KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PENGERTIAN Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah dan kegiatan ekspor impor barang dan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut
PENGERTIAN Kebijakan ekonomi internasional dalam arti sempit meliputi kebijakan yang langsung mempengaruhi ekspor dan impor. Kebijakan internasional dalam arti sempit ini berkaitan dengan ekspor barang dan jasa, yitu barang konsumsi, produksi dan tenaga kerja.
PENGERTIAN Kebijakan ekonomi internasional adalah keseluruhan tindakan pemerintah suatu negara yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan negaranya dengan melalui kegiatan yang mendorong ekspor dan mengatur/mengendalikan impor. Keseluruhan tindakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan memperoleh komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional.
Instrumen kebijakan ekonomi internasional Kebijakan perdagangan internasional mencakup tindakan/kebijakan pemerintah terhadap perdagangan luar negerinya, khususnya mengenai ekspor dan impor barang/jasa, misalnya pengenaan tarif terhadap barang impor, bilateral, trade agreement, pengenaan kuota impor dan ekspor, dll.
Instrumen kebijakan ekonomi internasional Kebijakan pembayaran internasional adalah mencakup tindakan pemerintah terhadap pembayaran internasional, misalnya pengawasan terhadap lalu lintas devisa, pengaturan lalu lintas modal jangka panjang.
Instrumen kebijakan ekonomi internasional Kebijakan bantuan luar negeri adalah tindakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman/hutang (loans), bantuan untuk rehabilitasi serta pembangunan, dll.
Tujuan kebijakan ekonomi internasional Autarki, menghindari pengaruh-pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi, politik atau militer. Kesejahteraan (welfare), tujuan ini bertentangan dengan autarki di atas. Dengan mengadakan perdagangan internasional suatu negara akan memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi dan kesejahteraan meningkat. Maka untuk mendorong perdagangan internasional, hambatan/restriksi dalam perdagangan internasional seperti tarif, kuota, dsb akan dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hal ini berarti mengarah ke perdagangan bebas.
Tujuan kebijakan ekonomi internasional Proteksi, tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor. Kebijakan dapat berupa tarif atau kuota impor. Keseimbangan neraca pembayaran, terutama bagi negara yang mengalami defisit dalam neraca pembayarannya, posisi cadangan valuta asingnya lemah. Maka diperlukan kebijakan ekonomi internasional guna menyeimbangkan neraca pembayaran internasionalnya. Kebijakan ini ummnya berbentuk pengawasan devisa (exchange control). Pengawasan devisa tidak hanya mengatur/mengawasi lalu lintas tapi juga modal.
Tujuan kebijakan ekonomi internasional Pembangunan ekonomi untuk menunjang pembangunan ekonomi suatu negara dan mendorong impor barang- barang pemerintah dapat mengarahkan perdagangan internasionalnya dengan kebijakan seperti: Perlindungan terhadap industri dalam negeri yang baru tumbuh (infant-industries). Mengurangi impor barang-barang yang non- esensial Mendorong ekspor
Kebijakan Perdagangan Hambatan perdagangan berupa tarif Hambatan perdagangan berupa non tarif
TARIF Kebijakan proteksionis terhadap barang– barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif: pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial.
Alasan pemberlakuan tarif: melindungi industri domestik yang bersaing dengan produkproduk impor meningkatkan pendapatan pemerintah
Dampak penetapan tarif (Markusen): tingkat kesejahteraan (welfare) lebih rendah jika diterapkan kebijakan tarif dibanding perdagangan bebas tarif impor menyebabkan pergerakan level produksi kembali ke titik autarki penurunan impor yang disebabkan oleh diterapkannya kebijakan tarif impor mendorong penurunan pada volume ekspor
Sebelum adanya pembebanan tarif, OP1 merupakan harga konstan yang ditetapkan oleh produsen pengimpor, sehingga produsen di dalam negeri pun harus menjual pada harga yang sama sebagai akibat persaingan dengan produsen pengimpor. Produksi dalam negeri OQ1 dan konsumsi OQ4 sehingga Q1Q4 adalah impornya. Terhadap impornya ini kemudian negara A membebani tarif sebesar P1-P2, maka efeknya adalah : harga barang tersebut di dalam negeri naik dari OP1 menjadi OP2.
jumlah barang yang diminta berkurang dari OQ4 menjadi OQ3 (consumption effect). adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif tersebut sebesar BCEF (revenue effect). adanya ekstra pendapatna yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada produsen di dalam negeri sebesar ABP1P2.
