AKHLAQ BERNEGARA
Ada 4 (empat) hal pokok yang dibicarakan, yakni (i) Musyawarah, (ii) Penegakan keadilan, (iii) Amar ma’ruf-Nahi munkar, dan (iv) Hubungan pemimpin dan yang dipimpin
MUSYAWARAH (DEMOKRASI?) Etimologis: dari kata syawara, yang berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah. Pengertian istilah: saling mengutarakan pendapat secara dialogis dengan kesetaraan hak dalam rangka mendapatkan kesepakatan dalam kebaikan. Musyawarah/dialog hanya mungkin ada jika ada saling menyadari kelebihan dan kekurangan masing-masing pihak
Penting dan landasan musyawarah, firman Allah QS. Asy-Syura, 42:37-38 37. “dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf”. 38. “dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”
Musyawarah merupakan pilar penting ummat sesudah Iman (kepatuhan kepada Allah Swt), ibadah shalat (Taufiq asy-Syawi). ‘Abdul Karim Zaidan: Musyawarah merupakan hak ummat dan kewajiban imam/pemimpin (Ingat falsafah ibu jari terhadap jari yang lain). QS. Ali Imron, 3: 159 “............ dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. ([246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya).
Apa yang dimusyawarahkan? Hanya yang bersifat “Ijtihadiyah”, bukan sesuatu yang sudah dipastikan dalam Quran (wahyu) dan Sunnah. Masalah ijtihadiyah itu yang terkait dengan “masalah bersama” (common problems), menyangkut kepentingan dan nasib anggota masyarakat, misalnya masalah keluarga, organisasi, masalah kenegaraan dan hubungan antar bangsa/negara.
Siapa yang bermusyawarah? Mereka yang terlibat dan kepentingan dengan urusan bersama yang dipersoalkan. Contoh sederhan tetapi penting difirmankan Allah Swt berikut 233. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan”, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Baqarah, 2:233)
Bagaimana tatacaranya? Nabi memberikan contoh/variasi cara bermusyawarah (1) Seseorang memeberikan saran/pertimbangan kepada Nabi saw, kemudian beliau mempertimbangkan dan dianggap benar, lalu dilaksanakan. Contoh, saran Salman al-Farisi tentang penggalian parit pertahanan dalam “perang Khandaq”, dan pemilihan tempat strategis dalam Perang Badar. (2) Kadang-kadang beliau bermusyawarah dengan beberapa orang saja, biasanya dengan Abu Bakar dan ‘Umar (3) Kadang-kadang beliau bermusyawarah dengan semua anggota masyarakat lewat perwakilan, misalnya tentang harta rampasan perang Hunain
Bagimana sikap dalam bermusyawarah Lemah lembut, santun, tidak berkata kasar, tidak keras kepala (jangan pokoknya!). Penyampaian pendapat harus dengan rendah hati. “Pendapat itu baik, tetapi menurut hemat saya........... To the best of knowledge ............ dsb. Pemaaf. Harus disadari bahwa kemampuan seseorang sangat terbatas. Tidak memaksakan kehendak/pendapatnya. Kalau terpaksa ada perbedaan pendapat dan kata-kata keras, kita dapat memaklumi dan bersedia memaafkan, sehingga musyawarah tidak berubah menjadi ajang pertengkaran. Mohon petunjuk dan ampunan Allah Swt. Sadar bahwa kita juga tidak pernah lepas dari kehilafan dan keterbatasan, hendaknya setiap peserta musyawarah membersihkan diri dengan cara memohon bimbingan dan ampunan kepada Allah Swt agar musyawarah membuahkan keputusan yang baik dan diridhoi Allah Swt.
PENEGAKAN KEADILAN Adil berasal dari kata ‘adl (bhs Arab) yang berarti sama dan seimbang/proposrional. Sama dalam arti di depan hukum bagi semua warga masyarakat. Tidak ada perbedaan disebabkan perbedaan status sosial-politik (pejabat-rakyat biasa, kelompok partai manapun) maupun status ekonomi (kaya-miskin). Seimbang/proporsional dalam hal pembagian atau pemberian. Pemberian gaji berbeda berdasarkan kepangkatan/kinerja/tanggungjawabnya. Seorang mahasiswa dan anak SD dalam sebuah keluarga, tentu saja tidak diberi uang saku yang sama, sesuai dengan kebutuhan. Justru tidak adil kalau mereka diberi uang saku yang sama oleh orang tuanya. Dalam kepegawaian, kepala kantor digaji lebih tinggi dibanding pegawai biasa karena tanggung jawabnya memang lebih besar/berat, dsb.
Pengertian lain, adil berarti: (i) tidak berat sebelah, tidak memihak, (ii) berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, (yang salah dihukum, yang benar dibebaskan), dan (iii) tidak sewenang-wenang. Contoh keadilan menurut Quran: Pembagian waris, anak lelaki mendapat dua bagian anak perempuan, dengan pengertian anak lelaki diberi beban/kewajiban memberi nafkah bagi keluarga. Mungkin juga dapat disebut “perbedaan pahala” shalat sebanding dengan “kekhusyu’an”, perbedaan “pahala shadaqah” bergantung pada “keikhlasan”, dsb.
Selain kata ‘adl, dlm al-Quran ada kata qishth dan mizan. Misalnya “Qul amara tobbii bil-qishthi” Katakanlah, “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. (QS. Al-A’raf, 7: 29) “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. An-Nisa’, 4: 58).
Perintah Berlaku Adil Banyak firman Allah dalam al-Quran agar manusia menegakkan keadilan, baik yang bersifat umum maupun secara khusus. Yang bersifat umum misalnya QS. An_Nahl, 16: 90) “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (An-Nisa 135).
Beramar makruf dan Nahi munkar “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung”(Ali ‘Imron, 104). Siapa yang dapat amar makruf? ---> tahu yang makruf dan sudah mengerjakan yang makruf Siapa yang dapat nahi munkar? ---> tahu yang munkar dan tidak berbuat munkar! Prinsip: mulai dari diri sendiri!
Tanggungjawab Pemimpin “Kullukum ro’in wa kullu ro’in mas-ulun ‘an-ro’iyyatihi” Kisah akhir hayat Nabi Nabi bertanya siapa yang pernah didholimi Nabi? Pertanyaan diucapkan 3 x Nabi minta dibalas sebelum wafat Beranikah kita berbuat seperti Nabi, kepadanya kita berjanji akan meneledaninya?
Bagaimana praktek di negeri kita? Pernahkan kita lihat orang “berkampanye atau berebut menjadi imam shalat”? Seringkah kita melihat kampanye utk imam kota? Bagaimana Umar ibn Khottob sewaktu menjadi Presiden/Khalifah? Bagaimana pula Umar bin Abdul Aziz? Semoga muncul “Umar bin Abdul Aziz” baru di Inonesia.