KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA LINGKUNGAN OLEH : ISWADI, M.Pd
Pengertian Kearifan Lokal Dalam pengertian kebahasaan kearifan lokal, berarti kearifan setempat (local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifatvbijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya.
Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia.
Definisi kearifan lokal tersebut, paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: 1. Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; 2. Kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; 3. Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya.
Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya denganlingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain.
Kearifan lokal merupakan salah satu warisan dari nenek moyang, warisan tersebut bisa berupa tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya ataupun adat istiadat (Basuni, 2012). Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi.
Seperti yang dituliskan Sartini (2006), bahwa fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut: 1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. 2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia. 3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. 6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian 7. Bermakna etika dan moral. 8. Bermakna politik,
Manusia berusaha memahami alam semesta beserta isinya, memilah-milah gejala yang nampak nyata atau tidak nyata ke dalam sejumlah kategori untuk mempermudah mereka dalam menghadapi alam secara lebih efektif.Dengan kemampuan bekerja dan berfikir secara metaforik, manusia tidak lagi mengandalkan naluri dalam beradaptasi dengan lingkungan.Ia mulai secara aktif mengolah sumberdaya alam dan mengelola lingkungan sesuai dengan resep-resep budaya yang merupakan himpunan abstraksi pengalaman mereka menghadapi tantangan.
Kriteria kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) terdiri dari: 1. Nilai-Nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat 2. Melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan
Dalam kearifan lokal juga terwujud upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang juga merupakan wujud dari konservasi oleh masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, maka Nababan dalam Suhartini (2009) mengemukakan prinsip-prinsip konservasi dalam pengelolaan sumberdaya alam secara tradisional sebagai berikut : 1. Rasa hormat yang mendorong keselarasan (harmoni) hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat tradisional lebih condong memandang dirinya sebagai bagian dari alam itu sendiri
2. Rasa memiliki yang eksklusif bagi komunitas atas suatu kawasan atau jenis sumberdaya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource). Rasa memiliki ini mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankan sumberdaya bersama ini dari pihak luar. 3. Sistem pengetahuan masyarakat setempat (lokal knowledge sistem) yang memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas.
4. Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat (input) energi sesuai dengan kondisi alam setempat 5. Sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh masyarakat luar (pendatang). Dalam hal ini masyarakat tradisional sudah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan bermasyarakat dalam satu kesatuan sosial tertentu.
6. Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil panen atau sumber daya milik bersama yang dapat mencegah munculnya kesenjangan berlebihan di dalam masyarakat tradisional. Tidak adanya kecemburuan atau kemarahan sosial akan mencegah pencurian atau penggunaan sumberdaya di luar aturan adat yang berlaku.