Jenis tarif Ditinjau dari aspek komoditi: Tarif impor: pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri Tarif ekspor: pungutan bea yang dikenakan atas barang ekspor
Jenis tarif Ditinjau dari mekanisme penghitungan: Tarif ad valorem: tarif yang dikenakan berdasarkan angka prosentase tertentu dari nilai barang yang diimpor Tarif spesifik: tarif yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor Tarif campuran: merupakan gabungan dari keduanya
Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003): Tarif Tunggal (Singgle column tarif), yaitu suatu tarif untuk satu jenis komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tarif), yaitu satu tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-ganda (two-column tarif).
Tarif Preferensi (Preferential Tarif), yaitu salahs atu tarif yang merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang idberlalukan olehh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.
Kebijakan tarif barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut: Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat militer; Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setngah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup produksi di dalam negeri; dan Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
NON TARIF Kebijakan hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.
Non Tarif Kouta Hambatan lainnya (PP) Contingent Protection (antidumping, countervailing duties, dan safeguards)
1. Kuota Kuota: sebuah hambatan perdagangan dalam bentuk penetapan maksimal kuantitas barang impor
2. Hambatan Lain Adanya peraturan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi volume perdagangan. Sebagai contoh, pemerintah menetapkan standar teknis dan keselamatan untuk produk tertentu. Ketentuan ini dapat mengurangi impor produk yang bersangkutan dari negaranegara yang belum memenuhi standar.
Selain itu, peraturan pengadaan pemerintah yang mengharuskan setiap pengadaan barang oleh pemerintah menggunakan produk domestik juga sering digunakan sebagai upaya untuk menghambat impor. Bentuk hambatan lainnya adalah melalui persyaratan konten domestik pada produk tertentu (domestic content requirement). Ketentuan ini mengharuskan para importir mengimpor barang yang mengandung sekian persen komponen domestik.
3. Contigent Protection Contigent Protection: pengenaan pajak atas impor tersebut sebagai bentuk kebijakan proteksi yang dilakukan oleh suatu negara yang dipicu oleh faktor harga dan kemungkinan terjadinya kerugian serius pada industri domestik
a. Dumping dan Antidumping praktik penjualan suatu barang pada tingkat harga di pasar ekspor yang lebih rendah dari tingkat harga domestik, praktik penjualan suatu barang pada tingkat harga di pasar ekspor yang lebih rendah dari biaya rata-rata produksi barang tersebut
Kategori dumping: Sporadic dumping: turunnya permintaan di pasar domestik akibat terjadinya siklus bisnis, membuat perusahaan menjual kelebihan produksinya ke pasar ekspor dengan harga yang lebih murah untuk mendorong penjualan Predatory dumping: perusahaan menjual produknya dengan harga yang lebih rendah di pasar ekspor dengan tujuan untuk menekan perusahaan domestik atau mencegah masuknya pesaing baru
Antidumping Anti dumping: tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk antidumping terhadap barang dumping. Bea masuk antidumping ditetapkan sebesar marjin dumping, selisih antara nilai normal dan harga ekspor dari barang dumping, dan dikenakan hingga dumping berhenti.
b. Subsidi dan Countervailing Duties Subsidi dapat diberikan oleh suatu negara kepada industri dalam negeri, kelompok industri, perusahaan, atau eksportir baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk bantuan keuangan ataupun bentuk dukungan terhadap pendapatan dan harga, sehingga dapat meningkatkan ekspor atau menurunkan impor.
Sama seperti tindakan antidumping, pemerintah suatu negara dapat mengenakan tindakan imbalan (countervailing duty atau CVD) terhadap barang impor yang mengandung subsidi, berupa pengenaan bea masuk imbalan.
c. Safeguard Tindakan pengamanan (safeguard) adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor, baik absolut maupun relatif, terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing degan hasil industri dalam negeri.
Tindakan tersebut dapat berupa pengenaan bea masuk tindakan pengamanan atau kuota dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dapat melakukan penyesuaian struktural. Selain itu, terdapat tindakan sementara, yakni tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara.
Jumlah negara yang mengenakan tindakan restriksi ke Indonesia selama periode 2009-2013 adalah sebanyak 32 negara
Selama tahun 2009-2013, Indonesia menghadapi berbagai kebijakan restriksi