Materi Perkuliahan UNDA KOMPONEN DAN KONTAK BAHASA, SERTA BERBAGAI IMPLIKASINYA Oleh : Rohmad Widiyanto, M. Hum Loading...
Komponen Peristiwa Berbahasa (tindak tutur) Selain situasi, peristiwa, dan tindak tutur masih ada konsep lain yang cukup penting, yaitu komponen tutur. Komponen tutur tersebut menurut Dell Hymes meliputi beberapa hal, yang dirangkum dalam akronim SPEAKING. Konsepnya bisa dijelaskan pada setiap awal huruf, yaitu meliputi: S = Situasi (act situation), mencakup latar dan suasana. Latar berkaitan dengan lingkungan fisik komunikasi yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Sedangkan suasana akan berkaitan dengan suasana psikologis, misalnya situasi formal atau santai P = Partisipan, mencakup tidak hanya penutur dan mitra tutur, tetapi juga adressor (juru bicara) yang terkadang yang diwakili tidak berada di tempat. dan audience. (pendengar)
E = End (tujuan), mencakup maksud dan hasil yang akan dipilah atas tujuan dari peristiwa tutur dipandang dari sudut budaya (outcomes) dan tujuan dari masing-masing partisipan (goals) A = Act sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan (bagaimana pesan itu disampaikan dan isi pesan (apa yang disampaikan). K = Key (kunci) , yang mengacu pada bagaimana suatu tuturan disampaikan, misalnya serius, khidmat, lucu, sinis, dan sebagainya. I = Instrumentalities (piranti, perabotan), mencakup saluran (lisan, tulis, e-mail) dan bentuk tutur ( misalnya mengacu pada bahasa, dialek, kode, register, dan sebagainya)
N = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi N = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi. Misalnya bagaimana orang Jawa selalu mematuhi sopan santun sebagai norma interaksi, meskipun hanya tuturan fatis G = Genre, yang mengacu pada jenis-jenis wacana yang dipakai, misalnya puisi, khutbah, lawak, perkuliahan, dan sebagainya. End
PROLOG Kontak bahasa dalam konteks sosial budaya akan menghasilkan 4 kemungkinan (Wardhaugh, 1986: 10-11), yaitu: Struktur sosial dapat mempengaruhi dan menentukan struktur atau perilaku bahasa; Struktur dan perilaku bahasa dapat mempengaruhi dan menentukan struktur sosial; Hubungan keduanya bersifat timbal-balik. Bahasa dan masyarakat mempengaruhi satu sama lain; dan Struktur bahasa dan struktur sosial tidak berhubungan sama sekali.
Sekilas tentang Kontak Bahasa Kontak bahasa adalah peristiwa saling mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya, baik yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. perubahan bahasa. Pengaruh langsung dari kontak bahasa pinjaman kata Kontak bahasa memiliki variasi yang berbeda. Perbedaan tersebut bergantung pada : 1. panjang pendeknya waktu dan intensitas kontak antara kelompok yang terlibat; 2. kondisi sosial ekonomi yang melatarbelakangi terjadinya kontak bahasa, dan 3. faktor implikasi politik hubungan bahasa
Kontak Bahasa dan Berbagai Implikasinya Bilingualism Istilah bilingualism dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Bilingualism adalah penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik bilingualism diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey dalam Chaer, 2004:84). Menurut Samsuri (1982: 54-55) kedwibahasaan adalah kebiasaan untuk memakai dua bahasa atau lebih secara bergiliran (paper). Bloomfield dalam Chaer (2004:85) menyebutkan bilingualism adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Bilingualism sangat mungkin sekali muncul sebagai akibat dari kontak bahasa. Dengan adanya kontak bahasa dwibahasawan cenderung mempersamakan hal-hal pada bahasa lain.
Interferensi Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebutkan adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya kontak bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Istilah lain dari interferensi adalah kekeliruan (Hartman dan Stock, 1972:115) Dalam interferensi dikenal dua istilah: Interferensi reseptif adalah penerapan struktur bahasa ibu kedalam struktur bahasa kedua. Interferensi produktif adalah penggunaan unsur atau struktur bahasa kedua dalam penggunaan bahasa pertama. Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak tutur bahasa para bilingual disebut interferensi perlakuan (performance interference). Performance interference bisa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua (learning interference). Menurut Weinreich (1953) yang dimaksud dengan interferensi disini adalah interferensi yang tampak dalam perubahan sistem suatu bahasa, baik sistem fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya (interefernsi sistemik).
