PERATURAN PELAKSANAAN BIDANG LISTRIK & PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Advertisements

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
PERMOHONAN HAK UJI MATERI PP 04 TAHUN 2010
PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN K3
Oleh : Baju Widjasena Bagian K3 FKM UNDIP
Oleh: Emil Huriani, S.Kp, MN (Dikutip dari Yayasan IDEP)
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
TEKNIK PEMADAMAN DAN TEKNIK PENYELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN GEDUNG
SISTEM MANAJEMEN K3 PENDAHULUAN DAN PENGERTIAN K.3 MATERI 1
SISTEM MANAJEMEN K3 PERATURAN PEMERINTAH NO.50 TH MATERI 2
Drs. Haris Sadiminanto, MMSi, MBA
SISTEM MANAJEMEN K3 LANJUTAN P.P. NO.50 TH.2012 ( PASAL.9 ) MATERI 3
SAFETY ggggggggggg PROSEDUR K3.
RINGKASAN PENGETAHUAN DASAR KEBAKARAN .
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA
Panitia Pembina Keselamatan Kesehatan Kerja
MENDISKRIPSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 )
Fire safety management MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN.
INSPEKSI K3.
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERTEMUAN #6 NORMA PEMERIKSAAN DAN WEWENANG PEMERIKSA PAJAK
Kelompok 9 : Muhammad taufiqur rahman ( )
Dasar Hukum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
Kelembagaan K3 Dewan K3 Nasiomal
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK OUT
MANAJEMEN KOPERASI.
Ketatalaksanaan Pemerintahan di INDONESIA
Elemen Sistem Manajemen Bencana
HIMPUNAN PERATURAN KESELAMATAN & KESEHATAN K3
Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat 2016
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA, No
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Hilda Ashari Baso Ali Irvawansyah Amiruddin Bustamin Asriadi
PERATURAN PELAKSANAAN BIDANG KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
INSTALASI TENAGA LISTRIK
Keselamatan dan kesehatan kerja
Aspek Hukum Kesehatan Kerja
UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN dengan UU Nomor.01 Tahun 1970
Proses Manajemen Bencana
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (P2K3)
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
Kelompok 9 : Muhammad taufiqur rahman ( )
Panitia Pembina Keselamatan Kesehatan Kerja
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3).
S E L A M A T D A T A N G.
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VII) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Kelompok 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja.
STANDAR KESELAMATAN KERJA
Peraturan Pemerintah Republik INDONESIA Nomor 1 tahun 1970
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Pemeriksanaan dan Uji Riksa PHB PP-C1
DASAR Amanat UU Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan dalam Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 50. (terkait kelembagaan) serta Pasal 87.
MOGOK KERJA DAN LOCK OUT PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Faktor Utama Unsafe Action: Tindakan Tak Aman (80%)‏ Unsafe Condition: Kondisi Tak Aman (20%)‏ (HW. Heinrich th 1931.
disampaikan oleh: Drs. Herman Prakoso Hidayat, MM
Ketatalaksanaan Pemerintahan di INDONESIA
PENGERTIAN ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN. Hukum dalam proyek Hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
Uu k3.
PROSES MANAJEMEN BENCANA
Obyektif Setelah mengikuti pembekalan materi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), audience diharapkan mampu: Berperilaku aman di tempat kerja. Bersikap.
Transcript presentasi:

PERATURAN PELAKSANAAN BIDANG LISTRIK & PENANGGULANGAN KEBAKARAN

PEMBAHASAN... peraturan umum instalasi listrik indonesia 1987, pemenaker tentang instalasi alaram kebakaran otomatik, pemenaker tentang pengawasan khusus K3 penanggulangan kebakaran, Pemenaker unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja.

peraturan umum instalasi listrik indonesia 1987

Sejarah singkat PUIL : Peraturan instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties) yang diterbitkan sebagai Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda.

