PENGOLAHAN LUMPUR
Sumber Lumpur Grit Chamber Primary Clarifier Final Clarifier
Karakteristik lumpur Karakteristik lumpur tergantung dari sumber lumpur Lumpur dari grit chamber dan primay clarifier merupakan padatan/lumpur kasar kebanyakan anorganik Lumpur dari final clarifier sebagian besar tersusun oleh bahan organik dan merupakan biomassa (mikroba) .
Zat padat yang berasal dari hasil penyaringan (screening) dan pasir dari kolam pasir (grit chamber) dibuang dengan metoda landfill. Zat padat yang berasal dari unit lain perlu ditangani secara lebih kompleks, mengingat kandungan zat padat itu hanya sekitar 0,5–5% dari lumpur yang dihasilkan. Disamping menimbulkan bau, kandungan air lumpurnya juga sangat besar
PROSES PENGOLAHAN LUMPUR Pengolahan lumpur biasanya meliputi rangkaian proses: Thickening Stabilization atau Digestion Dewatering Disposal Diagram alir pengolahan lumpur Thickening Gravity Flotation Centrifugation Stabilization Chlorine oxidation Lime stabilization Heat treatment Digestion Conditioning Dewatering Disposal Chemical Elutriation Vacuum filter Filter press Belt filter Drying bed Land application Composting Landfilling Incineration Recalcination
THICKENING Tujuan proses thickening adalah untuk memekatkan lumpur dan mengurangi volume lumpur Metoda thickening yang umum: Gravity Flotation Centrifugation Gravity thickener berbentuk lingkaran menyerupai bak sedimentasi Lumpur yang masuk ke thickener akan menuju tiga zona dalam thickener, yaitu: Zone of clear liquid Sedimentation zone Thickening zone (lihat Gambar)
Zone of clear liquid Sedimentation zone Thickening zone Underflow
Thickening Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit pengolahan limbah Lumpur yang sudah mengalami thickening dikeluarkan dari bagian bawah dan dialirkan menuju unit pengolahan lumpur berikutnya Lumpur yang dikeluarkan mempunyai SVR sebesar 0,5 - 2 SVR (Sludge Volume Ratio) adalah volume sludge blanket yang terbentuk di thickener dibagi dengan volume lumpur yang dibuang
Perancangan Thickener Luas permukaan minimum didasarkan pada hydraulic loading atau solid loading (lihat Tabel di bawah) Kedalaman side water umumnya 3 meter Waktu detensi sekitar 24 jam Design Criteria for Gravity Thickeners Type of sludge Inf. solid Conc. (%) Thickened solid Conc. (%) Hydraulic loading (m3/m2.d) Solid loading (kg/m2.d) Solid capture (%) Overflow, TSS (mg/l) Primary 1.0-7.0 5.0-10.0 24-33 90-144 85-98 300-1000 Trickling filter 1.0-4.0 2.0-6.0 35-50 80-92 200-1000 Waste acivated sludge 0.2-1.5 2.0-4.0 10-35 60-85 Combined primary dan waste act. sludge 0.5-2.0 4.0-6.0 4.0-10.0 25-80 85-92 300-800
STABILISASI LUMPUR ANAEROBIC DIGESTION: oksidasi lumpur organik secara biologis oleh mikroba dalam kondisi anaerobik AEROBIC DIGESTION: oksidasi lumpur organik secara biologis oleh mikroba dalam kondisi aerobik 11
anaerobic stabilisation = SLUDGE DIGESTION Produce sludge that, when disposed off, will not cause smell or other problems The process reduces volume as well Main stages: Hydrolysis – using enzymes to hydrolyse carbohydrates, fats and proteins to sugars, fatty acids and amino acids Microbial activity – acid production (via alcohols and proteins) Methane production and CO2 production (digester gas: 70% CH4, 30% CO2) 12
anaerobic stabilisation Temperature: Cold digestion Mesophylic digestion (30 - 35 ºC) – 15-30 days Thermophylic digestion (>40 ºC) – retention times about the half The importance of pH Optimal pH range: 6.8 - 7.2 Required alkalinity: 2000 g/m3 Low pH: wrong equilibrium between the ratio of acid and methane producing organisms – enrichment of fatty acids, the process stops 13
anaerobic sludge digester temp: 30-37C opt 35-37 retention time 2-4 wks complex organics (polysaccharides, lipids, proteins) CH4 + CO2 acetate hydrolysis fermentation methanogenesis monomers (sugars, fatty acids, amino acids) CH4 H2 + CO2 14
