan jelas penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Dalam gambar 4.3(a) garis lurus berkaitan dengan pelarut murni. Karena zat terlarut adalah involatil , maka tidak nampak dalam fase gas, sehingga kurva gas sama seperti untuk gas murni. Jika diasumsikan bahwa zat padat hanya mengandung pelarut, maka kurva untuk zat padat tidak berubah. Tetapi karena zat zair mengandung zat terlarut, maka  pelarut menurun pada setiap temperatur sebesar RT ln x. Kurva putusputus dalam gambar 4.3(a) adalah kurva untuk pelarut dalam larutan ideal. Gambar menunjukkan secara langsung bahwa titik interseksi dengan kurva untuk zat padat gas telah bergeser. Titik interseksi baru adalah titik beku, Tf’, dan titik didih Tb’, larutan. Tampak bahwa titik didih larutan lebih tinggi daripada pelarut murni (kenaikan titik didih), sedangkan titik beku larutan adalah menurun (penurunan titik beku). Dari gambar tampak jelas bahwa perubahan titik beku adalah lebih besar daripada perubahan titik didih untuk larutan dalam konsentrasi yang sama. Gambar 4.3a Sifat koligatif

Gambar 4.3b Sifat koligatif Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dapat digambarkan pada diagram fase pelarut biasa , ditunjukkan dengan kurva gambar 4.4(b). Jika zat involatil ditambahkan ke pelarut cair, maka tekanan uap menurun pada larutan ditunjukkan oleh garis titiktitik. Garis putus-putus menunjukkan titik beku baru sebagai fungsi temperatur. Pada tekanan 1 atm, titik beku dan titik didih diberikan oleh interseksi garis padat dan putus-putus dengan garis datar pada tekanan 1 atm. Diagram ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi zat terlarut yang diberikan menghasilkan efek lebih banyak kepada titik beku daripada kepada titik didih. Gambar 4.3b Sifat koligatif

Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut dalam larutan dengan pelarut padatan murni atau uap pelarut murni. Keseimbangan lain yang mungkin adalah antara pelarut dalam larutan dan pelarut cairan murni. Kesetimbangan ini dapat diperoleh dengan menaikkan tekanan pada larutan secukupnya untuk menaikkan  pelarut dalam larutan ke harga  pelarut murni. Tekanan tambahan pada larutan yang dibutuhkan untuk memperoleh kesamaan  pelarut dalam larutan dan pelarut murni disebut Tekanan Osmotik larutan

Penurunan Titik Beku Perhatikan suatu larutan dalam kesetimbangan dengan pelarut padatan murni. Kondisi kesetimbangan menuntut  (T,p,x ) =  solid (T, p) (4.10) Di mana  (T,p,x ) adalah potensial kimia pelarut dalam larutan,  solid (T,p) adalah potensial kimia padatan murni. Karena zat padat murni, maka solid tidak tergantung pada suatu variabel komposisi. Dalam persamaan (4. 10), T adalah temperatur kesetimbangan,titik beku larutan. Dari bentuk persamaan (4. 10), T adalah suatu fungsi tekanan dan x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan. Jika tekanan tetap, maka T hanya fungsi x.

Jika larutan adalah ideal, maka  (T,p,x ) dalam larutan diberikan oleh persamaan (4. 5), sehingga persamaan (4. 10) menjadi  o (T, p) + RT ln x = solid (T, p) ln 𝑥=− 𝜇 0 𝑇,𝑝 𝜇 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑇,𝑝 𝑅𝑇 (4.11) karena o adalah potensial kimia zat zair murni, maka o (T,p )  solid (T, p) = Gfus, dimana Gfus adalah energi Gibbs molar peleburan dari pelarut murni pada temperatur T. Persamaan (4. 11) menjadi ln 𝑥=− ∆𝐺 𝑓𝑢𝑠 𝑅𝑇 (4.12) Untuk menemukan bagaimana T tergantung pada x, evaluasi 𝜕𝑇 𝜕𝑥 𝑝 Hasil diferensiasi: 1 𝑥 =− 1 𝑅 𝜕 ∆𝐺 𝑓𝑢𝑠 𝑇 𝜕𝑇 𝑝 𝜕𝑇 𝜕𝑥 𝑝