Dalam bahasa Indonesia, Chaer menyebutkan interferensi pada sistem fonologi. Contoh: para penutur bahasa Indonesia di Tapanuli. Fonem /∂/ pada kata seperti [dengan] dan [rembes] dilafalkan menjadi [dεngan] dan [rεmbεs]. Penutur bahasa jawa sering menambahkan bunyi nasal yang homorgan dimuka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/ dan /j/ misalnya pada kata [mbandung], [ndepok], [ngGombong], dan [nyJambi]. Begitu juga penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Bali biasanya mengucapkan fonem /t/ menjadi bunyi apikoal veolar retrofeks (t), seperti pada kata [took], [tutup], dan [mati]. Banyak penutur bahasa Indonesia dalam berbahasa Inggris mengucapkan fonem /p/ bahasa inggris pada kata seperti [peter], [petrol], dan [pace] menjadi [pit∂], [petrol] dan [p∂is], padahal sejarusnya dengan aspirasi, sehingga menjadi [pht∂], [phetrol], dan [ph∂is]. Di Jepang kata inggris gasoline dilafalkan sebagai [gasorini], dan di Hawai nama George dilafalkan sebagai [kioki].
Menurut Weinreich (Chaer, 2004:123) fenomena interefernsi diatas dikategorikan sebagai berikut; interferensi substitusi (seperti halnya oleh penutur Bali), interferensi overdiferensiasi (seperti halnya penutur Tapanuli dan Jawa), interferensi underdeferensi (seperti penutur Jepang) dan interferensi reinterpretasi (seperti penutur Hawai). Interfernsi dalam bidang morfologi contohnya adalah dalam pembentukan kata bahasa Indonesia seperti neonisasi, tendanisasi dan turinisasi (dari sufiks –isasi Inggis dan Belanda). Bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistemik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi seharunsya peneonan, penendaan, dan penurian. Secara aktul data ini belum ada. Contoh lain adalah sufiks –wi dan –ni dari bahasa arab untuk membentuk adjektif seperti pada kata manusiawi, bahasawi, surgawi dan gerejani.
Contoh bentuk interferensi lain dari bahasa Indonesia adalah penggunaan bentuk kata seperti ketabrak, kejebak, kekecilan dan kemahalan sebab imbuhan itu berasal dari bahasa jawa dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalah tertabrak, terjebak, terlalu kecil, dan terlalu mahal. Bentuk lain dari interferensi adalah interferensi dalam bidang sintaksis. Sebagai contoh kalimat dalam bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-Indonesia dalam berbahasa Indonesia seperti “Di sini toko Laris yang mahal sendiri.” (Diangkat dari Djoko Kentjono 1982). Kalimat tersebut berasal dari bahasa jawa yang berbunyi “Ning kene toko Laris sing larang dhewe.” Kata dhewe dalam bahasa Jawa berarti sendiri. Namun jika kata ‘dhewe’ berada diantara kata ‘sing’ dan adjektif akan bermakna ‘paling’, seperti sing duwur dhewe (yang paling tinggi) sing larang dhewe (yang paling mahal). Dengan demikian kalimat diatas seharusnya berbunyi “Toko Laris adalah toko yang paling mahal disini” (Chaer,2004:126).
Integrasi Disatu sisi interferensi dipandang sebagai pengacuan karena merusak sistem suatu bahasa, tetapi pada sisi lain interferensi dipandang sebagai suatu mekanisme yang paling penting dan dominan untuk mengembangkan suatu bahasa yang masih perlu pengembangan. Yang paling Nampak adalah interferensi dalam subsistem kosakata dan semantik. Interferensi punya andil dalam subsistem tersebut karena bahasa resepien bisa lebih kaya. Dengan interferensi bahasa resepien diperkaya oleh kosakata bahasa donor yang pada mulanya dianggap sebagai unsur pinjaman, tetapi kemudian kosa kata itu menjadi berintegrasi sebagai bagian dari bahasa resepien. Menurut Mackey (Chaer, 2004:128) integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang bisa digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap menjadi warga bahasa tersebut tidak lagi dianggap sebagai unsur pinjaman atau pungutan.
Proses dari peminjaman menjadi integrasi suatu bahasa memerlukan waktu yang panjang. Sebagai contoh kata research dalam bahasa inggris. Pada tahun 60-an sampai 70-an digunakan sebagai unsur yang belum berintegrasi. Ucapan dan ejaannya masih menurut bahasa aslinya. Tetapi kemudian ucapan dan ejaannya mengalami penyesuaian sehingga ditulis sebagai ‘riset’. Maka sejak itu kata riset tidak lagi dianggap sebagai pinjaman melainkan telah berintegrasi kedalam bahasa Indonesia.
