Dapatkah legalitas verifikasi menyelamatkan tata kelola hutan global?

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
          Prinsip, Kriteria dan Indikator Panduan dan Langkah Perlindungan untuk REDD+ PUSTANLING-KEMENTERIAN KEHUTANAN, GIZ & DAEMETER CONSULTING Jakarta,
Advertisements

PERSPEKTIF KEAMANAN EROPA II Bpk. Saleh Umar 6 Oktober 2009.
European Union Ekosistem Mangrove, masyarakat dan konflik: mengembangkan pengetahuan berdasarkan pendekatan untuk menyelesaikan beragam kebutuhan Kegiatan.
PENGUATAN DAYA SAING DENGAN KLASTER INDUSTRI UNTUK MEMASUKI EKONOMI MODERN Kristiana ( )
PERAN TRANSPARENCY INTERNATIONAL INDONESIA di Sektor Kehutanan Tool sebagai perangkat Ilham Sinambela TII-FGI, Mei 2010.
Lokakarya “Model Kelola Hutan Berbasis Ekologi Orang Rimba”
PERIKLANAN INTERNASIONAL
UPAYA UNTUK KELESTARIAN DAN PENETRASI PASAR Wisnu Caroko.
Persaingan dalam pasar bebas (Memahami konteks bisnis global)
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOPERASI DI INDONESIA
KEBIJAKAN DAN REVITALISASI PERTANIAN
Keragaman dan Karakteristik Negara Berkembang
Magister Teknik Industri – Universitas Indonesia
KOPERASI DI ERA GLOBAL.
Menentukan Nilai Bisnis dari Sistem dan Mengelola Perubahan
Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert. Kenapa Kita Bicara Korupsi dalam REDD? Hutan Dikelola Rusak Lestari Korupsi Good Governance REDD Lestari.
Hubungan internasional Tema : Organisasi internasional
PENGUNAAN KOMPUTER DI PASAR INTERNASIONAL
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Sektor Industri Oleh : Hermien Roosita Asisten Deputi Urusan Manufaktur, Prasarana dan.
PERDAGANGAN DAN INVESTASI DALAM BISNIS INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH: HESTY UTAMI PRATIWI ( ) ISO 9000: TAHAPAN DALAM TOTAL QUALITY MANAGEMENT UNTUK PERUSAHAAN KONTRUKSI.
PELUANG BISNIS BERBASIS POTENSI LOKAL JAWA BARAT UNTUK PASAR GLOBAL
Peranan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah (UMKM)
Rimbawan II Gedung Manggala Wanabakti
Good Governance Etika Bisnis.
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
MANAJEMEN STRATEGIK.
BAB 15 Merancang dan Mengelola Saluran Pemasaran Terintegrasi
KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE
AN INSTRUMENT TO PROMOTE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT?
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
BAB V STRATEGI BISNIS GLOBAL MNC, SISTEM INFORMASI GLOBAL
POLICY FOCUS AREAS.
MARI DUKUNG! IMPLEMENTASI PENUH SVLK
PEMAHAMAN PADA KONSEP LINGKUNGAN GLOBAL
MANAJEMEN STRATEGIK.
`KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
PERUBAHAN DAN PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Bedah Kasus 2 Sertifikasi Hutan COMPLETE….
ISO 2000 sebagai Standar Mutu Persaingan Global(Bisnis Global)
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
`KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
PENGGUNAAN KOMPUTER DI PASAR INTERNASIONAL
KOMPLEKSITAS PENGELOLAAN PERBATASAN
Implementasi Pemahaman Globalisasi Ekonomi dalam Pembangunan Wilayah: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DI ERA MASYARAT EKONOMI ASEAN (MEA) Oleh : Dr. Kurniyati.
PERAN SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA KOPERASI
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
Hak Kepemilikan Hutan Nama kelompok: Masruri ( )
`KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
Media dan Masyarakat suatu Teori Fungsionalis Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa institusi dan praktek sosial berkaitan dengan kebutuhan dari Masyarakat.
Dampak dan Implikasi Bisnis yang ber-Etika
LESTARI PUTRI UTAMI TRIA HARYUNI DAMMAR ANDI SIMPUR SIANG
Pelaporan dan Pengungkapan Keuangan
Ike Prasetia N Lerin Diarwati
PENGUNAAN KOMPUTER DI PASAR INTERNASIONAL
Bab 4 Standar Audit dan Akuntansi Global
JAMU DAN OBAT TRADISIONAL CINA DALAM PRESPEKTIF MEDIK DAN BISNIS
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Studi Kasus KEBIJAKAN KEHUTANAN COMPLETE….
PENGUNAAN KOMPUTER DI PASAR INTERNASIONAL
EKSPOR IMPOR.
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
PEMAHAMAN PADA KONSEP LINGKUNGAN GLOBAL
PEREKONOMIAN INDONESIA DI MASA DEPAN OLEH : ASTI NOVIANA C
Abdul latieff HSE Officer. Definisi Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia.
Analisis Laporan Keuangan Internasional
BAB 15 Merancang dan Mengelola Saluran Pemasaran Terintegrasi
Hakikat Manajemen Strategis
Dampak dan Implikasi Bisnis yang ber-Etika
Transcript presentasi:

Dapatkah legalitas verifikasi menyelamatkan tata kelola hutan global? Penegasan efek – efek interaksi dari mekanisme ekonomi pada kebijakan hutan dan tata kelola: study kasus pada daerah asia tenggara.

Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir koalisi dari pemerintah negara – negara maju dan berkembang termasuk hutan mereka, wilayah, perdagangan internasional dan badan-badan pembangunan, serta kelompok-kelompok lingkungan, organisasi kehutanan penelitian, dan asosiasi industri kehutanan telah muncul untuk memerangi pembalakan liar Illegal logging telah menjadi salah satu bagian terburuk di bidang kehutanan diseluruh dunia (Kaimowitz 2005), terutama di negara-negara berkembang tropis dimana degradasi hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati dilihat sebagai tantangan global yang mengkhawatirkan (Tacconi 2007)

Instrumen kebijakan utama dan persatuan berbagai koalisi untuk memerangi pembalakan liar, telah membentuk suatu upaya untuk mempromosikan "verifikasi legalitas" dari hasil hutan bergerak guna memenuhi rantai pasokan dunia, terutama bagi mereka memasuki pasar Amerika Serikat dan pasar Eropa yang menguntungkan (Gulbrandsen dan Humphreys 2006).

kemunculan dan dukungan dari verifikasi legalitas menimbulkan dua pertanyaan utama yang bersinggungan dengan usaha praktisi- praktisi untuk mempromosikan pengelolaan lingkungan di satu sisi, dan literatur ilmiah tentang tata kelola hutan dunia di sisi lain

apakah verifikasi legalitas mewakili, banyaknya kritik – kritik dari penerapan globalisasi ekonomi mengingat bahwa verifikasi legalitas adalah sebuah alat yang tidak dirancang secara sepihak memperbaiki berbagai macam permasalahan degradasi hutan; potensi apa yang dimiliki untuk menyelesaikan bentuk lain dari bentuk-bentuk tata kelola hutan domestik dan internasional untuk menghasilkan efek yang berarti dalam cara-cara dimana instrumen tunggal telah terbukti tidak mampu?