Anaerobic Sludge Digestion 15
16
17
aerobic stabilisation Long term aeration of sludge (biological decomposition) Basic steps of aerobic stabilisation: Hydrolysis of organic matters and multiplication of cells Biological decomposition of simple organic matters and cells Minimum duration: 15 days if the temperature of sludge is not lower than 15ºC At lower temperatures, longer time is required 18
aerobic stabilisation Oxidation of organic substances and nitrogen compounds (nitrification) Specific oxygen consumption: 1.5 – 2.0 kg O2/kg organic substance Elimination of pathogen microorganisms is not effective 19
PENGERINGAN LUMPUR 22/04/2018 Dewatering atau pengeringan lumpur adalah penyisihan sejumlah air dari lumpur dengan tujuan untuk mengurangi volume lumpur. Dewatering merupakan bagian dari rangkaian proses pengolahan lumpur. Metoda dewatering meliputi filter presses, belt presses, centrifugation, vacuum filtration, dan sludge drying bed.
Filter Press Plat filter mempunyai lubang yang tertutup oleh kain filter. Lumpur yang akan disaring masuk melalui lubang pada tangkai horisontal, kemudian menuju lubang pada plat vertikal. Plat vertikal dapat bergerak sehingga menekan lumpur dan mendorong air untuk menembus kain filter. Filtrat yang menembus filter ini mengalir menuju outlet filtrat yang berada di tepi dengan arah aksial. Lumpur kering tetap tinggal di antara plat. Untuk mengeluarkan lumpur, maka plat harus digerakkan kembali dengan arah sebaliknya. Filter pres tersusun oleh sejumlah plat filter vertikal yang menempel pada tangkai horisontal (lihat Gambar di bawah). Filter frame Fixed end Moving end Feed sludge Filtrate
Filter press 23
Filter Press Waktu yang diperlukan untuk mengisi lumpur, menyaring, hingga mengeluarkan lumpur disebut complete filtration cycle time, yang diperkirakan 1,5 hingga 2,5 jam. Tekanan yang diperlukan untuk filter adalah 690 hingga 1700 kPa. Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan filter pres adalah: lumpur bak sedimentasi I: 45 - 50 % lumpur bak sedimentasi I dan lumpur aktif segar: 45 - 50 % lumpur aktif segar: 50 % lumpur dari digester dan lumpur aktif: 45 - 50 %
Belt Press Belt press tersusun oleh dua belt yang ditumpangkan pada roda berputar (lihat Gambar). 25
Belt Pres Ada tiga zona dalam belt pres, yaitu zona gravitasi, zona peras, dan zona pelepasan. Lumpur yang akan diperas masuk melalui zona gravitasi, berjalan mengikuti belt dan tertekan oleh dua belt. Di zona peras, lumpur mengalami pemerasan air sehingga air jatuh melewati belt bawah. Selanjutnya masuk zona pelepasan, yaitu melalui perjalanan zigzag agar cake dapat dilepaskan dari kedua belt untuk kemudian dikeluarkan. Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan belt pres adalah: lumpur sedimentasi I: 28 - 44 % lumpur sedimentasi I dan lumpur aktif segar: 20 - 35 % lumpur sedimentasi I dan trickling filter: 20 - 40 % lumpur dari digester (anaerob): 26 - 36 % lumpur dari digester dan lumpur aktif: 12 - 18 %
Belt Press 27
Filter Vacuum Komponen filter vacuum: Drum silinder dengan media filter (kain atau anyaman kawat) Pompa vacuum Penampung filtrat Pompa umpan lumpur Filter vacuum secara skema dapat dilihat pada Gambar berikut: Filtrate Dewatering Dis-charge Feed sludge Cake formation Dried cake
Filter Vacuum Drum yang dilapisi media filter diputar dengan kecepatan tertentu. Putaran drum akan menghasilkan tiga zona lumpur, yaitu (i) pembentukan cake, (ii) pengeringan, dan (iii) pembuangan. Lumpur masuk ke zona (i), terjadi penempelan lumpur di permukaan media filter, kemudian ke zona (ii), terjadi penyerapan air di lumpur oleh pompa vacuum sehingga terjadi pengeringan, dan akhirnya ke zona (iii), terjadi pelepasan lumpur kering dari media filter. Satu kali putaran drum disebut satu cycle time.