Dengan menggunakan persamaan GibbsHelmholtz, persamaan (1 Dengan menggunakan persamaan GibbsHelmholtz, persamaan (1.54), 𝜕 𝐺 𝑇 𝜕𝑇 𝑝 =− 𝐻 𝑇 2 Diperoleh: 1 𝑥 = ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑅𝑇 2 𝜕𝑇 𝜕𝑥 𝑝 (4.13) Jika diintegralkan: 1 𝑥 𝑑𝑥 𝑥 = 𝑇 0 𝑇 ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑅𝑇 2 𝑑𝑇 (4.14) ln 𝑥=− ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0 (4.15) 1 𝑇 = 1 𝑇 0 − 𝑅 ln 𝑥 ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 (4.16) yang menghubungkan titik beku larutan ideal dengan titik beku pelarut murni, To, panas peleburan pelarut, dan fraksi mol pelarut dalam larutan, x.

Hubungan antara titik beku dan komposisi suatu larutan dapat sangat disederhanakan jika larutan encer. Fraksi mol pelarut diberikan sebagai berikut: 𝑥= 𝑛 𝑛+ 𝑛 2 + 𝑛 3 = 𝑛 𝑛+𝑛𝑀 𝑚 2 + 𝑚 3 + ……… 𝑥= 1 1+𝑀𝑚 (4.17) dengan logaritma dan diferensiasi didapat ln x =  ln(1+Mm), dan 𝑑 ln 𝑥=− 𝑀 𝑑𝑚 1+𝑀𝑚 (4.18) Persamaan (4.4) dapat ditulis: 𝑑𝑇= 𝑅𝑇 2 ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑑 ln 𝑥 penggantian d ln x dengan harga dalam persamaan (4.18) didapat 𝑑𝑇= 𝑀𝑅𝑇 2 ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑑𝑚 1+𝑀𝑚 (4.19).

Jika larutan sangat encer dalam keseluruhan zat terlarut, maka m mendekati nol dan T mendekati T0, dan persamaan (4. 19) menjadi − 𝜕𝑇 𝜕𝑚 𝑝, 𝑚=0 = 𝑀𝑅𝑇 0 2 ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 = 𝐾 𝑓 (4.20) subskrip, m = 0 menandai harga batas derivatif, dan Kf adalah konstanta penurunan titik beku. Penurunan titik beku f = ToT, df = dT, sehingga untuk larutan encer didapat: 𝜕𝑇 𝜕𝑚 𝑝, 𝑚=0 = 𝐾 𝑓 (4.21) Jika m kecil maka: 𝜃 𝑓 = 𝐾 𝑓 𝑚 (4.22) Konstanta Kf hanya tergantung pada sifat pelarut murni.

Jiks w2 kg zat terlarut tidak diketahui dengan massa molar M2 dilarutkan dalam w kg pelarut, maka molalitas zat terlarut adalah m = w2/wM2. Sehingga untuk M2: 𝑀 2 = 𝐾 𝑓 𝑤 2 𝜃 𝑓 𝑤 Dari persamaan (4. 20) dengan menggantikan H­= To Sfus, diperoleh: 𝐾 𝑓 = 𝑅𝑀𝑇 0 ∆𝑆 𝑓𝑢𝑠 (4.23)

Kelarutan Dalam kondisi kesetimbangan harga  zat terlarut harus sama di mana saja yaitu  2(T,p, x2) =  solid (T, p) (4.24) Di mana x2 adalah fraksi mol zat terlarut dalam larutan jenuh, karena itu kelarutan zat terlarut diungkapkan sebagai fraksi mol. Jika Jika larutan ideal, maka 2 o (T, p) + RT ln x2 = 2 solid (T, p) Di mana 2 o (T, p) adalah potensial kimia zat terlarut cairan murni.

