Dasar Hukum koperasi di indonesia Heri Sutrisno herryaltaj@gmail.com
Pengertian dasar hukum Dasar hukum adalah norma hukum yang menjadi landasan bagi setiap tindakan hukum oleh subyek hukum baik orang perorangan ataupun yang berbentuk badan hukum. Dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Hirarki Perundang-undangan di Indonesia yaitu:
Dasar Hukum Koperasi 1. UUD 1945 2. UU No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian 3. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi 4. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah. 5. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi 6. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
1. Undang-undang dasar 1945 Pasal Berapa ?
2. UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
3. Pp No. 4 tahun 1994 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Koperasi perlu diberikan status badan hukum agar dapat melaksanakan fungsi dan perannya secara efektif . Untuk mendapatkan status badan hukum koperasi harus memperoleh akta pendirian yang sudah mendapatkan pengesahan dari pemerintah yang selanjutnya koperasi bertindak secara mandiri dan melakukan tindakan hukum sesuai maksud dan tujuannya.
4. Pp No. 17 tahun 1994 Pembubaran koperasi dilakukan apabila kegiatan koperasi dirasa membahayakan atau menghambat sistem koperasi misalnya kelangsungan hidupnya sudah tidak dapat dipertahankan lagi meskipun sudah diberikan bantuan sekalipun atau tidak berjalan sesuai dengan undang-undang atau anggaran dasar koperasi maka koperasi seperti ini sebaiknya di bubarkan. Pembubaran koperasi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dengan segala jenis pertimbangan.
5. Pp No. 9 tahun 1995 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi. Kegiatan simpan pinjam sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi salah satunya untuk meningkatkan modal usaha mereka. Maka dari itu dalam peraturan pemerintah ini dimuat ketentuan yang bertujuan agar kegiatan simpan pinjam yang dilakukan oleh koperasi berkembang dan berjalan secara jelas, mandiri, teratur dan tangguh. Selain itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek masa depan dimana modal usaha sangat menentukan kelangsungan hidup dan anggota yang bersangkutan.
6. PP No. 33 tahun 1998 Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi. Peraturan pemerintah ini mengatur tentang prinsip modal yang meliputi sumber modal penyertaan, hak dan kewjiban, pengelolaan dan pengawasan, perjanjian sebagai dasar penyelenggaraan, pengalihan modal penyertaan dan ketentuan peralihan dibiayai oleh modal penyertaan bagi koperasi yang selama ini telah menyelenggarakan usaha. Pelaksanaan modal penyertaan perlu diatur dalam sebuah peraturan pemerintah untuk mempertegas kedudukan modal penyertaan dan memberikan kepastian hukum bagi pemodal dan koperasi.
UU Perkoperasian Dibatalkan Karena Berjiwa Korporasi Heri Sutrisno herryaltaj@gmail.com
I. KRONOLOGIS PEMBAHASAN UU NO 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN Tahun 2000, Kementerian Koperasi dan UKM menyusun Naskah Akademis (NA) tentang Undang Undang Koperasi, Pada 21 Desember 2000, berdasarkan Surat Sekretaris Kabinet (Seskab) No.: B.1034/Seskab /12/2000 tanggal 21 Desember 2000, Presiden memberikan persetujuan ijin prakarsa untuk menyusun RUU Perubahan atas Undang-Undang tentang Perkoperasian. Penyusunan RUU tersebut melibatkan para pakar koperasi, pakar ekonomi, pakar hukum, akademisi, praktisi perkoperasian, gerakan koperasi, dan lembaga/instansi terkait. Pada tgl 1 September 2010, berdasarkan surat Presiden nomor : R-69/Pres/09/2010 tanggal 1 September 2010 perihal Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi, Pemerintah menyampaikan Naskah RUU Koperasi kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Naskah RUU tersebut terdiri atas 15 BAB dan 124 Pasal. Rapat kerja dilakukan sebanyak 6 kali mulai 13 Desember 2010, 30 Juni 2011, 29 September 2011, 20 Oktober 2011, 26 Januari 2012, dan 21 Februari 2012. Pada Rapat Kerja (Raker) DPR tanggal 13 Desember 2010, RUU Koperasi disetujui untuk dibahas di DPR. Rapat Panitia Kerja dilakukan sebanyak 11 kali mulai tanggal 5 Maret 2012, 7 Maret 2012, 21 Maret 2012, 4 April 2012, 9 April 2012, 30 Mei 2012, 7 Juni 2012, 25 Juni 2012, 4 Juli 2012, 13 September 2012, dan 9 Oktober 2012. Rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi dilakukan sebanyak 1 kali yaitu pada tanggal 1- 3 Oktober 2012. Rapat Paripurna tanggal 18 Oktober 2012, DPR RI menyetujui RUU tentang Perkoperasian. Disahkan sebagai UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan diundangkan dalam Berita Negara pada tanggal 30 Oktober 2012
II. CAKUPAN UU NO.17/2012 TENTANG PERKOPERASIAN 17 Bab 126 Pasal
Cakupan UU no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian 14 Bab 67 Pasal
III. BAB DALAM UNDANG –UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN Bab I Ketentuan Umum Bab II Landasan, Asas dan Tujuan Bab III Nilai dan Prinsip Bab IV Pendirian, Anggaran Dasar, Perubahan Anggaran Dasar, dan Pengumuman Bab V Keanggotaan Bab VI Perangkat Organisasi Bab VII Modal Bab VIII Selisih Hasil Usaha dan Dana Cadangan Bab IX Jenis, Tingkatan, dan Usaha Bab X Koperasi Simpan Pinjam Bab XI Pengawasan dan Pemeriksaan Bab XII Penggabungan dan Peleburan Bab XIII Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum Bab XIV Pemberdayaan Bab XV Sanksi Administratif Bab XVI Ketentuan Peralihan Bab XVII Ketentuan Penutup
UU no 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi. Menurut Mahkamah Konstitusi, UU Perkoperasian 2012 bertentangan dengan UUD 1945, dan menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah putusan ini. Untuk menghindari kekosongan hukum, Mahkamah Konstitusi menyatakan berlaku kembali UU Perkoperasian 1992. ”Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 28/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK.