Lanjutan... Penggantian dari kata “Peraturan” menjadi “Persyaratan” dianggap lebih tepat karena pada perkataan “peraturan” terkait pengertian adanya kewajiban untuk mematuhi ketentuannya dan sangsinya. Sebagaimana diketahui sejak AVE sampai dengan PUIL 1987 pengertian kewajiban mematuhi ketentuan dan sangsinya tidak diberlakukan sebab isinya selain mengandung hal-hal yang dapat dijadikan peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan atau persyaratan teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan instalasi listrik.

Lanjutan... PUIL 2000 ini tidak mungkin terwujud tanpa kerja keras dari seluruh anggota Panitia Revisi PUIL 1987, dan pihak pihak terkait lainnya yang telah memberikan berbagai macam bantuan baik dalam bentuk tenaga, pikiran, sarana maupaun dana sehingga PUIL 2000 dapat diterbitkan dalam bentuknya yang sekarang. Atas segala bantuan tersebut Panitia Revisi PUIL mengucapkan terima kasih sebesar besarnya.

PEMENAKER TENTANG INSTALASI ALARAM KEBAKARAN OTOMATIK II PEMENAKER TENTANG INSTALASI ALARAM KEBAKARAN OTOMATIK

Menimbang: a. bahwa dalam rangka kesiapan kesiagaan pemberantasan pada mula terjadinya kebakaran maka setiap instalasi alarm kebakaran automatik harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kesehatan kerja; b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur instalasi Alarm Kebakaran Automatik.

Mengingat: 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (No. 2918) 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 03/Men/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK.

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Instalasi Alarm Kebakaraan Automatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran; b. Kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran termasuk relai, lampu, saklar, hantaran dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area;

c. Detektor lini adalah detektor yang unsur perasa atau pengindraannya berbentuk batang atau pita; d. Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat yang bekerja secara manual dan alarmnya tidak dapat dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum dipecahkan; e. Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat membangkitkan alarm dalam suatu sistem;

f. Panil pengulang adalah suatu panil indikator kebakaraan duplikat yang hanya berfungsi memberi petunjuk saja dan tidak dilengkapi peralatan lainnya; g. Tegangan ekstra rendah adalah tegangan antara fasa dan nol, paling tinggi 50 volt; h. Sistem penangkap asap (sampling device) adalah suatu rangakaian yang terdiri dari pengindraan dengan alat-alat penangkap asapnya;

Pasal 2 Peraturan ini mulai berlaku untuk perencanaan, pemasangan, pemeliharaan, dan pengujian instalasi alarm kebakaran automatik di tempat kerja.

PEMENAKER TENTANG PENGAWASAN KHUSUS K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN III PEMENAKER TENTANG PENGAWASAN KHUSUS K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Menimbang: a. bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini menunjukkan angka kejadian yang cukup tinggi dengan kerugian dan korban jiwa yang tidak sedikit; b. bahwa tugas pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk penggulangan kebakaran di tempat kerja, adalah tanggung jawab Depnaker sesuai dengan Undang-undang No.1 Tahun 1970 belum berjalan sebagaimana mestinya; c. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan instruksi Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan K3 penaggulangan kebakaran di tempat kerja.

Mengingat: 1. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/Men/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadan Api Ringan; 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-02/Men/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik; 4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/Men/1988 tentang berlakunya Standar Nasional Indonesia SNI-225-1987 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL-1987) di tempat kerja;

MENGINSTRUKSIKAN: Kepada : Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja di seluruh Indonesia, Untuk : 1. Mengadakan koordinasi dengan Instansi/Dinas terkait dalam rangka upaya-upaya peningkatan penerapan norma-norma keselamatan kerja di bidang penaggulangan kebakaran antara lain: Penerapan syarat-syarat K3 dalam mekanisme perizinan,

Lanjutan... Pembinaan/penyuluhan/pelatihan penggulangan bahaya kebakaran. Pemeriksaan/investigasi/analisa kasus kebakaran. 2. Meningkatkan pemeriksaan secara intensif tempat-tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran tinggi dengan menugaskan pegawai pengawas terutama yang telah mengikuti Diklat Spesialis penanggulangan kebakaran. 3. Melaksanakan pengawasan pemasangan sarana proteksi kebakaran pada proyek konstruksi bangunan. 4. Melaksanakan instruksi ini dengan penuh tanggung jawab sesuai ketentuan yang berlaku.