Persamaan yang sesuai persamaan (4 Persamaan yang sesuai persamaan (4. 15) adalah ln 𝑥 2 =− ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0 (4.25) Hfus adalah panas peleburan zat terlarut murni, To titik beku zat terlarut murni. Dengan menggunakan  Hfus = To Sfus dalam persamaan (4. 25) diperoleh: ln 𝑥 2 =− ∆𝑆 𝑓𝑢𝑠 𝑅 1− 𝑇 0 𝑇 (4.26)

Kenaikan titik didih Perhatikan suatu larutan yang berada dalam kesetimbangan dengan uap pelarut murni. Kondisi kesetimbangan  (T,p,x ) =  vap (T, p) (4.27) Jika larutan tersebut ideal  o (T, p) + RT ln x = vap (T, p) dan ln 𝑥= 𝜇 𝑣𝑎𝑝 − 𝜇 0 𝑇, 𝑝 𝑅𝑇 Energi Gibbs penguapan molar adalah Gvap = vap (T, p)   o (T, p) sehingga ln 𝑥= ∆𝐺 𝑣𝑎𝑝 𝑅𝑇 (4.28)

Penulisan finalnya: ln 𝑥 2 =− ∆𝐻 𝑣𝑎𝑝 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0 atau 1 𝑇 = 1 𝑇 0 + 𝑅 ln 𝑥 ∆𝐻 𝑣𝑎𝑝 (4.29) Titik didih T larutan diungkapkan dalam terminologi panas penguapan dan titik didih pelarut murni, Hvap dan To, dan fraksi mol x pelarut dalam larutan. Jika larutan encer dalam semua zat terlarut, maka m mendekati nol dan T mendekati To. Konstanta kenaikan titik didih didefinisikan dengan 𝐾 𝑏 = 𝜕𝑇 𝜕𝑚 𝑝, 𝑚=0 = 𝑀𝑅𝑇 0 2 ∆𝐻 𝑣𝑎𝑝 (4.30) Kenaikan titik didih,  b = T  To, sehingga d b = dT. Selama m adalah kecil, persamaan (4. 30) terintegrasi menjadi  b = Kb m (4.31)

Kenaikan titik didih digunakan untuk menentukan berat molekular zat terlarut dalam cara yang sama sebagaimana penurunan titik beku. Dalam persamaan (4. 30) jika Hvap diganti dengan To Svap maka 𝐾 𝑏 = 𝑅𝑀𝑇 0 ∆𝑆 𝑣𝑎𝑝 Tetapi banyak zat cair mengikuti aturan Trouton :  S  90 J/K mol. Karena R = 8,3 J/K mol, maka perkiraan Kb  101 MTo.

Tekanan osmotik Gejala sosmosis adalah perjalanan pelarut murni ke dalam larutan, yang keduanya terpisah oleh membran semipermeabel, yaitu membran yang dapat diresapi oleh pelarut tetapi tidak oleh zat terlarutnya. Tekanan osmosis adalah tekanan yang harus diberikan kepada larutan agar alirannya berhenti. Satu contoh terpenting dari osmosis adalah transpor fluida melalui membran sel, yang juga merupakan dasar osmometri, yaitu penentuan massa molar dengan pengukuran tekanan osmosis, terutama makromolekular. Tekanan berlawanan berasal dari bagian atas larutan yang dihasilkan oleh osmosis itu sendiri. Kesetimbangan dicapai jika tekanan hidrostatis kolom larutan sama dengan tekanan osmosis. Kerumitan susunan ini adalah masuknya pelarut ke dalam larutan menyebabkan pengenceran larutan itu.