. Verifikasi legalitas sebagai "Contoh Ideal", Perbedaan certifikasi hutan NSMD dan tata kelola hutan local Sertifikasi hutan sebagai "NSMD” tata kelola hutan dunia certifikasi hutan dunia "Stewardship Hutan Dewan" (FSC) yang dipromosikan secara gencar oleh kelompok-kelompok lingkungan terkemuka di dunia gagal dalam upaya mengembangkan kerjasama kehutanan dunia dalam konvensi di rio earth summit 1992 Akibatnya Cashore (2002), Cashore Auld dan Newsom (2004) dan Bernstein dan Cashore )(2007) telah mengidentifikasi ciri utama dari "Contoh ideal" yang dapat digunakan untuk mengkategorikan sertifikasi hutan sebagai “Non-state market driven” (NSMD) tata kelola global :

Dalam artian negara-negara berdaulat tidak mempunyai ikatan terhadap peraturan yang ada Pengembangan Kebijakan tata kelola terhadap praktek – pratek sosial dan lingkungan mempunyai skala yang luas Pengaauditan dari pihak ketiga digunakan untuk memverifikasi kepatuhan , dan pelacakan produk ecocertified yang dilakukan di sepanjang rantai pasokan global.

Selama 17 tahun terakhir upaya untuk mempromosikan pengelolaan yang bertanggung jawab melalui sertifikasi telah dicampur aduk.  Di satu sisi sekarang ada dukungan yang cukup terhadap sertifikasi dari pihak ketiga di antara sebagian besar pengelolaan kehutanan komersial di Amerika Utara. Di sisi lain usaha - usaha dalam dua ciri - ciri untuk membangun serapan global. Pertama, perdebatan terus berlanjut selama dukungan dari LSM untuk FSC di satu sisi, dan program “saingan FSC” yang dicanangkan pihak – pihak domestik, pemerintah / industri / pemilik lahan yang sekarang disalurkan di bawah payung internasional "Program untuk Persetujuan Sertifikasi Hutan" ( PEFC) yang muncul untuk memberikan apa yang mereka katakan sebagai “ketegasan yang lebih fleksibel terhadap bisnis” dari program sertifikasi yang memberikan keleluasaan lebih untuk sektor kehutanan dan perusahaan dalam mengimplementasikan tujuan kebijakan. Kedua, dukungan, yang terus berkembang,kelemahan Negara Negara tropis di mana perkembangan pemeriksaan pertama kali diterapka

Domestic “global forest governance” Pada waktu yang sama dengan berbagai LSM dan perusahaan mempromosikan dan berdebat tentang sistem sertifikasi global tentang perbedaan pandangan dari berbagai stakeholder terhadap implementasi "hukum yang lebih lunak" berdasar inisiatif yang keluar dari Rio termasuk mengembangkan"kriteria dan indikator" untuk mengelolaan hutan lestari dan cara yang tepat untuk pengembangan "program kehutanan nasional”. Dimana diharapkan pembelajaran akan masalah akan membawa pemerintah local untuk menghasilkan kebijakan baru.

Terbentuknya fleg Pada awal 2000-an. Banyak NGO dalam bidang pembangunan internasional dan kehutanan yang memfokuskan diri mempromosikan pengembangan sumberaya manusia dan pembelajaran pada negara – negara tropis yang dapat bermanfaat karena tidak seperti sertifikasi , upaya ini akan berfungsi untuk memperkuat kedaulatan nasional dengan membantu negara – negara untuk mengembangkan dan menerapkan prioritas dari kebijakan mereka dengan tujuan untuk mempromosikan pengelolaan hutan lestari.

Akibat hal ini  Inggris, Jerman dan badan-badan pembangunan Uni Eropa juga melakukannya dibawah bantuan dari “Forest law enforcement and governance”( FLEG) dalam rangka inisiatif untuk meningkatkan sumberdaya manusia bersamaan dengan mendorong jaringan pembelajaran kebijakan dimana ide – ide dan sumberdayanya dihasilkan dari sumberluar untuk memaksa negara negara tersebut melakukan upaya berdasarkan kesadaran mereka sendiri

c. Munculnya Verifikasi legalitas Verifikasi legalitasi muncul awalnya karena ada keraguan apakah FLEG ini dalam negeri akan mampu untuk mengatasi tantangan global. Hal ini menyebabkan Verifikasi legalitas mendapatkan dukungan tinggi dari koalisi stakeholder kehutanan dunia

