Estetika klasik GRAECO-ROMAN
Socrates (469 – 344 SM) Dianggap sebagai perintis Estetika Guru dari Plato yang dikenal sebagai Dewa Estetika Pada saat itu belum ada istilah Estetika Bermula dari perdebatan Socrates dengan muridnya yang bernama Hippias tentang alat ukur keindahan
H : Kebenaran harus dikatakan wahai Socrates “a beautiful maiden is the thing beautiful” : dara cantik adalah sesuatu yang cantik S : Bagus Hippias, tapi aku tidak menanyakan apa yang bersifat cantik, aku ingin tahu apakah ada sesuatu yang dinamakan kecantikan, yang jika ada pada sesuatu maka kita sebut barang itu cantik. Aku tentu tidak dapat menyatakan demikian. Dara yang cantik adalah kecantikan itu sendiri, jika ia pada suatu barang maka barang itu berhutang kecantikan dari padanya. Tidakkah barang yang cantik itu indah??? H : Tentu saja Kemudian mereka menyebut barang dan mengkomparasikan tentang bagaimana sesuatu dapat dibilang indah…….
Keindahan Bagi Socrates Keindahan adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan terakhir Keindahan terletak pada diri orang yang melihat (“Beauty is in the eye of the beholder”) yaitu dengan melihat apa yang ada di balik yang nampak
PLATO (Aristicle) Athena 428-348 SM “dunia adalah sebuah kenyataan yang mendahului keberadaan manusia. Karena itu, manusia harus tunduk dan terikat kenyataan itu”
SUMBER RASA KEINDAHAN ADALAH CINTA KASIH MORAL ILMU PENGETAHUAN
PROSES TERTANAMNYA RASA CINTA PADA KEINDAHAN Awalnya orang dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal, misal keindahan tubuh manusia Kemudian, dia dididik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga tertanam hakekat tubuh manusia Keindahan tubuh rohani lebih luhur dari keindahan tubuh jasmaniah Keindahan rohani menuntun manusia mencintai segala yang bersifat rohani pula Akhirnya, manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan dengan yang bersifat jasmani
benda Keindahan melekat Keindahan di luar Ilusi dari keindahan sebenarnya “Benda indah” hanyalah tiruan dari ide yang abadi esensi keindahan yang ada dalam dunia yang hanya dapat dimengerti (the intelligible world). EIDOS (keindahan mutlak)
Ilusi dari keindahan sebenarnya Dunia Idea: Dunia atas, Kebenaran absolut, dunia roh, pengetahuan sejati (episteme).
Plato mengutuk seni karena dapat merusak akal sehat akibat kandungan emosi dan irrasionalitasnya. Emosi pada karya seni dapat membangkitkan “banjir emosi” pada manusia yakni membutakan akal sehatnya karena termanipulasi kekuatan di luar dirinya.
Gambar-gambar ttg Plato (8)
Akademia Plato (9)
Seni itu suatu imitasi atau tiruan (mimesis). Aristoteles (384-322 sm) Seni itu suatu imitasi atau tiruan (mimesis). Manusia meniru dapat memberikan kegembiraan, keindahan.
Karya seni hanya tiruan MAKNA
Seniman memilih sejumlah realitas untuk membangun sebuah gambaran yang memiliki makna Karya seni adalah karya nyata yang dapat dicerap secara sensoris (inderawi)
Aristoteles memberi karakteristik tentang “indah” Kesatuan atau keutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tak ada yang berlebih atau kurang. Sesuatu yang pas dan khas adanya. Harmoni atau keseimbangan antar unsur yang proporsional, sesuai dengan ukuran yang khas Kejernihan, bahwa segalanya memberikan suatu kesan kejelasan, terang, murni, tanpa ada keraguan
Seni sebagai Kartasis Aristoteles menerangkan dalam seni ada tiga unsur yang terlibat: Obyek kesenian Media kesenian Penampilan kesenian Pembebasan dari kesulitan dan ketegangan jiwa yang sedang menekan manusia ia namakan katarsis
Pengaruh Plato dan Aristoteles
Horatius (65-8 SM) Syarat seni yang baik: decorum: harmoni dalam karya seni. Gaya dalam seni sesuai dengan pokok yang dipilih. Cara pengungkapan harus sesuai dengan tingkat usia, jenis kelamin dan kelompok sosial yang di tuju. Natura dan ingenium; menyangkut diri seniman. Bakat dan ketrampilan harus seimbang. Fungsi. Dapat memberikan hiburan dan pendidikan, kenikmatan sekaligus manfaat dalam kehidupan
Pendapat Horatius dikenal dengan semboyan “Indah dan Berguna” Abad 19 dan 20 muncul semboyan seni untuk seni atau seni untuk masyarakat
Plotinus (204-269 M) Neo Platonisme karena meneruskan filsafat seni Plato Semuanya berasal dari Maha Sumber dan akan mengalir kembali kepada Maha Sumber Pengalaman keindahan manusia dapat memberikan ketenangan batin, karena manusia mengenal hub. Dengan Yang Esa Pengalaman keindahan adalah hasil kontemplasi dari yang inderawi ke Yang Esa