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN I. PETUNJUK UMUM Syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan penanggulangan kebakaran secara jelas telah digariskan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 antara lain: Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; Penyediaan sarana jalan untuk menyelamatkan diri; Pengendalian asap, panas dan gas; Melakukan latihan bagi semua karyawan.

Rumusan tersebut di atas dengan pendekatan teknis dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran dengan cara mengendalikan berbagai bentuk perwujudan energi yang digunakan, hendaknya diprioritaskan pada masalah yang paling menonjol dalam statistik penyebab kebakaran. 2. Tindakan dalam rangka upaya mengurangi tingkat keparahan risiko kerugian yang terjadi maupun jatuhnya korban jiwa, dengan cara melokalisasi atau kompartemenisasi agar api, asap dan gas tidak mudah meluas ke bagian yang lain.

Lanjutan... 3. Penyediaan alat/instansi proteksi kebakaran seperti sistem deteksi/alarm kebakaran dan alat pemadan api ringan, hydran, springkler atau instansi khusus yang handal dan mandiri melalui perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan sesuai ketentuan standar. 4. Tersedianya sarana jalan untuk menyelamatkan diri yang aman, lancar dan memadai sesuai jumlah orang dan bentuk konstruksi bangunan. 5. Terbentuknya organisasi tanggap darurat untuk menanggulangi bila terjadi bahaya kebakaran.

Lanjutan... Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang penanggulangan kebakaran seperti uraian tersebut di atas harus dilakukan secara profesional oleh pegawai dan dengan menjalin kerjasama yang harmonis dengan instansi/dinas terkait.

Setelah pekerjaan pemasangan instalasi selesai dilaksanakan, harus diadakan pemeriksaan dan pengujian setempat yang diikuti oleh semua pihak yang terikat antara lain: _ Kontraktor (Instalator); _ Perencanaan (Konsultan); _ Pemilik (Pemberi kerja); _ Pengelola (Building Manager); _ Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (Spesialisasi penanggulangan kebakaran).

Lanjutan... Setelah pemeriksaan dan pengujian secara keseluruhan selesai dilaksanakan kemudian dilakukan evaluasi bersama-sama. Pegawai pengawas ketenagakerjaan memberikan komentar dan syarat-syarat yang dipandang perlu berdasarkan temuan-temuan dalam pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan.

PEMENAKER UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA IV PEMENAKER UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA RI TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

KETENTUAN UMUM Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : a. Tempat kerja ialah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. b. Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. c. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.

Lanjutan... d. Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk menangani masalah penganggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan administrasi, identifikasi sumber-sumber bahaya, pemeriksaaan, pemeliharaan dan perbaikan sistem proteksi kebakaran. e. Petugas peran penanggulangan kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan diserahi tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber-sumber bahaya dan melaksanakan upaya-upaya penanggulangan kebakaran.

Pasal 2 1. Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan penganggulangan kebakaran di tempat kerja. 2. Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja.

3. Pengendalian setiap bentuk energi, penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi serta pengendalian penyebaran asap, panas dan gas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal-pasal diatas, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

PEMBENTUKAN UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN Pasal 3 Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran. Pasal 4 1. Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri :

Lanjutan... a. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan b. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang I c. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II d. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III e. klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat. 2. Jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.

Lanjutan... 3. Jenis tempat kerja yang belum termasuk dalam klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sendiri oleh Menteri atau pejabat yang di tunjuk.

SEKIAN & TERIMA KASIH 