verifikasi legalitas merupakan gabungan dari sertifikasi global dan upaya FLEG: Hampir sama dengan upaya FLEG, Verifikasi legalitas mengakui dan mempromosikan kedaulatan nasional; Dan sama seperti Sertifikasi dimana sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga. Perbedaannya dengan sertifikasi adalah verifikasi legalitas tidak harus untuk bergantung pada kepentingan evaluasi dari pelanggan untuk mendukung hal hal yang bersifat eco-friendly, melainkan merupakan suatu cara untuk mencari cara untuk menghapuskan barang illegal.

Ada dua alasan mengapa negara Uni Eropa dan AS menjadikan verifikasi legalitas telah menjadi pendekatan favorit : Pengakuan bahwa upaya mengikat memaksakan konvensi hutan pada banyak negara berkembang untuk mengatasi deforestasi upaya untuk mengesahkan praktek-praktek kehutanan terbaik memimpin, beberapa kritikus menegaskan hanya memisahkan pasar daripada meningkatkan hasil tanah

Kunci utama legalitas, certifikasi dan kebijakan kehutanan domestik

Kerangka analisis Telah lama diketahui bahwa Kebijakan publik harus memusatkan perhatian pada pendekatan pengembangan inovatif untuk perubahan perilaku yang ada daripada menghadapi kepentingan pribadi ataupun pembuatan strategi (Gunningham, Grabosky, dan Sinclair 1998)

Sebagai awalan untuk mengatasi keterbatasan dan fokus terhadap kerangka kerja pada pertanyaan yang relevan terhadap fenomena verifikasi legalitas, maka  kita memusatkan perhatian analitik dalam dua cara.  Kenapa harus mendukung verifikasi legalitas Efek dari  interaksi potensial terhadap dua inisiatif penting lainnya: Upaya untuk membangun certifikasi hutan berdasarkan “menejemen lestari” di dunia melalui ecolabelling Dan upaya untuk mempromosikan “ forest law enforcement and governance”(FLEG) di negara berkembang.

Apa yang tejadi: dinamika konsumer dan produser Perubahan dan dinamika yang terjadi antar produsen dan konsumen sangatlah susah untuk diungkapkan dan dijelaskan. Dan untuk menjelakaskannya kami memulai dari definisi legalitas itu sendiri yang muncul di eropa dan amerika serta menjelaskan dampak dari definisi legalitas itu sendiri terutama pada negara berkembang. Sebagai contoh kasusnya kami mereview respon dan trensd yang terjadi di Indonesia dan malaysia. Verifikasi Legalitas : Pendekatan yang dilakukan di Eropo dan Amerika Serikat i.Definisi Legalitas dalam praktek dan politis. ii.Siapa yang mendukung atau menolak verifikasi legalitas yang dilakukan negara pembeli. iii,.Siapa yang mendukung atau menolak verifikasi legalitas yang dilakukan negara suplier.

Verifikasi Legalitas : Pendekatan yang dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat Eropa : didasari dari kesadaran untuk mengurangi ilegal logging dan usaha untuk mencegah produk-produk ilegal dari kehutanan masuk ke wilayah Eropa dan Amerika Amerika: amandemen terhadap Lacey art (semacam uu) dengan cara memboikot barang-barang yang diambil secara ilegal Berdasarkan Brown (2006) Uni Eropa membuat sebuah nota kesepahaman ( VPA) untuk membangun negosiasi secara bilateral dlm mengembangkan aturan mendasar tentang verifikasi legalitas seperti definisi dr legalitas yg dipahami bersama danpengembangan sistem licensi pengamanan lingkungan

i.Definisi Legalitas dalam praktek dan politis.

ii. Siapa yang mendukung atau menolak verifikasi legalitas yang ii.Siapa yang mendukung atau menolak verifikasi legalitas yang dilakukan negara pembeli. Menolak : Monsanto dan BIO (Bioteknologi Industri Organisasi) Industri kecil kehutanan Mendukung