1. Persamaan van’t Hoff Persyaratan kesetimbangan adalah bahwa potensial kimia air harus memiliki harga yang sama pada setiap sisi membran pada setiap kedalaman dalam gelas. Kesamaan potensial kimia ini dicapai dengan suatu beda tegangan pada kedua sisi membran. Pada kedalaman tertentu pelarut di bawah tekanan p, sedangkan larutan di bawah tekanan p+ . Jika  (T,p+ ,x) adalah potensial kimia pelarut dalam larutan di bawah tekanan p+, dan 2 o (T, p) pelarut yang murni di bawah tekanan p, kemudian kondisi kesetimbangan adalah (T, p+ ,x ) =  o (T, p) (4.32) dan o(T, p+ ) + RT ln x =  o (T, p) (4.33)

Dari persamaan fundamental pada T konstan, didapat d o = Vo dp Dari persamaan fundamental pada T konstan, didapat d o = Vo dp . Dengan integrasi: 𝜇 0 𝑇, 𝑝+𝜋 − 𝜇 0 𝑇,𝑝 = 𝑝 𝑝+𝜋 𝑉 − 0 𝑑𝑝 (4.34) Persamaan (4. 33) menjadi 𝑝 𝑝+𝜋 𝑉 − 0 𝑑𝑝+𝑅𝑇 ln 𝑥=0 (4.35) Dalam persamaan (4. 35) 𝑉 − 0 adalah volume molar pelarut murni. Jika pelarut tidak dapat ditekan, maka 𝑉 − 0 tidak dipengaruhi oleh tekanan dan dapat dibuang dari integral. Maka 𝑉 − 0 𝜋+𝑅𝑇 ln 𝑥=0 (4.36) Untuk konsentrasi zat terlarut, ln x = ln (1x2). Jika larutan adalah encer, maka x2 << 1; logaritma dapat diekspansi dalam deret, ln 1− 𝑥 2 =− 𝑥 2 =− 𝑛 2 𝑛+ 𝑛 2 ≈− 𝑛 2 𝑛

Karena n2 << n dalam larutan encer. Maka persamaan (4 Karena n2 << n dalam larutan encer. Maka persamaan (4. 36) menjadi 𝜋= 𝑛 2 𝑅𝑇 𝑛 𝑉 0 (4.37) Jika larutan encer, maka n2 sangat kecil sehingga 𝜋= 𝑛 2 𝑅𝑇 𝑉 atau 𝜋=𝑐𝑅𝑇 (4.38) Persamaan ini adalah persamaan van’t Hoff untuk tekanan osmotik.

2. Pengukuran Tekanan Osmotik Pengukuran tekanan osmotik berguna untuk menentukan massa molar materi yang hanya sedikit dapat larut dalam pelarut, atau yang memiliki massa molar sangat tinggi (misal protein, polimer berbagai tipe, koloid). Ini adalah pengukuran yang sesuai karena besarnya tekanan osmotik. Pada 25oC, produk RT  2480 J/mol. Jadi untuk 1 mol/L larutan (c = 1000 mol/m3), didapat  = cRT = 2,48 x 106 Pa = 24,5 atm Dalam penentuan massa molar, jika w2 adalah massa zat terlarut yang terlarut dalam volume, V, maka  = w2RT/M2V atau 𝑀 2 = 𝑤 2 𝑅𝑇 𝜋𝑉 Bahkan ketika w2 kecil dan M2 besar, harga  dapat terukur dan dapat diubah menjadi harga M2.

Soal-soal Interpretasikan (a) penurunan titik beku dan (b) kenaikan titik didih dalam terminologi potensial kimia sebagai suatu ukuran ‘escaping tendency’ Dua puluh gram zat terlarut ditambahkan ke 100 gram air pada 25o C. Tekanan uap air murni adalah 23,76 mmHg; tekanan uap larutan adalah 22,41 mmHg. Hitung massa molar zat terlarut Berapa massa zat terlarut yang dibutuhkan dalam 100 gram air untuk mengurangi tekanan uap 1,5 harga untuk air murni? Dua gram asam benzoat dilarutkan dalam 25 gram benzena, Kf = 4,9 K kg/mol, menghasilkan penurunan titik beku 1,62 K. Hitung massa molar. Bandingkan dengan massa molar yang diperoleh dari rumus asam benzoat, C6H5COOH. Panas peleburan asam asetat adalah 11,72 kJ/mol pada titik leleh 16,61 oC. Hitung Kf untuk asam asetat. Jika 6 gram urea, (NH2)2CO, dilarutkan dalam 1 L larutan, hitung tekanan osmotik larutan pada 27o C.