Sludge Drying Bed Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000 orang). Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan). Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid 30 - 40 % diperlukan waktu 2 - 4 minggu.
Sludge Drying Bed Unit sludge drying bed terdiri dari: bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang), 20 - 30 cm (kedalaman lumpur) pasir, tebal 15 - 25 cm kerikil, tebal 15 - 30 cm drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan: A = K (0,01 R + 1,0) A = luas per kapita, ft2/kap. K = faktor yang tergantung pada tipe digestion K = 1,0 untuk anaerobic digestion K = 1,6 untuk aerobic digestion R = hujan tahunan, in.
Gambar skema Sludge Drying Bed Outside wall Partition wall Sand Gravel Drain tile
Sludge Drying Bed
Sludge Drying Bed
tahap disposal / recovery Metode yang dapat diterapkan antara lain: Composting Incineration Land Application Produksi Biofuel Sumber Energi dan Bahan Baku dalam Produksi Semen Portland dan Material Bangunan Lainnya
Agricultural utilisation (organic manure) Compost production Thermal oxidation carried out by microorganisms Sludge reaches about 70 ºC End product is earth-like Environmnetally attractive The sludge has to have at least 45% dry matter content – mixing with solid waste The compost needs to be agitated and ventillated Can take several months Agricultural utilisation (organic manure) Problems with heavy metals, toxic substances Would be the best way Source control!! 37
Composting
Insinerasi Insinerasi adalah pembakaran pada suhu 850 ° C Insinerasi sludge bertujuan untuk mengoksidasi sempurna sludge organik beserta senyawa organik beracun pada temperatur tinggi. Proses ini diaplikasikan pada sludge yang sudah kering maupun yang dikeringkan dengan proses pengeringan mekanis. Masalah lingkungan yang ditimbulkan dari insinerasi sludge ini adalah adanya emisi polutan yang dapat mencemari udara. Untuk mengatasinya, diperlukan serangkaian proses pengendalian pencemaran udara.
Land application 41
Land Application didefinisikan sebagai penyebaran , penyemprotan , injeksi , atau penggabungan lumpur ke atau di bawah permukaan tanah untuk mengambil keuntungan dari tanah dan meningkatkan kualitas dari lumpur tsb . Lumpur pada land application digunakan untuk memperbaiki struktur tanah, dan banyak digunakan sebagai pupuk untuk memasok nutrisi ke tanaman dan vegetasi lain yang tumbuh di dalam tanah .
Sumber Energi dan Bahan Baku dalam Produksi Semen Portland dan Material Bangunan Lainnya Komponen sludge yang termasuk dalam kategori senyawa inorganik dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dengan cara solidifikasi termal. Sludge yang digunakan adalah sludge yang kering atau abu hasil insinerasi sludge. Proses solidifikasi terjadi pada temperatur hingga 1000oC. Pada temperatur yang tinggi seperti ini, zat-zat organik yang bersifat toksik dapat dihancurkan.
INCORPORATING BIOMASS INTO BRICKS 44
Can you put on too much? The End 45