REFORMASI KEUANGAN DAERAH DI INDONESIA MATA KULIAH MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH REFORMASI KEUANGAN DAERAH DI INDONESIA KUSUMA RATNAWATI
Output yang Diharapkan Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa mampu menjelaskan: Pengertian yang benar mengenai perkembangan terkini reformasi keuangan di Indonesia Pengertian yang benar mengenai tujuan reformasi keuangan sehingga dapat mengelola keuangan daerah sesuai dengan peraturan terbaru
Konsepsi Dasar Otonomi Daerah di Indonesia Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah tertuang dalam kerangka konstitusi NKRI - UUD 1945 yang memiliki dua nilai dasar: nilai unitaris dan nilai desentralisasi teritorial.
Nilai Unitaris dan Nilai Desentralisasi Teritorial Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa dalam NKRI tidak akan terdapat pemerintahan lain yang bersifat negara. Nilai dasar desentralisasi teritorial diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi daerah
Otonomi Daerah di Indonesia Dilaksanakan melalui penetapan: UU No.22/1999 tentang Pemeritahan Daerah UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Efektif pada 1 Januari 2001
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (1999-Skrng) UU No.22 & 25 th 1999 (direvisi dg UU No.32 & 33 th 2004) PP, antara lain PP No.105/2000 (direvisi dg PP 58/2005) KEPMENDAGRI No 29/2002 (direvisi dg PERMENDAGRI 13/2006) ANGGARAN AKUNTANSI SISTEM ANGG. KINERJA STD. AKT. PEMERINTAHAN PERTANGGUNGJAWABAN (LKPJ/LPT)
Otonomi Daerah di Indonesia Otonomi Daerah (menurut UU): Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Otonomi Daerah Tujuan Otonomi Daerah: Meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat dan daerah lainnya, memelihara keserasian dan mencegah ketimpangan antar daerah
Otonomi Daerah di Indonesia Permasalahan yang paling kompleks: Keuangan Daerah sulit menciptakan sebuah sistem perimbangan keuangan yang dapat mengakomodasi kemampuan keuangan daerah yang bervariasi
Otonomi Daerah di Indonesia Untuk memperbaiki dan menyempurnakan Otonomi Daerah di Indonesia: amandemen terhadap UU Otonomi Daerah UU No.22/1999 UU No.32/2004 UU No.25/1999 UU No.33/2004
Otonomi Daerah di Indonesia Dasar amandemen terhadap UU No.22/1999 dan UU No.25/1999: perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah Amandemen ini tetap berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh di masyarakat
Reformasi Keuangan Sektor Publik Dimensi Reformasi Keuangan Daerah adalah: Perubahan kewenangan daerah dalam pemanfaatan dana perimbangan keuangan Perubahan prinsip pengelolaan anggaran Perubahan prinsip penggunaan dana pinjaman dan deficit spending Perubahan strategi pembiayaan
Reformasi Sektor Keuangan Publik Reformasi lanjutan yang terkait dengan sistem pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah: Reformasi Sistem Pembiayaan (financing reform) Reformasi Sistem Penganggaran (budgeting reform) Reformasi Sistem Akuntansi (accounting reform) Reformasi Sistem Pemeriksaan (audit reform) Reformasi Sistem Manajemen Keuangan Daerah (financial management reform)
Reformasi Sistem Pembiayaan (financing reform) Berdasarkan UU 33/2004, sumber-sumber keuangan daerah dari PAD, dana perimbangan dan pendapatan daerah lainnya yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus 14
Reformasi Sistem Pembiayaan (financing reform) UU 33/2004 juga mengatur transaksi Keuda utk memanfatkan atau menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja SUMBER PEMBIAYAAN PENERIMAAN DAERAH Sisa lebih Perhit. Anggaran Tahun yang Lalu Transfer dari Dana Cadangan Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Hasil Penjualan Aset Daerah yang Dipisahkan PENGELUARAN DAERAH Transfer ke Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Hutang yang Jatuh Tempo Sisa Lebih Perhitungan Angg TH Berjalan 15
Reformasi Anggaran Implikasi penetapan UU No.17/2003 penerapan anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005
Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) Reformasi Anggaran Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan merupakan bentuk penganggaran yang mengaitkan kinerja dengan alokasi anggaran.
Reformasi Anggaran ABK memiliki lima komponen penting (Depkeu, 2006), yaitu: Satuan Kerja; sebagai pengelola anggaran dan sebagai penanggungjawab pencapaian kinerja Kegiatan; sebagai syarat utama dapat dibentuknya satuan kerja dan unsur dinamis yang mengarahkan untuk mencapai kinerja
Reformasi Anggaran ABK memiliki lima komponen penting (Depkeu, 2006), yaitu: 3. Keluaran/Output; sebagai syarat utama ditetapkannya kegiatan dan sebagai ukuran keberhasilan suatu satuan kerja 4. Standar Biaya; sebagai upaya efisiensi dalam pemanfaatan anggaran untuk membiayai kegiatan dalam mencapai keluaran 5. Jenis Belanja; sebagai biaya masukan/input
Reformasi Anggaran Penyusunan ABK dilakukan berdasarkan (Yani, 2007): a. capaian kinerja; ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan b. indikator kinerja; ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap program dan kegiatan SKPD
Reformasi Anggaran Penyusunan ABK dilakukan berdasarkan (Yani, 2007): c. analisis standar belanja; penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan d. standar satuan harga; harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah e. standar pelayanan minimal; tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Reformasi Akuntansi Sektor Publik meliputi: Double entry Standar Akuntansi Pemerintahan Pengakuan pendapatan dan belanja akrual (accrual basis)
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Single entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan. Namun dengan semakin tingginya tuntutan perwujudan good public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih auditable. Single entry Double entry Cash Basis Accrual Basis
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Cash Basis Cash basis mempunyai kelebihan antara lain mencerminkan informasi yang riil dan obyektif Kelemahan cash basis antara lain kurang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Accrual Basis Teknik akuntansi berbasis akrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih komprehensif dan relevan dalam pengambilan keputusan. Pengaplikasian accrual basis lebih ditujukan pada penentuan biaya layanan (cost of services) dan harga yang dibebankan kepada publik (charging of services), sehingga memungkinkan pemerintah menyediakan layanan publik yang optimal dan sustainable
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Perbedaan antara akuntansi kas dan akuntansi akrual: BASIS KAS Penerimaan Kas – Pengeluaran Kas = Perubahan Kas BASIS AKRUAL Pendapatan (income) – Biaya–biaya = rugi/laba (surplus/defisit) Pendapatan (income): Penerimaan kas selama satu periode akuntansi – saldo awal piutang + saldo akhir piutang Biaya: Kas yang dibayarkan selama satu periode akuntansi saldo awal utang + saldo akhir utang Pendapatan dan biaya diakui pada saat diperoleh (earned) atau terjadi (incured), tanpa memandang apakah kas sudah diterima atau dikeluarkan
Reformasi Akuntansi Sektor Publik Bagaimana dengan penerapan sistem akuntansi sektor publik di negara Indonesia? Perubahan dari cash basis menjadi accrual basis memang tidak perlu dilakukan secara terburu–buru. Perlu analisis yang mendalam dan kompleks terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhinya, salah satunya adalah faktor sosiologi masyarakat negara tersebut. Namun demikian, ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, dapat digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.