AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN Caecilia Widi Pratiwi
Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan. 2 jenis perhitungan PPh Badan: Jumlah Laba Kena Pajak (SPT) : dihitung berdasar ketentuan dan Undang – undang yang berlaku dalam tahun fiskal yang bersangkutan (Pajak Penghasilan Terutang) Jumlah Laba Akuntansi (Lap. Rugi/Laba) : ditentukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim (Pajak Penghasilan). Selisih antara pajak penghasilan dengan pajak terhutang dimasukkan dalam akun Pajak yang Ditangguhkan
Perlakuan Akuntansi Terhadap Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan, sehingga perlu diasosiasikan dengan laba perusahaan Alokasi Pajak alternatif metode alokasi pajak : Deferred Method Selisish sebagai pajak yang ditangguhkan. Menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.
2. Liability Method Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka. Net of Tax Method Melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan L/R harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang. Selisih yang terjadi tidak dibukukan dalam suatu akun tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.
CONTOH : Pada tanggal 1 Januari 2007 sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya dengan harga Rp 90.000.000. Sebesar Rp 15.000.000 merupakan harga tanahnya. Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut menetapkan bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 10 tahun. Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,- setiap tahun selama 20 tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu sebesar 40 %, maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20 tahun adl sbb :
Keterangan 10 tahun pertama 10 tahun berikutnya SPT Akuntansi Pendapatan 10.000.000 Bi. Usaha 1.000.000 Bi. Depresiasi* 3.750.000 7.500.000 - Laba Kena Pajak 5.250.000 1.500.000 9.000.000 Pajak Penghasilan 2.100.000 600.000 3.600.000 0,05*75.000.000 = 3.750.000 0,1 * 75.000.000 = 7.500.000
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut meng akibatkan Laporan Rugi-Laba untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000 per tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak. Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan, tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak. Keterangan PERTAMA BERIKUTNYA Akuntansi Pendapatan 10.000.000 Bi. Usaha 1.000.000 Bi. Depresiasi* 7.500.000 - Laba Kena Pajak 1.500.000 9.000.000 Pajak Penghasilan 2.100.000 EAT (600.000) 6.900.000 Tanpa alokasi pajak
Keterangan PERTAMA BERIKUTNYA Akuntansi Pendapatan 10.000.000 Bi. Usaha 1.000.000 Bi. Depresiasi* 7.500.000 - Laba Kena Pajak 1.500.000 9.000.000 Pajak Penghasilan 600.000 3.600.000 EAT 900.000 5.400.000 Dengan alokasi pajak Dengan alokasi pajak antar periode pada dasarnya perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak Penghasilan sebesar Rp 2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.
Jumlah Pajak Penghasilan Keterangan Jumlah Pajak Penghasilan Dibayarkan TA DA Masa 10 tahun pertama Jumlah per tahun 2.100.000 600.000 Jumlah 10 tahun 21.000.000 6.000.000 Masa 10 tahun berikutnya 3.600.000 36.000.000 Total 20 tahun 42.000.000 Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode Misalnya perusahaan melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 125.000,- dimulai pada bulan Januari 1997, dan terakhir tahun 2014. Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan Desember 1997 Pajak Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x 11 bulan) Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran pajak untuk bulan sebelumnya .
Jurnal Pencatatannya: 1. Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Feb. – Des. 1997) Uang muka PPh Rp 125.000,- Kas Rp 125.000,- 2. Mencatat Pajak Penghasilan (L/R) untuk tahun 1997 PPh Rp 600.000,- Hutang PPh Rp 600.000,- 3. Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997 PPh yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- - Uang Muka PPh Rp 1.375.000,- Hutang PPh Rp 125.000,-
Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
1. Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Feb. – Des. 1997) Uang muka PPh Rp 125.000,- Kas Rp 125.000,- 2. Mencatat Pajak Penghasilan (L/R) untuk tahun 1997 PPh Rp 3.600.000,- Hutang PPh Rp 3. 600.000,- 3. Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997 Hutang PPh Rp 2.875.000,- Uang Muka PPh Rp 1.375.000,- PPh yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb BUKU BESAR PPH DITANGGUHKAN TGL URAIAN DEBET KREDIT SALDO 31/12/1997 - 1.500.000 31/12/1998 3.000.000 DST 31/12/2006 15.000.000 31/12/2007 13.500.000 31/12/2008 12.000.000 31/12/2016 NIHIL