HUKUM KELUARGA DAN PERKAWINAN DITINJAU DARI KUHPerdata DAN UU NO HUKUM KELUARGA DAN PERKAWINAN DITINJAU DARI KUHPerdata DAN UU NO. 1 TAHUN 1974
PENGERTIAN HUKUM KELUARGA (familierecht / law of familie) Keluarga dalam arti sempit adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami istri dan anak, yang berdiam dalam suatu tempat. Hukum keluarga adalah mengatur mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan. Hubungan kekeluargaan sangat penting karena menyangkut hubungan anak dan orang tua, pewarisan, perwalian dan pengampuan.
Bagi golongan Eropa berlaku KUHPerdata Hukum perkawinan yang berlaku di indonesia sebelum berlakunya uu no. 1 tahun 1974 : Bagi golongan Indonesia asli berlaku hukum perkawinan adat. Untuk penduduk Indonesia asli yang tinggal di Jawa, Minahasa, dan Ambon yang beragama kristen berlaku HOCI (Huwelijk Ordonantie Christen Indonesiers) Staatsblaad 1933 No. 74 Bagi golongan Eropa berlaku KUHPerdata Bagi golongan Timur Asing keturunan Tionghoa berlaku KUHPerdata kecuali bagian kedua dan bagian ketiga titel IV Buku I upacara-upacara yang mendahului perkawinan dan pencegahan perkawinan. Bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa berlaku hukum perkawinan adat yang mereka bawa dari negeri asalnya. Dalam hal perkawinan campuran, misalnya antara golongan Indonesia asli dengan seorang keturunan Tionghoa maka dalam hal ini berlaku hukum perkawinan suami.
Bagaimana kedudukan hukum perkawinan menurut KUHPerdata setelah berlakunya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ?
Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mencabut ketentuan-ketentuan mengenai perkawinan dan segala akibat hukumnya sebagaimana terdapat dalam Buku I KUHPerdata.
sumber hukum perkawinan di indonesia : UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan PP No. 45 tahun 1990 tentang Perubahan dan Tambahan PP No. 10 tahun 1983 tentang ijin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Pasal 1-170 KHI)
Pengertian perkawinan Pengertian perkawinan berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 berbeda dengan KUHPerdata. Perkawinan merupakan kejadian yang sangat mempengaruhi status hukum seseorang, karena : Dengan perkawinan timbul kedudukan sebagai suami dan sebagai istri Bila dalam perkawinan lahir anak maka akan timbul hubungan antara orang tua dan anak
Perkawinan di tinjau dari kuhperdata UU tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan perkawinan. Menurut doktrin/ilmu pengetahuan perkawinan adalah suatu persekutuan atau perserikatan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui sah oleh peraturan-peraturan negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesatuan hidup yang abadi.
Dapat disimpulkan bahwa eksistensi perkawinan merupakan suatu lembaga/institusi yang melegalkan suatu perkawinan sehingga menjadi sah dan mempunyai akibat hukum. Dalam KUHPerdata pasal 26-102 tdk dijumpai definisi perkawinan
Perkawinan bukan merupakan persetujuan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, MENGAPA ?
Pada persetujuan dalam perkawinan tidak berlaku asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas menentukan isi dari persetujuan/perjanjian. Hukum perkawinan bersifat imperatif (pemaksa) sehingga akibat yuridis dari perkawinan bukan kewenangan dari para pihak (ditentukan sendiri oleh para pihak). Hanya terhadap harta perkawinan serta hak dan kewajiban para pihak saja dalam batas-batas tertentu yang dapat ditentukan sesuai kehendak masing-masing.
Asas-asas perkawinan menurut kuhperdata Asas monogami (pasal 27 BW), dimana seorang suami hanya dibolehkan mempunyai seorang istri saja. Pelanggaran terhadap prinsip ini tidak mengakibatkan batalnya perkawinan tetapi diancam dengan hukuman sesuai dengan Pasal 279 KUHP. Perkawinan dipandang dari sudut keperdataan saja (pasal 81 BW). Perkawinan akan sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum/syarat sahnya perkawinan menurut KUHPerdata. Sehingga, dalam pasal 81 dikatakan upacara keagamaan tidak boleh dilangsungkan sebelum perkawinan diadakan dihadapan pegawai cacatan sipil.
Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami istri Lanjutan….. Asas konsensual (pasal 28 BW), bahwa asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami istri Perkawinan merupakan dasar terwujudnya pertalian darah (keturunan) dan hal ini melahirkan hak dan kewajiban diantara mereka yang termasuk di dalam lingkungan keturunan itu. Asas persatuan bulat (pasal 119 BW), dimana perkawinan mempunyai akibat di dalam bidang kekayaan suami istri.
Syarat-syarat perkawinan Syarat materiil (inweindig/interen) yaitu syarat-syarat yang mengenai diri pribadi para calon yang akan melangsungkan perkawinan. Terdiri dari kata sepakat, batas usia (18 & 15 tahun), masing-masing pihak belum kawin, tenggang waktu (300 hari bagi wanita yang akan kawin lagi) Syarat formil (uitweidig eksteren), yaitu syarat- syarat yang menyangkut acara-acara atau formalitas-formalitas yang mendahului suatu perkawinan dan pada saat perkawinan berlangsung, misalnya para pihak yang akan melangsungkan suatu perkawinan diharuskan menghadap sendiri dimuka pegawai catatan sipil dengan membawa dua orang saksi.