Pendukung dan penolak legalitas verifikasi dalam tatanan negara pengkonsumsi perubahan amandement lacey act 2008 lahir dari koalisi orang orang lingkungan dan gabungan pengusaha kayu di oregon . Dalam kasusu lacey act , pembalakan liar adalah hal yang dilarang di kedua

Pendukung dan penolak legalitas verifikasi dalam tatanan negara penghasil Tanggapan di negara-negara produsen (pemasok) telah dicampur, meskipun dukungan dan strategis posisi telah berubah secara dramatis dari waktu ke waktu. Perbedaan strategis di Asia Tenggara dapat dijelaskan oleh posisi negara pada rantai suplai global dari produsen kayu, untuk produsen, untuk importir (Ottitsch 2010; Wenming 2010) Meskipun berada di luar cakupan makalah ini untuk menawarkan penilaian yang sistematis, kita mengidentifikasi tema utama yang muncul dan berbentuk dukungan atau perlawanan terhadap verifikasi legalitas hutan di dua kunci negara memproduksi hutan : Indonesia dan Malaysia.

Indonesia Pendekatan terhadap US Lacey Act, dan Negosiasi VPA Uni Eropa tampaknya sangat dipengaruhi oleh adanya upaya dari pemerintah Indonesia untuk mempromosikan legalitas hutan. Setelah upaya FLEG dalam negeri disebutkan di atas, pemerintah Indonesia bereksperimen dengan membuat Badan Revitalisasi Industri Kayu (BRIK) yang dibebankan dengan monitoring dan verifikasi legalitas kayu. Untuk mencapai tujuan ini, ETPIK mengeluarkan sertifikat legalitas untuk perusahaan hutan yang menyediakan semua dokumen yang diperlukan, termasuk izin transportasi. Namun, ketersediaan sertifikat ini di pasar gelap menimbulkan keraguan tentang efektivitas pendekatan ini (Colchester 2006).

malingsia Berbeda dengan Indonesia, Malaysia telah lebih lambat, tetapi terbuka untuk mempromosikan verifikasi legalitas. Bisa dibilang salah satu hambatan untuk partisipasi Malaysia yaitu mereka telah menerima pengawasan internasional yang berkelanjutan, banyak lembaga hutan domestik merasa bahwa kebijakan pada lahan/tanah mereka telah berlangsung lama, hutan lindung, dan hutan sudah disahkan, membuat kebijakan dalam negeri salah satu dari yang paling maju dan berkelanjutan di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Malaysia tidak memiliki krisis politik yang sama mengenai legalitas hutan sebagai mitra di Indonesia. Sebagai yang paling ekonomis maju dari negara-negara Asia Tenggara, oleh karena itu,mereka tidak mengalami kesulitan karena mempunyai tangtangan tata kelola hutan yang sama dengan negara-negara lain. Hal ini bisa dibilang sebagian untuk alasan-alasan bahwa pengawasan internasional di Malaysia telah difokuskan pada konversi secara luas hutan alam di Kalimantan dan Semenanjung Malaysia ke Palm Oil perkebunan - masalah yang sama sekali berbeda dari verifikasi legalitas hutan. Rintangan lain juga menghadapi upaya untuk mengembangkan legalitas hutan. Pertama, industri tetap skeptis bahwa harga premium akan pernah terwujud dan dengan Uni Eropa secara resmi bersedia berkomitmen untuk kenaikan harga untuk mendpatkan akses ke pasarnya, pemangku kepentingan khawatir verifikasi yang mungkin akan lebih memakan anggaran negara daripada manfaat yang akan diperoleh. Selain itu, dan mencerminkan masalah-masalah yurisdiksi federal yang mengatur pengelolaan hutan, perbedaan antar sub-nasional yurisdiksi memperlambat negosiasi.