Akibat dari Interferensi dan Integrasi Beberapa kemungkinan yang terjadi pada bahasa resepien akibat terjadinya peristiwa interferensi dan integrasi. Pertama, bahasa resepien tidak mengalami pengaruh apa-apa yang sifatnya mengubah sistem apabila tidak ada kemungkinan untuk mengadakan pembaruan dalam bahasa resepien itu. Pengaruh yang mungkin muncul adalah bertambahnya kosakata. Kedua, bahasa resepien mengalami perubahan sistem, baik subsistem fonologi, morfologi, sintaksis maupun subsistem lainnya. Sebagai contoh bahasa Indonesia telah banyak mengalami perubahan sistem akibat peristiwa interferensi dan integrasi. Pada subsistem fonologi, dahulu bahasa Indonesia tidak mengenal fonem /f/, /x/ dan /s/ tetapi ketiga fonem itu telah menjadi fonem bahasa Indonesia (Chaer, 2004:131). Dalam bidang morfologi, dulu bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk seperti ketabrak, kemahalan, dan tendanisasi (penendaan) tetapi sekarang bentuk tersebut sudah lazim digunakan. Dalam subsistem sintaksis dulu bahasa Indonesia tidak mengenal struktur Bapaknya si Ali sakit (bapak Ali sakit) tetapi kini struktur itu telah biasa digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kemungkinan ketiga, kedua bahasa yang bersentuhan itu sama-sama menjadi donor dalam pembentukan alat komunikasi verbal baru, yang disebut dengan istilah pijin (pidgin). Alat komunikasi yang disebut pijin ini terbentuk dari dua bahasa atau lebih yang berkontak dalam satu masyarakarat. Mungkin kosakatanya diambil dari bahasa satu dan struktur bahasanya diambil dari bahasa lain. atau juga bahasa tersebut sama-sama memberi kontribusi baik dalam bidang kosakata maupun tata bahasa.
Fenomena Pijin (Pidgin) dan Kreol dalam Kontak Bahasa Wardhaugh (1988:57) pijin merupakan sebuah bahasa yang tidak memiliki penutur. Ia muncul sebagai akibat kebutuhan akan berkomunikasi dalam situasi multibahasa. Dengan kata lain, pijin adalah bahasa sederhana yang berkembang sebagai sarana komunikasi antara dua kelompok atau lebih yang tidak memiliki bahasa yang sama, dalam situasi khusus seperti perdagangan, atau sebuah kondisi antara dua kelompok yang berbeda bahasa dari bahasa negara yang mereka tinggali (tetapi tidak ada bahasa yang umum dalam kelompok itu).
Pijin adalah sarana komunikasi linguistik yang disederhanakan, yang dibangun spontan, atau dengan konvensi, antara kelompok orang, maka tata bahasa dan fonologi biasanya juga tidak rumit. Proses terjadinya pidgin biasanya membutuhkan: Kontak bahasa yang cukup lama antara komunitas yang berbeda bahasa Kebutuhan untuk berkomunikasi di antara mereka Tidak adanya akses yang luas dalam pemilihan bahasa pengantar (tidak ada alternative bahasa lain yang digunakan untuk berkomunikasi)
Menurut Hartmann dan Stork (1972:177) pidgin merupakan suatu campuran unsur-unsur dari berbagai bahasa alami yang berbeda di suatu daerah akibat adanya kontak yang intensif, biasanya terbatas pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya para pedagang dan pelaut. Pidgin bukanlah bahasa asli dari setiap masyarakat tutur, bukan pula sebagai bahasa kedua. Sejak jaman sriwijaya, alam nusantara ini sudah disibukkan dengan perdagangan antar pulau; perdagangan antar suku bangsa yang berbeda bahasa. Hubungan perdagangan yang intensif ini akhirnya bermuara pada terbentuknya language pidgin atau pidgin; yang lahir karena kebutuhan segera dan demi kepraktisan dalam sosialisasi, khususnya perdagangan. Maka dari itu pidgin dijuluki sebagai trade language (alwasilah,1990: 68).
