Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
Advertisements

HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 12
PRAPENUNTUTAN PENUNTUTAN SURAT DAKWAAN
DASAR-DASAR YANG MENIADAKAN HUKUMAN DAN PENUNTUTAN
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
PUTUSAN PIDANA Aristo M A P.
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA
KEJAHATAN TERHADAP KEHORMATAN
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
Asas Asas Hukum Pidana.
GABUNGAN TINDAK PIDANA (SAMENLOOP VAN STRAFBAARE FEITEN ATAU CONCURSUS) CONCURSUS IDEALIS CONCURSUS REALIS PERBUATAN BERLANJUT.
Uu-ite-2008 Republic of Indonesia.
Created : Zakki el fadhillah dan
Sanksi Pidana dalam UU No
PENDAHULUAN.
Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM REGULASI
UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT tgl
DASAR-DASAR PERINGAN PIDANA
KEJAHATAN TERHADAP TUBUH
Strafbaar feit Perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana.
Tindak Pidana Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)
GUGURNYA HAK MENUNTUT Sesi XII.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
BAHASA INDONESIA HUKUM
PENGANTAR PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH
JENIS-JENIS PIDANA.
PENGHINAAN.
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
INDIKASI PIDANA DALAM PENDAFTARAN TANAH
SISTEM HUKUM DAN SISTEM PIDANA
KULIAH KE-15 PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)
DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
KELALAIAN MEDIK TUNTUTAN PIDANA ATAU PERDATA
Dasar Penyusunan Surat Dakwaan: Pasal 143 ayat (2) KUHAP
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
TINDAK PIDANA PERPAJAKAN
Pidana Denda Hukum Sanksi_ 2014.
Asas nasional aktif Asas ini sering disebut asas personal.
Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/
Pembagian Delik Delik itu dapat dibedakan atas bebagai pembagian tertentu, seperti berikut ini: Delik kejahatan dan delik pelanggaran. Delik materiil dan.
Fachrizal Afandi, S.Psi., SH., MH
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana
Hukum pidana Pengantar ilmu hukum.
Macam-macam Delik.
Sekilas Hukum Pidana Indonesia
PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
Alasan penghapusan pidana
Kewenangan DJBC Kewenangan Administratif: Kewenangan Yudikatif:
Ganti kerugian dan Rehabilitasi
Dimodifikasi dari bahan kuliah Fully H. R, FHUI
ASAS LEGALITAS.
HUKUM PIDANA.
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP
pelanggaran-2 + kejahatan-2  thd norma-2 hk mengenai kepentingan umum
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN (STUDI KASUS DI POLRESTA BANDA ACEH) M. RIZKI JANUARNA NPM FAKULTAS. HUKUM.
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Percobaan dan Perbarengan dalam melakukan tindak pidana
INDIKASI PIDANA DALAM PENDAFTARAN TANAH
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
Recidive di Berbagai Negara
Pidana & Pemidanaan di Berbagai Negara
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGOBAT TRADISIONAL ATAS KELALAIANNYA YANG MENYEBABKAN LUKA ATAU MATINYA ORANG DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA Pembimbing.
BAB I PENDAHULUAN Pengertian Hukum Pidana
BY: KARINA ALIFIANA, SH, MH GUGURNYA HAK MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA SERTA GRASI, AMNESTI,DAN ABOLISI HUKUM PIDANA II.
Transcript presentasi:

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Mufatikhatul Farikhah, SH.,MH.

Perubahan mendasar KUHP-RUU KUHP Terdiri dari tiga Buku, masing-masing tentang Ketentuan Umum, Kejahatan dan Pelanggaran Terdiri dari dua buku yang masing-masing berisi Ketentuan Umum dan Tindak Pidana   Mengenal perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran Tidak lagi membedakan kejahatan dengan pelanggaran Cara penafsiran diserahkan kepada para hakim dengan bersandar pada doktrin hukum pidana. Mengatur secara khusus bahwa penafsiran analogi tidak diperkenankan  Pasal 1 ayat (2) Penentuan locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) dan tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) diserahkan pada hakim dengan bersandar pada doktrin hukum pidana Penentuan locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) dan tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) diatur secara khusus  Pasal 10 dan 11

Merumuskan secara tegas unsur sengaja atau kelalaian dalam rumusan tindak pidana   Tidak lagi memasukkan kata’sengaja’ dalam perumusan delik, namun untuk kelalaian dirumuskan dalam pasal 603 Tidak mengatur tentang delik adat atau tindakan yang dikenakan sanksi pidana oleh hukum adat setempat Memasukkan delik adat sebagai bagian dari tindak pidana, walau tindakan yang dilakukan tidak diatur dalam KUHP  Pasal 2 dan pasal 774 Hanya mengenai manusia sebagai subyek hukum pidana (naturlijk person, natural person), dan tidak mengenal korporasi sebagai subyek hukum pidana Memasukkan korporasi (rechtspersoon, legal entity) sebagai subyek hukum pidana, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.  pasal 48-54