Perkawinan ditinjau dari uu no. 1 tahun 1974 Pasal 1 UUP : “perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KYME”
Asas-asas perkawinan ditinjau dari uu no. 1 tahun 1974 UU No. 1/1974 menampung unsur agama dan kepercayan masing-masing anggota masyarakat yang bersangkutan. UU ini juga menganut asas agar setiap perkawinan harus memenuhi syarat administrasi yang termuat dalam daftar catatan pemerintahan (akta resmi) Asas monogami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk poligami jika agama yang bersangkutan mengijinkan untuk itu akan tetapi untuk pelaksanaannya harus melalui beberapa ketentuan sebagai persyaratan yang diatur dalam UU ini
Lanjutan….. UU No. 1/1974 menampung unsur agama dan kepercayan masing-masing anggota masyarakat yang bersangkutan. Kedudukan suami istri adalah seimbang baik dalam rumah tangga maupun pergaulan kemasyarakatan. Perkawinan harus dilakukan oleh pribadi-pribadi yang matang jiwa raganya.
Syarat perkawinan (pasal 6 & 7 uup) : Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai Batas umur untuk melakukan perkawinan (19 dan 16 tahun) Ijin dari kedua orang tua wali (diperlukan bagi calon mempelai yang belum 21 tahun)
Larangan perkawinan : Larangan perkawinan karena hubungan kefamilian yang terus menerus berlaku dan tidak mungkin disingkirkan berlakunya seperti diatur dalam pasal 8 ayat (a), ayat (b), ayat © Larangan perkawinan karena satu susuan Larangan perkawinan karena salah satu pihak atau masing-masing pihak masih terikat dengan perkawinan lain. Larangan ini sebetulnya hanya bersifat sepihak saja dan berlaku mutlak. Larangan melakukan perkawinan lagi bagi masing- masing pihak yang telah bercerai sebanyak 2 kali Larangan perkawinan bagi wanita yang masih ada dalam masa tunggu larangan ini tidak bersifat tetap hanya sementara saja.
Pelaksanaan perkawinan : Tata cara pelaksanaan perkawinan dibedakan sebelum perkawinan berlangsung dan pada saat perkawinan berlangsung.
Sebelum perkawinan berlangsung : Membawa surat keterangan dari kepala kampung atau kepala desa/kepala daerah masing-masing Menyampaikan kehendaknya selambat- lambatnya 10 hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Kemudian pegawai pencatat perkawinan harus memeriksa calon suami istri dan wali yang bersangkutan tentang kemungkinan adanya halangan nikah atau larangan nikah.
Lanjutan : Dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah dan para pihak yaitu calon suami istri dan wali wajib hadir sendiri menghadap pegawai pencatat nikah. Bilamana dalam keadaan terpaksa maka akad nikah dapat diwakili oleh orang lain, akan tetapi wakil tersebut harus dikuatkan dengan surat kuasa otentik. Dilakukan ijab qobul dihadapan pegawai pencatat perkawinan. Ijab dilakukan oleh wali calon istri dengan qobul yang spontan yang fasih dari calon istri, dan disaksikan sekurang-kurangnya 2 orang saksi muslim sudah dewasa serta waras dan diutamakan mereka yang terkenal baik tingkah laku kesopanan dan ketaatannya.
Lanjutan : Diadakan penelitian oleh pejabat catatan nikah, tentang pembayaran mahar, membaca atau memeriksa persetujuan tentang taklik talak kemudian pegawai pencatat nikah mencatat pernikahan tersebut dalam daftar nikah. Untuk mereka yang non muslim dengan berlakunya PP No. 9 tahun 1975 praktis semua peraturan yang ada disana berlaku pula bagi mereka. Untuk melaksanakan perkawinan berlaku bab III Pasal 10- 12 PP tersebut.
Untuk mereka yang non muslim dengan berlakunya PP No. 9 tahun 1975 praktis semua peraturan yang ada disana berlaku pula bagi mereka. Untuk melaksanakan perkawinan berlaku bab III Pasal 10- 12 PP tersebut.
Tata cara yang dilakukan sebelum perkawinan untuk non muslim : Pernikahan harus didahului oleh suatu pemberitahuan oleh kedua calon mempelai kepada pegawai catatan sipil atau kepada pendeta agama kristen, kepada pastur bagi yang beragama katolik Pemberitahuan harus dilengkapi dengan surat- surat pembuktian yang diperlukan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh UU untuk pelaksanaan perkawinan Pelaksanaan perkawinan baru dapat dilaksanakan setelah lampau waktu 10 hari terhitung dari tanggal pemberitahuan.
Tata cara perkawinan yang diatur dalam Bab III Pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975 adalah sebagai berikut : Perkawinan baru dapat dilangsungkan setelah 10 hari sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh pegawai pencatat. Pengumuman ini diberitahukan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan yang mudah dibaca oleh umum. Tata cara perkawinan dilakukan oleh mereka menurut masing-masing hukum agama. Karena itu maka setiap perkawinan dilakukan pegawai pencatat perkawinan (Pasal 2 ayat (1) PP No. 9 tahun 1975)
Kedua mempelai menandatangani akte perkawinan sesudah perkawinan dilangsungkan, begitupun kedua saksi yang menghadiri berlangsungnya perkawinan. Khusus untuk mereka yang beragama islam akte perkawinan harus ditandatangani oleh wali nikah atau mereka yang mewakilinya. Dengan demikian maka perkawinan telah tercatat. Dari ringkasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan: Dilangsungkan terbuka untuk umum Dilangsungkan dihadapan petugas KUA untuk pencatatan nikah Dilakukan dihadapan 2 saksi