Contoh pidgin adalah pidgin English di Melanesia kepulauan Bismarck, kepulauan Solomon yang dikenal dengan Melanesian Pidgin English atau dikenal Tok Pesin. Suatu pemerlain dari pidgin adalah bahwa tak seorangpun mempelajarinya sebagaimana para penutur asli mempelajari bahasa ibunya. Kendati demikian satu pidgin bisa diangkat menjadi bahasa ibu oleh sekelompok penutur. Anak-anak mempelajarinya sebagai bahasa pertama. Dalam kondisi seperti di atas pidgin berubah menjadi Kreol (creolized) (Alwasilah1980:70) Creole lalu menjadi mandiri, memiliki butirir-butir kosakata yang terus menerus bertambah. Gramatikanya pun semakin mantap melampaui pidgin. Hingga pada akhirnya akan berdiri mantap menjadi bahasa.
Secara umum kontak bahasa bisa digambarkan sebagai berikut. PIDGIN/KREOL INTERFERENSI DAN INTEGRASI CODE-MIXING (POSITIVE INTERFERENCE BILINGUAL
Penyerapan bahasa Setiap bahasa tentunya memiliki kaidah, kosakata dan struktur sendiri yang mewadahi seluruh konsep , gagasan, dan ide para pemakainya. Namun pada saat tertentu akan sampai waktunya dimana konsep bahasa tersebut tidak lagi mampu menampung konsep, idea tau gagasan penuturnya sehingga muncullah apa yang disebut dengan pemungutan (borrowing) unsure bahasa dari bahasa lain. pemungutan/penyerapan menjadi salah satu tanda berkembangnya suatu bahasa. Proses terjadinya penyerapan tentu tidak lepas dari yang disebut dengan kontak bahasa. Sebagai contoh bahasa Indonesia yang banyak menyerap dari bahsa belanda, inggris dan arab. Hal ini dikarenakan bahasa Indonesia mengalami kontak bahasa dengan bahasa-bahasa yang disebut diatas. Sehingga ketika suatu idea tau gagasan penutur tidak mampu ditampung oleh salah satu bahasa maka akan terjadi apa yang disebut dengan penyerapan bahasa. Begitu juga ketika terjadi kontak bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Ketika suatu ide tidak mampu ditampung oleh bahasa daerah, bahasa daerah akan langsung meminjam bahasa Indonesia untuk bisa menampung idea tau gagasan tersebut.
Penyerapan kata dari bahasa lain kedalam bahasa tertentu bisa berdasarkan kondisi objektif bisa juga berdasarkan kondisi subjektif. Penyerapan yang berdasarkan kondisi objektif yaitu penyerapan bahasa akibat kurang memadainya khasanah kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa sehingga perlu dilakukan pemungutan kosakata dari bahasa lain. sedangkan penyerapan akibat kondisi subjektif ialah penyerapan yang disebabkan oleh anggota masyarakat pemakai bahasa tertentu yang merasa lebih bangga menggunakan kosakata diluar bahasanya. (Blog Komunitas Anak Sastra UPI).
Language change Bahasa selalu mengalami perubahan. Perubahan itu bisa disebabkan oleh proses internal dari bahasa itu sendiri. Perubahan itu juga bisa disebabkan oleh sistem bahasa lain. sebagai contoh, bentuk konsonan bahasa inggris modern /z/ tidak dijumpai pada bentuk bahasa inggris lama. Selain itu tatanan grammar bahasa inggris juga banyak dipengaruhi oleh bahasa prancis seperti dalam hal pembentukan comparative dan superlative adjective. Bahasa inggris lama menambahkan –er dan –est atau more dan most untuk membentuk comparative dan superlative adjective. Kemudian salah satu akibat dari kontak bahasa adalah perubahan syntactic structure. English syntax banyak dimodifikasi Dari bahasa latin dan prancis. Contoh yang nyata adalah penggunaan infinitive verb (pengaruh dari bahasa latin) seperti: I know him to be a good person. Bentuk lain yang berkaitan dengan structure bahasa inggris yang mengkopi struktur latin adalah mengganti ahir kalimat dengan preposisi seperti “The age I live in” menjadi “The age in which I live” (G.L. Brook 1985:147-148)
AKHIR KATA Kontak bahasa antara dua/lebih bahasa yang berbeda memunculkan penutur yang bilingual Pada tahap selanjutnya munculnya bilingualism dari seorang/lebih penutur akan menimbulkan apa yang disebut interferensi karena seringnya menggunakan bahasa/struktur bahasa satu kedalam bahasa lain. Interferensi yang berbentuk kalimat, frase atau kata bisa juga disebut sebagai campur kode. Namun perbedaannya interferensi cenderung mengacu pada penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan sistem bahasa lain. Bukan tidak mungkin dalam fenomena seperti ini akibat yang akan timbul dari kontak bahasa adalah lahirnya pidgin sebagai bahasa komunikasi (alternative) dari kedua penutur bahasa tersebut.