Hanya mengenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan (liability based on fault) Menambah pengaturan pertanggungjawaban pidana bukan berdasar kesalahan (liability without fault) yakni pertanggungjawaban pidana yang ketat (strict liability) dan pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability). Pasal 39 Mengatur berbagai alasan penghapus pidana (strafuitsluitingsgronden) tanpa pemisahan Memisahkan secara tegas adanya alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden)  Pasal 43-47 dan alasan pembenar (rechtsvaardigings gronden)  Pasal 32-36 Mengatur alasan peringan pidana Memperluas jenis alasan peringan pidana bagi pelaku dengan kualifikasai tertentu  pasal 139-143 Mengatur alasan gugurnya kewenangan melakukan penuntutan Melakukan perubahan pada alasan gugurnya kewenangan melakukan penuntutan  Pasal 152

Tidak mengatur tujuan pemidanaan Mengatur tujuan pemidanaan secara khusus dan rinci  Pasal 55 Mengatur pidana yang berupa pidana pokok dan pidana tambahan Menambahkan jenis putusan pengadilan berupa tindakan (maatregel, measures) untuk pelaku dengan kualifikasi tertentu  Pasal 103 Mengatur jenis pidana yang dapat dijatuhkan Memperluas jenis pidana yang dapat dijatuhkan  Pasal 66-102 Mengatur hanya pidana maksimum yang dapat dijatuhkan Mengatur pula adanya pidana minimum khusus pada sejumlah tindak pidana yang dipandang serius  Pasal 516

Tidak mengenal pidana kerja sosial Memasukkan pidana kerja sosial sebagai salah satu bentuk pidana  Pasal 88 Merumuskan jumlah pidana denda dalam pasal Jumlah pidana denda tidak dirumuskan dalam pasal-pasal, tetapi dimasukkan dalam suatu daftar tersendiri yang berisi 6 kategori denda mulai dari yang berat sampai yang paling ringan. Pasal hanya merumuskan kategori pidana denda yang dapat dijatuhkan  Pasal 82 Tidak ada pengaturan mengenai jenis pidana atau tindakan yang dapat dikenakan pada korporasi Memuat pengaturan mengenai jenis pidana atau tindakan yang dapat dikenakan pada korporasi  Pasal 87

Tidak mengenal pengampunan pengadilan Mengenal rechterlijke pardon, yakni keputusan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana walaupun tindak pidana yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan. Keputusan ini diberikan apabila tindak pidana yang dilakukan tidak serius dan tidak terlalu merugikan kepentingan umum.  Pasal 56 ayat (2) Masih mengenal Pidana Mati sebagai pidana pokok Pidana mati dirumuskan sebagai ‘pidana istimewa’, yang pelaksanaannya dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun. Apabila terpidana ‘berkelakuan baik’ maka pidana mati dapat dikonjugasi atau diubah menjadi pidana penjara seumur hidup  Pasal 89

DELIK-DELIK BARU DALAM RUU KUHP TP Terhadap Ideologi Negara  Tdk ada, diatur dalam UU No.27/1999 TP terhadap ideologi Diatur dalam Pasal 219 TP Terorisme  Diatur dalam UU No. 15/2003 TP Terorisme di pasal 249-261 Penyerangan dan penghinaan thd Presiden dan wakil presiden  Penyeraangan tidak ada, penghinaan di dekriminalisasikan oleh MK Penyerangan thd Presiden dan wakil presiden masuk di BAB II TP terhadap kewajiban dan hak kenegaraan  Tidak ada Diatur dalam BAB IV TP thdp Bendera negara  terbatas pada penghinaan secara umum Lebih di khususkan termasuk mencoret bendera  BAB V DELIK-DELIK BARU DALAM RUU KUHP

Penghinaan terhadap golongan penduduk  Tidak diatur Dituangkan secara khusus pada pasal 268-289 Tidak mengenal TP Penawaran untuk melakukan tindak Pidana Diatur dalam pasal 293-295 TP yang terkait dengan bahan peledak  Tidak diatur dlm KUHP Diatur secara khusus dalam pasal 296-297 TP Penyadapan tidak diatur sebelumnya, hanya khusus diperbolehkan untuk penegakan TP tertentu Dikriminalisasikan pada pasal 302-305 Melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama I Muka Umum  tdak diatur Terdapat dalam pasal 308

Penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti yang mengakibatkan keonaran tidak diatur secra khusus Diatur dalam pasal 309-310 Mengganggu ketentraman lingkungan hanya diatur di perda Diamsukkan secara khusus di pasal 311 Penggunaan Ijazah dan Gelar akademik palsu tidak diatur khusus Diatur khusus dalam pasal 318 Penyelenggaraan pesta atau keramaian tanpa ijin hanya pelanggaran administratif Menjadi Tindak Pidana di pasal 320-321 Menjalan kan pekerjaan sebagai dokter atau dokter gigi tanpa ijin praktek tidak diatur dlm KUHP Diatur dalam pasal 323 Gangguan terhadap benih dan tanaman tidak diatur Pasal 325

Tindak pidana terhadap proses peradilan tidak diatur Diatur secara khusus pada satu BAB tersendiri  BAB VI Tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama diatur namun tidak spesifik Diatur secara khusus dan spesifik di BAB VII TP membahayakan keamanan umum bagi orang, kesehatan, barang dan lingkungan hidup tidak diatur dalam KUHP Diatur khusus di BAB VIII TP ITE di atur di Luar KUHP Diatur di pasal 377-384 TP pencemaran lingkungan hidup diatur di luar KUHP Diatur di pasal 389-394 TP terhadap HAM duatur di luar KUHP Diatur di BAB IX