Yang mengajukan permohonan pembatalan 1. Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi Jawa Timur 2. Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur 3. Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Malang. 4. Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur 5. Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur 6. Gabungan Koperasi Susu Indonesia 7. Agung Haryono , Jabatan : Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Universitas Negeri Malang Jalan Candi IV C/225 RT 008/006 Karangbesuki Kecamatan Sukun, Jawa Timur 8. Mulyono Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Telkom Alamat : Jalan Pemuda Gang Yakub Nomor 27, Bojonegoro, Jawa Timur
Pasal-pasal yang di uji diantaranya: Pasal 1 angka 1, Pasal 37 Ayat (1) dan 52 ayat (2) Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat 2 huruf a dan huruf e, dan Pasal 57 ayat (2) BAB VII terkait MODAL Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 Pasal 55 ayat (1) Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Perkoperasian 2012.
Pasal 1 ayat 1 Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Koperasi adalah badan usahayang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. dengan adanya ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang Undang tsb yang menentukan bahwa koperasi didirikan oleh orang perseorangan berakibat pada pengutamaan kemakmuran orang seorang, bukan kemakmuran anggota, Selain itu, dengan definisi koperasi yang didirikan oleh perseorangan, maka prinsip usaha bersama dan asas kekeluargaan tidak akan dapat terwujud.
Pasal 37 ayat (1) huruf f dan Pasal 57 ayat (2) Pada intinya pasal ini menetapkan bahwa pengurus dan pengawas koperasi digaji dan mendapat tunjangan. Menurut M. Fathorrazi (2012 : 15) bahwa ada dua tipe koperasi, yakni 1. koperasi ala Herman SD yang pengurusnya digaji dan 2. koperasi ala Raiffeisen yang pengurusnya tidak digaji. Dengan adanya ketentuan tersebut maka membelenggu hak para Pemohon untuk menjalankan koperasi tipe kedua (Koperasi Raiffeisen) . koperasi tipe kedua merupakan tipe yang sangat ideal karena pengurus yang tidak digaji pantas terjadi sebab pengurus tidak harus full time mengurus koperasi karena pengurus dapat mengangkat pengelola koperasi. (Naskah sambutan Bung Hatta pada hari Koperasi tanggal 12 Juli 1951)
Pasal 50 (1) Pasal 57 (2) Kedua pasal tersebut intinya memberikan wewenang Pengawas sangat besar yang melebihi wewenang rapat anggota sebagai perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Wewenang pengawas yang lebih tersebut meliputi: mengusulkan calon pengurus [Pasal 50 ayat (1) huruf a]; Menetapkan penerimaan dan Penolakan anggota baru Serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya mengusulkan gaji dan tunjangan setiap pengurus Hilangnya demokrasi padahal demokrasi merupakan salah satu prinsip koperasi wewenang pengawas sangat dominan bahkan melebihi rapat anggota sebagai wujud kedaulatan anggota.
Bab vii tentang Modal koperasi “ Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal ”. koperasinya tidak lagi dapat mendasarkan pada asas kekeluargaan. Koperasi nantinya dijalankan dengan prinsip sebatas modal yang dikeluarkan. Sehingga unsur-unsur persaudaraan dalam asas kekeluargaan tidak mungkin akan terwujud. Perlakuan yang tidak adil pun nantinya akan terjadi dengan munculnya anggota pemegang “mayoritas” Sertifikat Modal Koperasi” dengan yang “minoritas” layaknya PT. pengaturan modal koperasi ini juga merugikan karena membuka peluang intervensi pihak luar/non-anggota, termasuk Pemerintah dan pihak asing, melalui permodalan
Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 “ Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar ”. Pasal 82 (1) Ketiga pasal tersebut membatasi usaha koperasi dengan menentukan satu koperasi satu jenis usaha. Dengan demikian memunculkan berbagai kerancuan dan kerugian bagi koperasi-koperasi yang telah berjalan. Koperasi yang ada saat ini akan dirombak menurut jenis koperasi dan jenis usahanya. mengakibatkan kepungurusan harus dipecah, AD/ART diubah, aset dipecah, usaha dipecah, dan seterusnya. selama ini koperasi hidupnya saling menopang antar jenis- jenis usaha yang dilakukan
Pasal 55 ayat (1) “ Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota “. Bahwa Pasal ini memberikan kesempatan kepada orang yang bukan anggota koperasi untuk menjadi pengurus. Hal ini tentunya sangat merugikan hak Anggota untuk menjadi pengurus. Ini Akan mengikis rasa keadilan bagi anggota koperasi yang sejak semula berjuang untuk mengembangkan koperasi dengan masuknya pengurus dari non anggota maka kesempatan anggota “terasa dirampas"